Di Desa Sawan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali, ada perajin gong dengan bahan berbeda dari kebanyakan gong lainnya. Jika biasanya gong dibuat dari bahan perunggu, barungan gong di Desa Sawan ini terbuat dari tiga bahan campuran logam; timah, tembaga dan besi, Namanya gong tridatu.
Made Suwanda adalah salah satu perajin gong tridatu di Desa Sawan. Ia merintis usaha yang diteruskan dari ayahnya.
Pada tahun 1998, Suwanda memulai usahanya dengan merk “Surya Nada Gong”. Lalu usaha berkembang, tentu saja berkembang tidak semudah yang dibayangkan. Banyak kendala yang dialaminya sampai akhirnya produk gong yang dibuatnya dapat dikenal lebih banyak lagi dan tidak hanya pada lingkup daerah Buleleng saja.
Sebelumnya Suwanda tak menguasai teknik pembuatan gong, namun dengan tekad yang kuat ia membuktikan dalam jangka waktu 4 tahun, tepatnya pada tahun 2002, usaha miliknya berkembang sampai mendapat pelanggan hampir mencakup wilayah seluruh Bali. Ia bahkan kemudian memperkejakan tenaga kerja sejumlah enam orang.
“Usaha yang saya geluti ini membuat produk seluruh jenis gamelan bali seperti angklung, gong kebyar, baleganjur, serta souvenir. Dan kebanyakan pesanan yang saya terima juga dari luar daerah Buleleng membeli bahan yang sudah dibentuk menjadi gong, kemudian pembeli tersebut melanjutkan finishingnya,” ujar Suwanda.
Produk gong tridatu di Desa Sawan Buleleng | Foto: Diskominfo Buleleng
Tentang gong tridatu yang diciptakan itu, Suwanda.mengatakan produk itu hanya satu-satunya di Bali. Tridatu dalam konteks gong ini merupakan konsep yang memadukan tiga unsur logam yaitu timah, tembaga, dan besi.
Awal mula Suwanda mendapatkan ide untuk berinovasi bermula dari adanya pandemi Covid – 19. Ia merasakan omset yang turun drastis dikarenakan bahan gong yang pada umumnya perunggu dirasa mahal pada kondisi pandemi.
Maka dari itu, Suwanda menerapkan ide tersebut dengan membuat satu produknya selama 3 bulan serta hasilnyapun hampir sama mulai dari bentukan dan nada yang dikeluarkannya dengan gong yang berbahan perunggu.
“Gong tridatu ini saya ciptakan sebagai alternatif bagi para semeton Bali maupun luar Bali yang ingin memiliki gamelan barung dengan kualitas sama dengan perunggu namun dengan harga lebih murah. Dengan harga pada perunggu di 2,5 juta rupiah perbuahnya sedangkan jika memilih gong berbahan tridatu ini dihargai 1,8 juta rupiah perbuahnya,” ucap Suwanda.
Proses pembuatan gong ini hampir sama dengan proses pembuatan gong pada umumnya. Tahapan awalnya, yaitu mulai dari peleburan bahan baku yang menurut pengungkapannya berasal dari Jawa dengan panas mencapai 800◦C. Selanjutnya bahan itu di tuang kedalam cetakan gong dan ditempa atau dipukul terus menerus agar tidak sampai kehitaman.
Langkah berikutnya, bahan itu disepuh dengan air dan langsung ditempa untuk kedua kalinya. Hingga pada proses akhir finishing dengan amplas dan melakukan tes bunyi yang ia lakukan sendiri.
Proses pembuatan gong tridatu di Desa Sawan-Buleleng | Foto: Diskominfo Buleleng
Dalam sehari ia hanya dapat mencetak 2 buah gong saja, dan jika dihitung secara keseluruhan untuk membuat 1 unit gong barung dibutuhkan waktu mencapai 6 bulan lamanya.
“Kalau gong ini dibuat berdasar permintaan karena terkendala dipermodalan. Bayangkan saja, untuk membuat satu set barung gong kebyar berbahan perunggu bisa mencapai 400 juta rupiah, sedangkan yang berbahan tridatu mencapai 230 juta rupiah itupun harus dengan tanda jadi juga, jadi kita tidak bisa sama sekali membuat stok lebih,” tegas Suwanda.
Ia menyampaikan harapannya untuk Pemerintah Kabupaten Buleleng agar selalu mendukung UMKM dari segi permodalan, sarana prasarana, serta pemasarannya. Agar dikemudian hari pengerajin Buleleng ini dapat mampu bersaing di luar Bali bahkan mencapai luar negeri.
Perbekel Desa Sawan Nyoman Wira mengatakan di Desa Sawan ini pengerajin pande gong dan pande besi tersebut sudah sering diberikan pelatihan melalui Kementerian Perindustrian RI dengan perantara kelompok-kelompok binaan yang ada di Desa Sawan. Atas hal itu, banyak pengerajin ini mendapatkan pengetahuan baru mengenai perkembangan teknologi yang dapat mendukung efisiensi dalam menjalankan usaha.
“Kita sedang gencar menawarkan hasil produk dari pengerajin yang kita miliki di desa ini, mulai dari desa-desa lain lingkup Kabupaten Buleleng, bahkan apabila ada yang sedang mencari kebutuhan gong dan perlengkapan olahan pande besi agar dapat berbelanja langsung ke Desa Sawan,” ucapnya.
Produk gong tridatu di Desa Sawan Buleleng | Foto: Diskominfo Buleleng
Wira menjelaskan berbagai upaya yang dilakukannya guna pengerajin dari pande besi dan pande gong ini tetap berlanjut dengan mengikutsertakan anak dari pengerajin itu dalam pelatihan. Dengan mengikutsertakan kaum milenial harapannya usaha yang dijalani terus berkreatifitas menciptakan produk-produk melalui inovasi baru dan dapat menciptakan sistem kerja yang efisien. Tentunya dibarengi dengan dukungan perkembangan teknologi serta sarana dan prasarana memadai.
Bukan saja melalui pelatihan, dukungan dari pihak desa untuk kemajuan usaha kerajinan ini yaitu melalui dana Bumdes menyiapkan permodalan seperti pembelian mesin, sarana prasana, dan lain-lain. Meskipun dirasa dengan modal yang kecil namun dari pemerintah desa tetap berusaha penuh selalu memberikan dukungan demi keberlangsungan usaha yang merupakan unggulan di daerah ini.
“Kalau penjualan pengerajin sudah memiliki teknik pemasarannya sendiri, serta wilayah yang menjadi target pemasarannya masing-masing. Dan tidak main-main, usaha dari perangkat desa serta segala pihak yang mendukung guna mempublikasikan produk kerajinan ini membuahkan hasil hingga dapat menjual sampai Sumatera, Sulawesi, NTB, dan NTT. Produk yang dipasarkanpun meliputi alat pendukung pertanian, peralatan dapur, instrument gong, dan lain-lain,” jelas Wira. [T][Ado/*]