Transmigran etnik Bali sudah berada di Sulawesi Tenggara (Sultra) sejak sekitar 54 tahun lalu. Warga Bali yang berada di Bali barangkali bertanya, “Apakah dalam berkomunikasi mereka masih menggunakan Bahasa Bali?”
Barangkali jawabannya “ya”. Mereka masih menggunakan bahasa Bali saat bercakap-cakap dengan sesama etnik Bali. Namun, bagaimana jika mereka berkomunikasi dengan etnik lain, seperti etnik setempat dan etnik lain yang juga sesama warga transmigrasi di daerah itu?
Apakah di daerah transmigrasi tercipta bahasa baru, bahasa yang dibentuk dari adaptasi berbagai bahasa dari berbagai etnik di daerah itu?
Pertanyaan itu menciptakan gagasan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk melakukan penelitian terhadap etnik Bali di daerah transmigrasi Sulawesi Tenggara. Riset itu berjudul “Adaptasi Linguistik dan Sosial antara Etnik Bali dan Etnik Lain di Daerah Transmigrasi Sulawesi Tenggara guna Memperkuat Harmonisasi Sosial”.
Penggagas penelitian adalah Firman A.D., Sang Ayu Putu Eny Parwati, Ratih Rahayu, I Made Sudiana, Heksa Biopsi Puji Hastuti dari Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra; Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Ni Luh Nyoman Seri Malini dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.
“Penelitian ini bersifat deskriptif yang akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Selain itu, juga digunakan pendekatan deskriptif kuantitatif sebagai pendukung untuk mengetahui pilihan bahasa transmigran Bali dan pemertahanan bahasa Bali di Sulawesi Tenggara,” kata Made Sudiana, salah seorang peneliti.
Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah transmigrasi etnik Bali di Desa Jati Bali, Desa Landono (Kabupaten Konawe Selatan); Desa Anugerah, Desa Marga Jaya (Kabupaten Bombana). Kabupaten tersebut adalah Konawe Selatan (Konsel) yang habitat aslinya dihuni oleh etnik Tolaki dan Kabupaten Bombana yang dihuni oleh penutur bahasa Moronene.
Selain etnik-etnik setempat, juga terdapat etnik-etnik migran lain, seperti Bugis, Jawa, Sunda, dan Sasak, yang berinteraksi dengan etnik Bali.
“Melalui pemilihan kabupaten dengan kemajemukan etniknya, dapat dideskripsikan adaptasi linguistik dan dibandingkan karakteristik linguistik serta situasi kebahasaan etnik Bali jika berinteraksi dengan etnik lain,” kata Made Sudiana.
Menyesuaikan Diri
Etnik Bali secara umum dikenal mudah beradaptasi dan menyesuaikan diri sekaligus mampu mempertahankan jati dirinya. Etnik Bali juga dikenal memiliki sikap toleransi yang tinggi, baik etnik Bali yang berada di Bali maupun etnik Bali yang berada di luar Bali.
Sebagaimana ditulis Ismail (2006:111) yang dikutip dari abstrak penelitian yang dilakukan BRIN ini, menyebutkan transmigran etnik Bali sudah berada di Sulawesi Tenggara sekitar 54 tahun yang lalu. Etnik Bali selalu melakukan penyesuaian diri dengan kondisi masyarakat setempat, baik dalam sebagian kultur, maupun dalam masalah sosial lainnya agar kehadirannya mudah diterima oleh masyarakat setempat.
Salah satu penyesuaian diri dari etnik Bali yang menarik untuk dianalisis dalam kajian ini adalah mengenai aktivitas berbahasa mereka. Transmigran etnik Bali di daratan Sulawesi Tenggara berbagi tempat dengan etnik lain, seperti Tolaki, Moronene, Bugis, Jawa, Sunda, dan Sasak.
Sebuah desa yang dihuni etnik Bali di daerah transmigrasi Sulawesi Tenggara
Dengan kondisi itu terdapat sejumlah hal yang memang menarik untuk dikaji. Misalnya, bagaimana etnik Bali melakukan penyesuaian bahasa dengan etnik lain yang berbeda bahasa?
Seperti apa etnik Bali mengelola aktivitas berbahasa mereka? Bagaimana cara mereka mempertahankan tradisi? Dan, bagaimana mereka membangun pola tutur dalam melakukan kontak bahasa dengan etnik-etnik lain di Sulawesi Tenggara sehingga mereka mampu mempertahankan kondisi harmonis di mana pun mereka berada?
Penelitian Terkait
Ada sejumlah hasil penelitian yang terkait dan dapat menjadi bahan pembanding terhadap penelitian etnik Bali di Sulawesi Tenggara ini.
Mahsun dalam penelitiannya yang berjudul “Bahasa dan Relasi Sosial: Telaah Kesepadanan Adaptasi Linguistik dengan Adaptasi Sosial (2006)” menemukan adaptasi linguistik yang terdapat pada komunitas berbeda bahasa. Untuk komunitas Sumbawa dalam hubungannya dengan komunitas Sasak, adaptasi yang sangat intens terlihat pada serapan pada tataran bunyi, leksikon, dan gramatika. Bahkan, sampai pada tataran pragmatik, seperti terlihat pada bentuk adaptasi linguistik yang berwujud campur kode dan alih kode.
