13 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Perjalanan Menuju Candi Tebing Gunung Kawi, Sebuah Pengalaman Waktu dan Ruang yang Liyan

Jong Santiasa PutrabyJong Santiasa Putra
July 20, 2022
inKhas
Perjalanan Menuju Candi Tebing Gunung Kawi, Sebuah Pengalaman Waktu dan Ruang yang Liyan

Peserta Temu Seni Tari - Indonesia Bertutur di areal situs Gunung Kawi, Tampaksiring, Gianyar, Bali

Pukul 07.45 Wita I Made Susanta Dwitanaya sudah tiba di halaman parkir Amatara Agung Raka Hotel. Di Ubud, Gianyar Bali. Ia segera beranjak mencari panitia, kemudian menanyakan apakah dirinya terlambat?

Sementara itu kawan-kawa peserta Temu Seni Tari – Indonesia Bertutur, tengah menyelesaikan sarapan. Bus ukuran sedang sudah menghidupkan mesin, untuk mendinginkan ruangan. Made Susanta tampak lega, kemudian ia duduk bersama panitia di markas nomor 101-dibuatkan kopi. “Bli, ngopi dulu, santai, nanti akan saya kabari kalau segera berangkat,” ujar salah satu LO kepadanya.

Selasa, 19 Juli 2021 rombongan peserta akan berangkat menuju ke Pura Gunung Kawi, Tampaksiring, untuk melaksanakan kunjungan situs.  Made Susantalah yang bertugas untuk menjadi semacam tour guide selama perjalanan menuju situs. Selain sebagai akademisi, peneliti dan penulis, Made Susanta merupakan salah satu pengempon pura Gunung Kawi, dari Banjar Penaka, Tampaksiring.

Di tengah perjalanan Made Susanta berbagi pengalaman tentang keluarganya yang bekerja di Kawasan Gunung Kawi. Kakeknya berjualan buah kelapa untuk para turis, ayahnya pengukir batok kelapa,  dan ibunya aktif menjajakan barang dagangan di kios kecilnya.

Masa kecil Made Susanta juga dihabiskan di aliran-aliran sungai tukad Pakerisan, entah memancing, bermain di sungai, dan yang paling ia senang adalah mandi bersama teman-temannya.

Bus akhirnya melaju pelan ketika keluar hotel, tampak rombongan turis berjalan di trotoar, mobil-mobil yang mengangkut tamu juga berjejal di pertigaan Pengosekan dekat Pertamina. Setelah melewati pertigaan Peliatan, bus melaju kencang, sekencang waktu memintas peradaban-peradaban di situs Pura Gunung Kawi.

Foto: Kadek Yogi Prabhawa dari BPCB Bali sedang menjelaskan candi 4 kepada peserta. (memakai baju biru gelap, memegang botol minuman mineral)

Tibalah rombongan, kawan-kawan diarahkan untuk memakai kamen di area pos jaga, beberapa kawan saling bantu, ada juga yang melakukannya sendiri. Beberapa menit kemudian perjalanan menuruni tiga ratusan anak tangga dimulai. Tentu saja sambil dipandu oleh Made Susanta, setiap ada spot penting, kawan-kawan akan bergerombol untuk mendengar Made Susanta.

Berulang kali, Made menyapa pedagang souvenir di sana. Sebab memang semua pedagang itu ia kenal. Ia mengaku juga bahwa ketika di pos jaga,  ia disapa ayahnya, yang sedang duduk di situ.

“Saya rasanya nanti tidak pulang ke Denpasar, tadi ketemu nanang (ayah dalam bahasa Bali)saya di pos jaga, kalau tidak tidur di rumah, nanti bahaya. Padahal saya tidak mengabari ada acara ini ke sini, kok bisa ketemu ya,” ujarnya sambil tertawa, kepada salah seorang panitia.

Perjalanan kemudian menikung ke arah sawah, menuju Candi Kesepuluh. Melewati pematang sawah yang sudah diplester, lalu memasuki gerbang batu, menyusur anak tangga yang serasa membelah hutan, sebab kiri kanan perjalanan itu ditumbuhi pohon-pohon lebat. Selain Made Susanta, perjalanan rombongan ditemani oleh Kadek Yogi Prabhawa dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Bali.

