Saat kondisi ekonomi normal pun cabai selalu dibicarakan, dicari dan dibeli. Apalagi, saat ini, ketika inflasi melanda negeri, cabai makin seru jadi bahan bicara.
Ini akibat cabai dianggap sebagai salah satu komuditi penyebab inflasi, selain bawang.
Sejak harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik, lalu disambung dengan inflasi, sejumlah pejabat sibuk membicarakan cabai. Lalu muncullah gerakan menanam cabai. Warga digerakkan menanam cabai di pekarangan rumah.
Ibu PKK, PNS. Dan pegawai kantoran, bersama keluarga mereka mendorong pergerakan untuk ikut menanam cabai dalam polybag,
Pejabat-pejabat dari pemerintah kabupaten di Bali pun ramai-ramai mengeluarkan instruksi yang mirip-mirip. Tanam cabai ramai-ramai. Mirip intruksi untuk senam kesegaran jasmani setiap Jumat.
Perusahaan daerah juga diminta membantu bibit pada TP PKK agar mereka bisa menanam cabai. Seakan-akan bertani itu gampang, Seakan siapa pun bisa. Padahal, jadi petani itu berat. Cukup petani saja.
Meski di google banyak tersebar tips menanam cabai dalam polybag, tapi menanam cabai tidak semudah membuat bumbu masak seperti juga banyak tutornya di google. Tips itu bisa dipahami, tapi bisa sngat susah diikuti.
Perlu Perawatan Rutin
l Komang Edi Juliana, lelaki asal Buleleng yang memiliki usaha pertanian terpadu Amerta Giri Lesung (TARING), menilai instruksi menanam cabai dalam polybag itu bisa dianggap keliru.
“Daripada meminta ibu-ibu PKK dan keluarga menanam cabai dalam polybag, lebih baik pemerintah fokus membantu petani cabai yang selalu setia menanam cabai,” kata Edi Juliana.
Tidak semua orang bisa menanam cabai dan dengan mulus bisa langsung panen dalam waktu tiga bulan. Cabai tak bisa ditanam begitu saja, lalu si penanam ongkang-ongkang menunggu panen. Tidak bisa. Ada sejumlah tahap pearawatan agar pohon cabai tidak layu, lalu mati.
“Maaf ya, saya tak menyangsikan,” kata Juliana.
Ia mempertanyakan; ibu-ibu atau keluarga yang punya banyak kesibukan, apalagi mereka kerja kantor misalnya, apakah punya waktu untuk merawat pohon cabai yang ditanamnya? Jika tak dirawat dengan baik, bibit yang ditanam bisa saja tumbuh, tapi di pertengahan perjalanan bisa mati dengan mudah jika tak mendapat dengan baik.
Menanam cabai, kata Juliana, memerlukan pengolahan lahan yang baik, juga upaya tekun dalam perawatan tanaman. Cabai itu sejenis tanaman sayur yang rentan dengan berbagai virus dan penyakit.
Jadi, lebih baik fokus membantu petani atau usaha tani yang memang sudah terbiasa menanam cabai. Masih banyak petani yang dengan tekun menanam cabai, meski misalnya seringkali gagal untung, antara lain akibat
Wilayah Mana di Bali yang Kerap Punya Kebun Cabai?
Edi Juliana sendiri adalah seorang petani petualang. Dia biasa keliling Bali untuk menemui petani, mengajak diskusi sembari mengedukasi cara pengelolaan pertanian, misalnya bagaimana menggunakan pupuk organik.
Saat ini ia sedang menyiapkan 500 bibit cabai untuk ditanam di sejumlah wilatah pertanian “binaannya”. Salah satu yang terluas adalah di wilayah Tamblingan, Desa Munduk, Buleleng.
Total lahan di wilayah Tamblingan yang telah ia siapkan seluas 1 hektar plus 30 are. Dari lahan seluas itu, 30 are akan ditanami cabai, sedangkan 1 hetarnya ia tanami kentang.
“Ini sedang persiapan,” katanya.