Putra Yadnya, dkk. pernah melakukan penelitian berjudul “Akomodasi Linguistik dan Sosial Antaretnik Daerah Transmigrasi di Provinsi Lampung: Menuju Pola Penanggulangan Disharmonisasi Sosial”, tahun 2010”.
Putra Yadnya, dkk. mendeskripsikan situasi kebahasaan yang mengitari pertumbuhan bahasa daerah asal transmigran di daerah transmigrasi dan menggambarkan pola-pola komunikasi interaktif yang dilakukan etnik Bali dengan etnik non-Bali (Jawa dan Lampung) di daerah transmigrasi Lampung.
Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa transmigran etnik Bali adalah masyarakat dwibahasawan bahkan multibahasawan (bahasa Bali, bahasa Jawa, bahasa Lampung, dan bahasa Indonesia). Pilihan bahasa responden dipengaruhi oleh faktor sikap individu serta bagaimana persepsinya terhadap orang lain.
Malini dalam penelitian berjudul ”Dinamika Bahasa Bali di Daerah Transmigran di Provinsi Lampung”, tahun 2011, menemukan bahwa karakteristik kebahasaan yang dituturkan transmigran Bali di daerah transmigrasi Lampung ditandai oleh degradasi penguasaan leksikal transmigran Bali di kalangan generasi muda, adanya interferensi pada tataran fonologis gramatikal pada tuturan transmigran Bali, terjadinya campur kode dan alih kode di antara bahasa Bali, bahasa Jawa, dan bahasa Indonesia yang cukup tinggi.
Dhanawaty, dkk. dalam penelitian berjudul ”Konvergensi Linguistik dalam Komunikasi Antaretnik di Lampung”, tahun 2012, mengemukakan bahwa dari aspek kebahasaan di Lampung, konvergensi lebih mengarah ke bahasa Jawa.
Di daerah tersebut, etnik Bali lebih menguasai bahasa Jawa daripada bahasa Lampung. Fenomena berbeda ditemukan di daerah Lampung Barat yang menunjukkan hubungan etnik Bali dan Lampung sangat intens sehingga konvergensi bahasa Bali mengarah ke bahasa Lampung.
Para peneliti dari BRIN berada di balai desa etnik Bali di daerah transmigrasi Sulawesi Tenggara
Dapat disimpulkan bahwa hubungan sosial yang intens dapat memicu tejadinya konvergensi dan memacu penguasaan bahasa agar dapat berakomodasi, dalam hal ini berkonvergensi, ke arah interlokutor.
“Berdasarkan beberapa penelitian dan tulisan tersebut, penelitian bahasa Bali di wilayah Sulawesi Tenggara sebagai daerah yang lebih majemuk dibandingkan dengan lokasi-lokasi penelitian sebelumnya, menjadi hal baru dan menarik untuk dikaji,” kata Made Sudiana.
Tujuan Penelitian
Made Sudiana menyebutkan, tujuan penelitian yang dilakukan BRIN terhadap etnik Bali di daerah tansmigrasi di Sulawesi Tenggara ini secara umum adalah untuk menguraikan situasi kebahasaan yang melingkupi perkembangan bahasa daerah asal transmigran di daerah transmigrasi dan menggambarkan pola-pola tutur interaktif yang dilakukan etnik Bali dengan etnik lain di daerah transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya di wilayah daratan.
Tujuan khususnya adalah untuk menguraikan karakteristik kebahasaan etnik Bali dalam berinteraksi dengan etnik lain sehingga dapat ditinjau perkembangan bahasa Bali di luar daerah pakai aslinya.
Secara detail, tujuan khusus penelitian menendeskripsikan pilihan bahasa transmigran etnik Bali dalam berkomunikasi dengan etnik lain di daerah transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain itu penelitian juga bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik leksikal dan gramatikal transmigran etnik Bali di daerah transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Tujuan yang kalah pentinga adalah mendeskripsikan pemertahanan bahasa Bali di daerah transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara,” kata Made Sudiana.
Hal-hal yang Menarik
Ada sejumlah hal dan permasalahan yang menarik untuk dibahas yang sekaligus menjadi topik dalam penelitian ini. Misalnya, bagaimana pilihan bahasa transmigran etnik Bali dalam berkomunikasi dengan etnik lain di daerah transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara?
Lalu, bagaimana karakteristik leksikal dan karakteristik gramatikal transmigran etnik Bali di daerah transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara? Dan, bagaimana pemertahanan bahasa Bali di daerah transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara?
“Dalam interaksi sosial dalam wilayah yang majemuk tentulah terjadi kontak bahasa antarbudaya yang berbeda. Melalui kontak bahasa tersebut akan terjadi saling mempengaruhi dan mereka melakukan penyesuaian satu sama lain, salah satunya adaptasi linguistik,” kata Made Sudiana.
Bagaimana adaptasi linguistik itu terjadi, dan apa hasil dari penyesuaian-penyesuaian-penyesuaian bahasa di daerah transmigrasi? Sebaiknya memang ditunggu hasil dari riset BRIN ini.[T]