Jagad kuliner Indonesia sedang heboh. Gara-gara menu nasi padang dengan bahan dasar babi. Kami mencoba melakukan wawancara dengan babi. Guna mendengar pendapat mereka tentang kehebohan ini.
Para penggemar nasi padang geger. Sebab salah satu restoran online di Jakarta, menyediakan menu nasi padang dengan bahan dasar daging babi. Restoran online itu sebenarnya hanya buka selama tiga bulan, lalu bangkrut. Meski sudah tutup bertahun-tahun lalu, tapi masyarakat masih heboh.
Sejumlah tokoh angkat bicara. Dari penggemar nasi padang, penjual, polisi, anggota DPR, sampai tokoh agama. Sayangnya tidak ada artikel yang menghadirkan wawancara dengan pihak utama yang terseret dalam pusaran kehebohan itu. Yakni babi. Tentu pendapat mereka juga patut didengar.
Demi memuluskan rencana tersebut, kami menghubungi Agus, balian yang punya keilmuan linuwih. Tak hanya itu dia juga menguasai ilmu Aji Gineng, ilmu yang memungkinkan manusia berkomunikasi dengan hewan.
Dengan didampingi Agus, kami bertemu dengan salah satu tokoh babi. Dia adalah ras babi hutan yang mukim di wilayah Bali Barat. Meski tinggal di pelosok hutan, ternyata dia update dengan informasi-informasi terkini.
T: Apakah anda sudah mendengar kabar berita terbaru tentang babi?
B: Soal nasi padang babi itu? Ya saya sudah mendengarnya langsung. Pengikut saya sudah mengabarkan itu. Manusia sedang membicarakan itu dimana-mana.
T: Bagaimana komentar anda?
B: Sejujurnya saya tidak habis pikir. Kok bisa-bisanya orang membuat nasi padang dari bahan dasar daging babi. Itu jelas-jelas penghinaan bagi kami para babi.
T: Bagaimana bisa anda menyebut itu sebagai penghinaan?
B: Sejak jaman dulu itu sudah ada istilah kasruth. Itu makanan yang tidak boleh dimakan orang-orang Yahudi. Kemudian ada lagi istilah haram untuk umat muslim. Kami, para babi, jelas kasruth dan haram. Nah nasi padang itu selama ini kan stigmanya makanan halal. Bagaimana mungkin kami para babi mau distigma sebagai makanan halal. Itu benar-benar pelecehan dan penghinaan besar bagi kaum kami.
T: Jadi ras anda tidak bersedia ada dalam daftar menu nasi padang?
B: Jelas kami tidak terima. Itu sudah sikap kami. Bukan hanya nasi padang. Tapi makanan-makanan lain yang identik dengan stigma kosher dan halal. Brand kami itu sudah jelas, kasruth dan haram. Pernah dengar brand bakso 100% haram kan? Nah itu baru cocok dengan kami.
T: Menurut anda, apa yang seharusnya dilakukan dalam khasanah kuliner manusia?
B: Manusia itu otaknya cerdas. Lebih cerdas dari kami para babi. Kan sudah banyak makanan yang terbuat dari daging babi. Bakso, bakpao, siobak. Kalau makanan di China, semua yang ada bak-baknya itu jelas dari daging babi. Kalau mau makanan yang halal, cari yang bahan dasarnya ayam. Contohnya koloke, sioke. Semua yang ada ke-ke itu bahan dasarnya pasti ayam. Itu kalau di China.
T: Bagaimana dengan Indonesia?
B: Ada banyak makanan dari babi. Kalau orang Indonesia sukanya babi kecap, rica-rica babi, se’i babi, sangsang, termasuk babi guling. Kalau orang luar negeri itu suka pork steak, pork ribs, ham. Itu sudah brand kami. Jadi jangan kami di-stigma dengan makanan yang identik dengan dengan hal yang kosher dan halal.
T: Kalau rendang babi bagaimana?
B: Ya kalau mau buat rendang babi silahkan. Babi cabai hijau, balado babi, atau menu-menu lain yang dimasak dengan gaya orang minang, ya silahkan saja. Namanya juga kreativitas manusia memasak babi.
T: Apakah manusia perlu membuat standarisasi haram?
B: Itu langkah yang berlebihan. Toh sudah ada standarisasi halal. Kalau halal, sudah ada label, cap, dan logonya. Kalau nggak ada labelnya, ya anggap saja haram. Lagian saya heran dengan manusia. Soal makanan haram dibesar-besarkan. Giliran makan uang haram, malah diam-diam bae. [T]