Edi Juliana melihat, selain di daerah Tamblingan, banyak petani di desa-desa atau di subak yang terus setia menanam cabai.
Di Gianyar, tepatnya di wilayah Desa Sukawati, di sekitar pasar seni, masih terdapat kebun cabai yang yang cukup luas. Ada sekitar 10 hektar tanaman cabai di Sukawati, dan itu ditanami dengan system tumpang sari dengan tanaman tembakau.
Di Buleleng selalu terdapat perkebunan cabai di Gerokgak. Bahkan di Gerokgak sempat terjadi booming panen, sehingga membuat harga cabai menjadi turun harga, sampai sekitar Rp 20 ribu hingga 25 ribu perkilo gram.
Di Wilayah Baturiti, Bedugul dan Pancasari terdapat sejumlah perkebunan cabai besar, atau di Bali biasa disebut cabai lombok.
Di Desa Apuan, Kecamatan Baturiti, Tabanan, juga ada petani yang tetap menanam cabai, meski lahannya tergolong sedikit yakni sekitar 35 are. Demikian juga di wilayah Desa Sedang, Badung, terdapat juga petani tetap menanam cabai.
Jika Mahal Untung Berlipat
Tantangan menanam cabai memang lebih banyak pada harga pasar. Jika cabai dirawat dengan apik, lalu mulus hingga musim panen, maka petani pun untung berlipat-lipat. Tapi jika harga anjlok, ya petani rugi.
Namun jarang terjadi harga cabai anjlok sampai ke titik terendah. Hitungannya, harga berkisar antara Rp 5 ribu hingga Rp 7 ribu saja, petani sudah pakpok alias seri, alias sapih, alias tidak untung tidak rugi. Jika harganya sampai Rp 50 ribu seperti sekarang ini, maka petani pun dipastikan untung.
Cabai di Desa-Desa di Buleleng Dipantau
Di Buleleng, daerah yang menjadi sentra produksi beragam jenis cabai, mulai dari cabai rawit yang produksinya berpusat di Desa Pakisan dan Bontihing, Kecamatan Kubutambahan. Di desa itu terdapat luas kebun total sekitar 15 hektar.
Selain itu, terdapat cabai besar yang diproduksi pada wilayah Desa Tambakan, Kecamatan Kubutambahan, dan Desa Gobleg, Kecamatan Banjar dengan luas kebun sekitar 50 hektar.
Kebun cabai di desa di Buleleng
Dinas Pertanian (Distan) Buleleng yang bersinergi dengan Perumda Pasar Argha Nayottama dan Perumda Swatantra, terus melakukan pantauan dan intervensi ke sentra produksi cabai demi menghindari lonjakan harga.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta mengatakan, dari hasil pantauan menyebutkan harga komoditi cabai di Kabupaten Buleleng masih terkendali dengan baik. Komparasinya dengan harga cabai pada kabupaten/kota lain di Bali yang rata-rata bisa mencapai Rp 60.000 per kilogram, sedangkan di Buleleng per hari ini masih sekitar Rp 50.000 per kilogram.
“Untuk di tingkat petani sekarang harga cabai kisaran Rp 48.000 per kilogram dan Rp 50.000 per kilogram yang ada di pasaran,” kata Sumiarta, Selasa 20 September 2022.
Dari hasil pantauan ditemkan sejumlah kendala yang dihadapi petani cabai, antara lain adanya pengaruh iklim yang tidak menentu, serta beberapa spekulan dari luar Buleleng yang mencari kebutuhan cabai dalam jumlah yang cukup besar sehingga dapat berpotensi menaikan harga cabai di pasaran karena keterbatasan jumlah produksi.
“Tetapi hal ini tidak membuat tim inflasi daerah menyerah untuk tetap bersinergi dengan perumda yang langsung terjun meninjau ke laapangan,” tegasnya.
Dinas Pertanian mengupayakan berbagai hal untuk menanggulangi peningkatan inflasi komoditi cabai melalui pencarian langsung sentra produksi cabai serta memfasilitasi produk dengan perusahaan daerah guna menjaga stabilitas harga. [T][Ado/*]