Foto: Persembahyangan di pura, sebagian peserta Temu Seni Tari – Indonesia Bertutur juga turut sembahyang

Kadek Yogi menjelaskan, di Candi Kesepuluh ini merupakan candi yang difungsikan untuk para pejabat tinggi di kerajaan. Karena ditemukannya tulisan aksara Kediri Kwadrat, yang menulis kata Rakryan, berarti pejabat.

Ia lebih jauh menjelaskan Candi Gunung Kawi terdiri dari 3 kompleks  candi, Candi Empat, Candi Lima, dan Candi Kesepuluh. Candi Kesepuluh ini terdiri dari ceruk-ceruk, serta candi bertumpang yang dipahat di tebing, bukan disusun menggunakan batu seperti kebanyakan candi di Indonesia. 

Ceruk-ceruk yang peserta lihat berupa ruang persegi panjang, atau persegi empat, ada semacam tempat masuk serupa lubang pintu, dan lubang jendela.

Dalam ruang ceruk itu, tampak ditumbuhi lumut hijau di bagian dinding-dindingnya, sesekali peserta meraba dinding ceruk, ada yang mengabadikan gambar, ada pula yang diam termangu memperhatikan kemegahan candi, beberapa peserta ada yang membilas rambutnya dengan air yang mengucur di depan candi.

“Ini airnya bukan untuk membilas wajah, tapi biasanya di percikan ke rambut atau ke kepala,” ujar Made Susanta, kemudian mengizinkan beberapa kawan untuk membilas air ke rambutnya.

Foto: Berbagi metode, dari Ayu Ananta – Bali

Made Susanta menambahkan piodalan (upacara) di Pura Candi Kesepuluh atau Pura Bukit Gundul bertepatan dengan hari Raya Saraswati, hari yang diperingati sebagai turunnya ilmu pengetahuan bagi masyarakat Bali. Makanya kebanyakan orang tua-orang tua di desanya menyarankan untuk melakukan persembahyangan jika mendekati ujian semester atau tes di sekolah.

Perjalanan dilanjutkan ke Candi Empat, melewati prapasan tebing yang dibelah menjadi jalan, sebelum memasuki area candi, peserta memasuki lubang batu besar, semacam pintu purba yang seolah menghantarkan peserta rombongan pada dimensi waktu yang liyan.  

Menurut Kade Yogi yang membaca sejumlah penelitian dari para arkeologi diyakini bahwa kompleks Candi Tebing Gunung Kawi telah dibangun pada kisaran abad ke-10 hingga abad ke -11. Kemungkinan Candi Gunung Kawi sudah dibangun pada masa pemerintahan Raja Udayana (989-1011Masehi). Kemudian pembangunan dilanjutkan pada masa pemerintahan anak-anaknya, Marakata (1022-1025) maupun Anak Wungsu (1049-1077).

Foto: Bendesa Pura Gunung Kawi menyambut peserta di wantilan

Kompleks percandian ini juga diduga sebagai sebuah asrama, ceruk-ceruk yang tersebar di seluruh kompleks candi diduga sebagai tempat penekun ilmu pengetahuan yang tinggal sementara waktu untuk melaksanakan praktek-praktek rohani. Keberadaan kawasan candi yang dialiri oleh sungai, serta gemericik air, juga memperkuat asumsi tersebut.

Perjalanan pun dilanjutkan untuk melakukan persembahyangan di pura, sebagian peserta juga turut sembahyang. Kemudian ada sarasehan yang berjudul “Gunung Kawi : Antara yang Silam dan yang Liyan”. Narasumber I Ketut Eriadi Ariana (Jero Penyarikan Duuran Batur) dan Ni Made Ari Dwijayanthi (Akademisi, Pemerhati Lontar).

Jero Eriadi membawa diskusi mengenai “Gunung Kawi : Jejak Tatahan ‘Paras’ dan Guratan ‘Karas’, sementara Ari Dwijayanthi lebih menyoal tentang keindahan yang termaktub dalam presentasinya berjudul “Gunung Kawi antara Silam dan Liyan, Tutur Angkihan : Berkisah di Balik Tebing-Tebing Gunung Kawi”.

