Perupa I Made Sumadiyasa menggelar pameran tunggal bertajuk “Refresh” di Komaneka Gallery Jalan Monkey Forest, Ubud, Gianyar – Bali. Solo exhibition pelukis asal Desa Lalanglinggah-Tabanan ini, akan dibuka pemilik Komaneka Gallery, Koman Wahyu Suteja, Sabtu, 25 Juni 2022 sore.
Sumadiyasa akan memeriahkan acara pembukaan dengan performs lagu bernafaskan doa. Tak ketinggalan, putri keduanya, Made Hening Arisma Dewi tampil dengan modern dance di sela-sela apresasi karya.
Pameran karya Sumadiyasa ini diawali dengan living gallery di Komaneka Gallery pada tanggal 1 Juni 2022 dengan tema “Refresh”. Saat living gallery tersebut, Made Sumadiyasa memilih waktu memulai berkarya pukul 02.00 dini hari. Sebab, dalam sunyi dan ketenangan dini hari, Made Sumadiyasa merasa bisa lebih fokus dalam doa suasana Ubud yang sejuk dan tenang dalam mengekpresikan ide-idenya saat berkarya.
Dalam living gallery, lulusan ISI Yogyakarta ini kembali mencoba belajar mengolah nafas, menyegarkan pikiran dan perasaan selama dua tahun keterpurukan PPKM akibat Covid 19. Sumadiyasa melakukan aktivitas dengan mempererat kebersamaan dalam keluarga. Sang istri, Nyoman Henni Kesari ikut merespons lantunan doa Sumadiyasa, dengan tarian sederhana. Kemudian anak-anaknya juga memaknai dengan latihan menari.
Alhasil, dalam waktu 24 jam, Made Sumadiyasa bisa menyelesaikan sebanyak 18 karya lukisan beragam ukuran, seperti ‘’Dialog’’ berukuran 150 x 200 cm, ‘’Dancing on the Horizon’’ 150 x 200 cm, ‘’Mountains Symphony’’ 150 x 350 cm, ‘’Motions on the Beach’’ 200 x 300 cm. Bahkan, Sumadiyasa melahirkan karya berukuran besar berjudul ‘’Morning Grace’’ 200 x 380 cm. Delapan belas karya yang berbahan kanvas dengan warna acrylic itu akan dipamerkan selama sebulan di galeri tersebut.
Made Sumadiyasa mengatakan, pada masa PPKM selama pandemi Covid 19 tahun lalu, semua art gallery membatasi kegiatannya. Komaneka Gallery salah satu galeri seni di Jalan Monkey Forest Ubud, mempunyai gagasan mengundang para seniman di Bali untuk berkarya selama 24 jam di galeri tersebut. Kemudian hasil karyanya dipamerkan sebulan penuh.
‘’Saya salah satu perupa yang diberi kesempatan itu. Selama pameran pihak galeri beberapa kali menset-up lunch on, tentunya dengan prokes ketat. Pihak galeri mengundang tamu-tamu clientnya, baik expatriate maupun lokal untuk datang sharing dan menyaksikan pameran tersebut,’’ ujarnya.
Aktif Berkarya
Made Sumadiyasa saat PPKM tahun lalu tetap aktif berkarya. Selain berkarya eksplorasi dalam karya lukisan, di sela-sela berkarya Made Sumadiyasa dengan petikan gitar akustiknya, bernyanyi melantunkan doa-doa sederhana untuk belajar terhubung kepada Hyang Kuasa, mensyukuri berkah dan energi semesta yang selalu mengalir, namun sering tidak disadari. Hasil lantunan puja dan doa-doa sederhana itu terangkum dalam album ll BERKARMA–(BERnyanyi, berKARya dan lantunkan MAntra).
Dalam album BERKARMA ini Made Sumadiyasa duet dengan Wayan Balawan, maestro gitaris dari Batuan Bali. Album BERKARMA itu disupport oleh sastrawan dokter Dewa Putu Sahadewa, Sp.O.G., pendiri Dedari Art Institute, yang dilaunching tahun lalu di Geoks Singapadu milik Prof. Dr. I Wayan Dibia.
‘’Itulah salah satu cara saya mewujudkan syukur atas anugerah Tuhan, sang pencipta alam semesta, yakni lewat BERKARMA yaitu bernyanyi, berkarya dan melantunkan mantra. Lewat pameran Refresh ini saya ingin menghadirkan pesan bahwa dalam kondisi apa pun, berkarya adalah keharusan dan bersyukur adalah keniscayaan,’’ kata Sumadiyasa.
Pada awal dekade 1990 Sumadiyasa telah mengejutkan publik dan memperoleh apresiasi internasional dengan karya-karya abstrak ekspresionistiknya. Bahkan, saat menjadi mahasiswa di ISI Yogyakarta pada tahun 1995, Sumadiyasa telah diundang dalam pameran Art Asia, International Fine Art Exhibition, cikal bakal Art Basel Hongkong. Salah satu karyanya dijadikan cover majalah Asian Art News, sebuah media seni penting di kawasan Asia (1996). [T][RLS/*]