Banyak warga Bali mengetahui bahwa bahasa Bali dialek Bali Aga dan dialek Bali Dataran punya perbedaan. Namun, tak banyak yang paham dengan benar-benar, bagaimana persamaan dan perbedaan kedua dialek itu, misalnya jika ditinjau dari aspek fonologis dan leksikal bahasa Bali.
Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra; Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra; Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), melakuan riset dan penelitian terkait dengan dua dialek itu. Tujuannya tentu saja untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan bahasa Bali dialek Bali Aga dan Bali Dataran, termasuk persamaan dan perbedaannya dari sejumlah aspek bahasa.
Riset itu bertajuk “Studi Komparatif antara Bahasa Bali Dialek Bali Aga dan Dialek Bali Dataran sebagai Penguat Jati Diri Masyarakat Bali: Perspektif Linguistis dan Historis.”
Riset melibatkan sejumlah peneliti dari Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan dari Universitas Udayanan (Unud).
Dari BRIN adalah I Made Sudiana, I Wayan Tama, Ni Luh Komang Candrawati, I Wayan Sudiartha, Ida Ayu Putu Aridawati dan Aditya Wardhani. Sementara dari Unud ikut juga peneliti I Putu Eka Guna Yasa.
I Made Sudiana memaparkan abstrak penelitiannya bermula dari pemikiran adanya perbedaan latar belakang sosial budaya antara masyarakat Bali Aga dan masyarakat Bali Dataran dalam pusaran sejarah Bali kerap menimbulkan konflik.
Dalam titik terekstrimnya, konflik tersebut bisa terjadi dalam bentuk perang. Babad Dalem dan Kidung Pamancangah menyebut peperangan yang terjadi antara masyarakat Bali Dataran yang keturunanan Majapahit, menyebabkan masyarakat Bali Aga mengungsi ke daerah pegunungan.
Berangkat dari hal itulah, kata Sudiana, penelitian ini bertujuan untuk membahas aspek linguistis dan historis bahasa Bali dialek Bali Aga dan bahasa Bali dialek Bali Dataran sehingga situasi konflik tersebut tidak terjadi pada masa kini atau masa yang akan datang.
Masalah-masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana persamaan dan perbedaan aspek fonologis dan leksikal bahasa Bali dialek Bali Aga dan bahasa Bali dialek Bali dataran. Selain itu, penting diketahui juga bagaimana aspek historis eksistensi bahasa Bali dialek Bali Aga dan bahasa Bali dialek Bali Dataran.
Selanjutnya juga diteliti bagaimana makna eksistensi bahasa Bali dialek Bali Aga dan bahasa Bali dialek Bali Dataran sebagai penguat jati diri masyarakat Bali dalam jalinan keanekaragaman budaya Indonesia.
Sudiana mengatakan, sumber data penelitian ini adalah masyarakat penutur bahasa Bali dialek Bali Aga dan penutur bahasa Bali dialek Bali Dataran di Bali.
Tim riset dari Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra; Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra; Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melkukan pengambilan data dari narasumber tokoh di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali
Secara lebih khusus, sampel penelitian untuk penutur bahasa Bali dialek Bali Aga diambil di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Desa Sembiran di Kecamatan Tejakula, Kabuapten Buleleng, dan Desa Bayung Gede di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Sampel penelitian untuk penutur Bali Dataran diambil di Desa Gelgel di Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Desa Pesinggahan di Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, dan Desa Sinduwati di Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.
“Instrumen yang digunakan untuk menjaring data linguistis adalah daftar kata budaya Swadesh,” kata Sudiana.
Data historis diambil dari Babad Dalem dan Kidung Pamancangah. Dua sumber data tersebut dilengkapi dengan instrumen penelitian berupa daftar tanyaan yang bertujuan menggali data sejarah dari para penutur bahasa Bali Aga dan bahasa Bali Dataran.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dan didukung dengan metode kuantitatif. Untuk melihat perbandingan antara bahasa Bali dialek Bali Aga dan Bali Dataran digunakan teori dialektologi.
Untuk melihat aspek historisnya, kata Sudiana, digunakan teori historiografi trasidional Bali. Untuk memaknai perbedaan dan persamaan bahasa Bali dialek Bali Aga dan bahasa Bali dialek Bali Dataran sebagai penguat jati diri masyarakat Bali, digunakan teori semiotik.
Dengan penerapan teori-teori, penelitian ini diharapkan mendapatkan hasil, yakni deskripsi persamaan dan perbedaan secara fonologis dan leksikon bahasa Bali dialek Bali Aga dan Bali Dataran dan uraian latar belakang historis bahasa Bali dialek Bali Aga dan Bali Dataran.
“Selain itu kami juga ingin mendapatkan hasil tentang perian makna bahasa Bali dialek Bali Aga dan bahasa Bali dialek Bali Dataran sebagai penguat jati diri masyarakat Bali dalam jalinan keanekaragaman budaya Indonesia,” kata Sudiana. [T][Ole]