Setelah kawan-kawan mengikuti diskusi, program dilanjutkan dengan berbagi metode oleh 4 peserta Seni Temu Tari yaitu Ayu Ananta – Bali, Ayu Permata Sari – Lampung, Gusbang Sada – Bali dan Razan Wirjosandjojo-Surakarta.

Foto: Latihan di candi oleh Gusbang Sada – Bali dan Razan Wirjosandjojo – Surakarta

Ayu Ananta- Bali menjelaskan bagaimana ulak-alik ketubuhan tradisi dan kontemporer menjadi ruang ekspresinya, kemudian peserta mempraktekkan sejumlah gerakan yang sebelumnya dipraktekan olehnya. Ayu Permata Sari – Lampung, menjelaskan bagaimana isu di daerah yang ia teliti, terkait manusia yang kecil ini, berada pada jaringan kuasa yang lebih besar. Seperti agama, kuasa, politik, dan lain-lain. Tarik menarik ini menjadi satu metode latihan, seorang peserta harus mengikuti sumber suara, namun harus menjauh ketika mendengar desis-an.

Sementara Gusbang Sada lebih banyak menjelaskan tentang ruang dua dimensi, menautkan antara Candi Gunung Kawi dengan tari Bali yang ia anggap sebagai presentasi dua dimensi antara penonton dan penari.

Razan Wirjosandjojo-Surakarta, menjelaskan bagaimana energi di alam semesta dapat bersinergi menjadi satu kesatuan dalam tubuh manusia. Dipraktekan di depan Candi Lima, dengan ruang yang besar, dan candi yang besar. Manusia tampak kecil dan tak berdaya. Tubuh peserta bergetar sesuai arahan Mas Razan, hingga sampai pada titik rendah saat semua mengembalikan energi alam ke tanah.

Foto: Di depan candi

Setelah sesi Mas Razan kawan-kawan peserta diperintahkan untuk puasa berkomunikasi dengan bahasa. Tidak ada yang berbicara, tidak ada yang mengobrol, perjalanan menuju bus menaiki tangga, hening, jejak jejak kaki seketika bisu, seperti penekun jalan rohani yang tengah mengukur perjalanan mereka. Nafas ditahan, terjaga dalam tubuh kawan-kawan peserta. Semua tampak lelah, tapi masih mampu melanjutkan perjalanan.

Hari kedua, pada malam hari dilanjutkan dengan berbagi metode, dan forum group discussion, yang diinisiasi oleh kelompok peserta masing-masing. [T]

BACA JUGA:

Laboratorium Seni yang Organik dan Terbuka | Temu Seni Tari, Indonesia Bertutur – Bali
Tags: Gunung KawiIndonesia Bertuturseni tariTemu Seni Tari
Previous Post

Pemimpin yang Menulis Adalah Pemimpin yang Baik

Next Post

“Mata-Mata Polisi” dan Ujung Pedang | Kisah Tragis Terbunuhnya Dua Pemuda di Pegayaman

Jong Santiasa Putra

Jong Santiasa Putra

Pedagang yang suka menikmati konser musik, pementasan teater, dan puisi. Tinggal di Denpasar

Next Post
“Mata-Mata Polisi” dan Ujung Pedang | Kisah Tragis Terbunuhnya Dua Pemuda di Pegayaman

“Mata-Mata Polisi” dan Ujung Pedang | Kisah Tragis Terbunuhnya Dua Pemuda di Pegayaman

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Pendidikan di Era Kolonial, Sebuah Catatan Perenungan

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 13, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

PENDIDIKAN adalah hak semua orang tanpa kecuali, termasuk di negeri kita. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,  dijamin oleh konstitusi...

Read more

Refleksi Visual Made Sudana

by Hartanto
May 12, 2025
0
Refleksi Visual Made Sudana

JUDUL Segara Gunung karya Made Sudana ini memadukan dua elemen alam yang sangat ikonikal: lautan dan gunung. Dalam tradisi Bali,...

Read more

Melihat Pelaku Pembulian sebagai Manusia, Bukan Monster

by Sonhaji Abdullah
May 12, 2025
0
Melihat Pelaku Pembulian sebagai Manusia, Bukan Monster

DI Sekolah, fenomena bullying (dalam bahasa Indoneisa biasa ditulis membuli) sudah menjadi ancaman besar bagi dunia kanak-kanak, atau remaja yang...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co