Pada tanggal 3 Juli 2022 siang saya mengendarai mobil menuju Little Talk Café yang berada di Jalan Raya Ubud di Ubud, Gianyar, Bali, untuk menghadiri acara Ubud Bookclub. Saya masuk dari arah Sukawati. Lalu lintas relatif lancar sampai di Jalan Cok Rai Pudak. Mulai dari jalan raya Teges kemacetan muncul.
Saya mengendarai mobil menelusuri Jalan Made Lebah lalu belok ke utara menuju Jalan Pengosekan Ubud dan kemudian melalui Jalan Raya Monkey Forest. Rute tersebut saya pilih karena saya anggap lebih lancar daripada rute Jalan Cok Gede Rai-Jalan Raya Ubud.
Ternyata dugaan saya salah. Kemacetan yang terjadi di rute yang saya lalui sama saja dengan rute yang sebelumnya saya lalui saat menuju Hotel Gayatri untuk menghadiri acara yang sama dua minggu lalu.
Setelah melalui kemacetan, saya akhirnya memarkir mobil di tepi Jalan Raya Ubud yang tidak jauh dari Little Talk. Sambil menunggu waktu, saya keluar dari mobil dan memutuskan untuk berjalan kaki. Saya selalu parkir mobil di tempat yang paling gampang keluar masuk mobil sekalipun harus berjalan puluhan meter hingga ratusan meter.
Perbedaan yang saya temukan berjalan kaki dibandingkan dengan mengendarai mobil dan sepeda motor adalah terdapat sentuhan langsung dengan bentang lahan (landscape) yang dilalui ketika berjalan. Saat menyetir mobil saya berada di ruangan tertutup, tidak sepenuhnya bersentuhan dengan lingkungan.
Begitu juga dengan sepda motor, karena lajunya cepat, sentuhan yang saya dapat amat minim. Dengan Saya merasakan langsung polusi udara, kebisingan, ketidaklayakan jalur pejalan kaki, dan melihat bahwa pemandangan menjadi terganggu saat kendaraan bermotor parkir di badan jalan.
Berjalan kaki sejauh tiga ratus meter dari tempat parkir tidak buruk. Justru akan lebih sehat.
Saya berpikir, dan punya saran sederhana untuk mengatasi kemacetan di Ubud. Yakni, ada sentral parkir terpadu, di mana ada tempat pejalan kaki yang nyaman, dan ada shuttle bus dengan pengaturan yang bagus.
Sentral Parkir Terpadu
Saat ini ada satu sentra parkir di Ubud yaitu di Jalan Monkey Forest. Penggunaan sentra parkir tersebut belum optimal. Di sepanjang jalan Monkey Forest, badan jalan sering dipakai untuk parkir kendaraan. Ini buat arus lalu lintas tersendat.
Orang orang lebih suka parkir kendaraan di badan jalan supaya langsung sampai tujuan dan tidak berjalan jauh. Meski sudah ada rambu dilarang parkir, tetap saja dilanggar. Ketidakdisiplinanan berlalulintas dan lemahnya penegakkan aturan harus dibenahi. Semua ini berakibat pada kurang nyamannya wisatawan. Tiap kemacetan itu pasti membuang waktu dan materi. Bensin, oli dan aki terkuras sia sia.
Sentra parkir bukan hanya sekedar tempat parkir mobil saja. Ia terhubung dengan kendaraan khusus, penataan parkir dan jalur pejalan kaki. Penggunaan sentra parkir akan maksimal bila tiga hal yang terhubung dengannya memadai.
Foto: Sentral Parkir di Ubud
Pemerintah harus siapkan shuttle bus dari sentra parkir yang melintasi jalan Monkey Forest, Jalan Hanoman, Jalan Dewi Sita dan Jalan Raya Ubud yang membentang dari Istana Ubud sampai kantor BPD Bali yang terletak di persimpangan Jalan Raya Ubud dan Jalan Hanoman.
Tiap tiga ratus meter harus disiapkan halte pemberhentian. Tanda Halte bus harus jelas dan tidak terhalangi oleh pohon, tiang atau papan reklame. Shuttle bus wajib memiliki tempat duduk yang nyaman dan ber AC demi kenyamanan penumpang yang merupakan wisatawan di Ubud.
Di sepanjang jalan yang akan dilalui oleh shuttle bus, badan jalan sama sekali tidak boleh dijadikan tempat parkir atau dagangan kaki lima. Tiap kendaraan bermotor harus parkir di sentra parkir atau di tempat yang disediakan oleh pemilik usaha.
Ini akan memperlancar lalu lintas dan meningkatkan efisiensi waktu perjalanan shuttle bus. Orang orang akan semakin banyak memanfaatkan kendaraan itu karena waktu tempuhnya. Waktu pengiriman barang juga akan lebih singkat.
Pemandangan kota tentunya akan lebih asri bila parkir tertata. Dari segi aturan, Polisi lalu lintas melakukan patrol di kawasan untuk memastikan aturan terlaksana. Pemilik kendaraan yang melanggar parkir harus dikenakan sanksi. Ini juga akan menumbuhkan budaya berjalan kaki dan mengendarai sepeda dayung karena “dipaksa”oleh lingkungan untuk itu.
Jalur Pejalan Kaki di Jalan Monkey Forest, Jalan Dewi Sita, Jalan Hanoman dan Jalan Raya Ubud masih belum sepenuhnya layak. Ukuran yang sempit dan tidak mulus membuat pejalan kaki kurang nyaman. Kadang kala sepeda motor terlihat parkir di atas trotoar membuat pejalan kaki merasa rentan. Mereka berpotensi besar terbentur sepeda motor yang parkir di tengah jalan.
Trotoar tempat orang berjalan harus bebas dari pedagang kaki lima dan parkir kendaraan. Benahi trotoar agar aman dan nyaman digunakan untuk segala usia. Lubang lubang harus ditutup dan bagian yang tidak rata karena lapisannya rusak harus diperbaiki. Trotoar yang inklusif untuk segala usia dapat dilalui oleh kursi roda dan orang difabilitas.
Jika sentral parkir Monkey Forest berfungsi maksimal dan terpadu sehingga arus lalu lintas lancar di kelurahan tersebut, maka akan terjadi efek beruntun yaitu kendaraan yang melintasi ujung timur jalan raya Ubud yang ditandai dengan patung Dewa Indra sampai Jalan Raya Sanggingan akan relative lebih lancar. Kemacetan akan semakin berkurang.
Waktu tempuh kendaraan dari Jalan Raya Pengosekan, Jalan Cok Gede Rai dan Jalan Made Lebah juga lebih singkat. Tiga jalan ini adalah rute yang paling sering dilalui oleh kendaraan yang datang dari arah Denpasar, Kuta Selatan, Kuta Utara, dan Kecamatan Sukawati menuju pusat Ubud. [T]