Ilmu-ilmu kehumasan dan jurnalistik bisa saja mirip bahkan bisa juga sama, tapi dalam prakteknya keduanya bisa saling berlawanan. Ada juga yang bilang kehumasan dan jurnalistik berjalan dalam rel yang berbeda, tapi punya tujuan yang sama, yakni menyampaikan informasi untuk publik. Benarkah begitu?
Demikian pengantar dari diskusi “Padu-Padan Kehumasan dan Jurnalistik” dalam acara Tatkala May May May, pada Jumat, 13 Mei 2022 di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Singaraja, Bali.
Foto: Diskusi “Padu-Padan Kehumasan dan Jurnalistik” dalam acara Tatkala May May May, pada Jumat, 13 Mei 2022 di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Singaraja, Bali.
Ya, kali ini, Tatkala menghadirkan tiga pembicara yang, bukan hanya membahas ilmu kehumasan dan jurnalistik secara teori, tetapi juga bercerita tentang pengalaman secara langsung sebab ketiga pembicara memang pelaku kehumasan dan kejurnalistikan. Pembicara pertama, Gede Suyasa, Sekda Buleleng; kedua, I Putu Suryada Santhi, Kabid Pengelolaan Komunikasi Kominfosanti Buleleng; dan ketiga, Putu Nova Puta, Pimred Koran Buleleng. Dan diskusi kali ini dipandu oleh Dian Suryantini, wartawan Bali Express.
Scara teknis, tugas humas dan wartawan itu hampir sama. Praktisi humas (hubungan masyarakat, public relations) dan jurnalis sama-sama dituntut memiliki keterampilan yang sama, khususnya keterampilan menulis (writing skills). Karena secara teknis tugas jurnalis dan humas itu sama, maka kurikulum program studi humas harus mengadopsi juga kurikulum jurnalistik.
Dalam Jurnalistik vs Humas: Persamaan dan Perbedaannya, Romeltea.com menjelaskan bahwa salah satu tugas, peran, atau peran humas adalah produksi informasi dan publikasi. Kemasan informasi antara lain berupa karya jurnalistik (berita, artikel, feature). Publikasi informasi dilakukan melalui pengiriman press release dan/atau mempublikasikannya di media internal lembaga. Rilis adalah berita yang dibuat oleh humas lembaga.
Humas juga harus meliput peristiwa atau kegiatan lembaga. Di sinilah humas melaksanakan fungsi reportase, layaknya wartawan meliput peristiwa. Karenanya, humas juga bisa disebut wartawan, yakni wartawan internal lembaga atau “jurnalis korporat”.
Sedangkan menurut Gede Suyasa, narasumber pertama, Sekda Buleleng saat ini⸺yang juga pernah menjabat sebagai Kabag Humas dan Protokol atau juru bicara Pemda Buleleng⸺bahwa juru bicara (atau humas) itu berbeda dengan media massa. Humas sebagai penyampai suara pemerintah. “Humas menyampaikan citra positif dari pemerintah,” lanjutnya.
“Dalam ilmu kehumasan tak ada istilah bad news is good news, berbeda dengan media massa,” ungkap Suyasa.
Selain mengungkapkan tentang perbedaan antara kehumasan dan media massa, Gede Suyasa juga menyampaikan hubungan antara media massa dengan pemerintah.
“Hubungan media massa dengan pemerintah itu naik turun. Kadang terlihat berseteru; kadang-kadang seperti sahabat baik. Itulah dinamikanya.”
Menurut Gede Suyasa, walaupun kehumasan dan media massa (jurnalistik) tampak berbeda, tetapi dalam beberapa dimensi sebenarnya keduanya memiliki kesamaan.
Foto: Peserta Diskusi Kehumasan dan Jurnalistik
Diskusi ini semakin menarik saat Putu Nova Putra, Pimred Koran Buleleng, dipersilakan moderator untuk menyampaikan pandangannya tentang kehumasan dan jurnalistik.
“Pekerjaan humas dan jurnalis itu berbeda, walaupun di permukaan kelihatannya sama,” kata Putu Nova.
Menariknya, Putu Nova secara terang-terangan memberikan penyataan yang agak menohok terkait output humas dan jurnalistik. Menurut Putu Nova, jurnalisme hadir itu untuk kepentingan publik. Sedangkan humas hadir biasanya untuk kepentingan lembaga.
Dari penyataan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan terbesar di kedua objek kajian ini adalah bahwa humas biasanya subjektif, sedangkan jurnalisme harus selalu objektif.
Humas bersifat subjektif karena membujuk audiens untuk mendukung merek atau produk klien, serta terkait citra lembaga. Namun, jurnalisme harus tetap objektif (kecuali di halaman opini) karena jurnalisme memberitakan fakta dan harus diberitakan setuju atau tidaknya wartawan.
Objektivitas dalam jurnalisme adalah pemberitaan yang sesuai fakta (faktual), berimbang (balance), dan “netral” atau imparsial.
Putu Nova menyampaikan tiga sekema atau pola dalam jurnalistik. Pertama ide; kedua inisiatif; ketiga tindakan. “Itu basic kerja jurnalisme sebenarnya,” lanjutnya. Dan benar, wartawan harus mempunyai ide untuk mencari bahan liputan. Dan harus memiliki inisiatif untuk mengimplementasikannya menjadi sebuah tindakan.
“Katalisatornya adalah inisiatif.” Artinya, wartawan tentu lebih kritis daripada humas dalam melihat suatu kejadian atau objek berita.
Objektivitas dalam jurnalisme atau pers adalah prinsip yang signifikan profesionalisme jurnalistik. Objektivitas jurnalistik sering kali merujuk pada keadilan, kenetralan, faktualitas, dan nonpartisan. Objektivitas jurnalistik mengharuskan seorang jurnalis tidak berada di kedua sisi argumen dan hanya melaporkan fakta, bukan opini pribadi terhadap fakta tersebut.
“Lagipula, berita bukanlah apa yang dipikirkan jurnalis, tetapi apa yang dikatakan sumber mereka.”
Sedangkan, Kabid Pengelolaan Komunikasi Kominfosanti Buleleng, I Putu Suryada Santhi, mengungkapkan hal yang sama, bahwa kehumasan dan jurnalistik itu ada kesamaannya dan tentu ada perbedaannya. Ia menyampaikan soal teknis sebelum data diunggah dan disampaikan ke publik.
“Sebelum kami mengekspos data, tentu kami memiliki beberapa hal yang kami jadikan dasar. Pertama data itu sendiri; kedua, minimal kami memiliki voice dari narasumber. Jadi kalau tidak ada itu, kami tidak berani mengangkatnya. Takut kami salah, takut kami keliru.”
Apa yang disampaikan oleh Putu Suryada tak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Pak Sekda. Karena memang mereka berdua sama-sama berkerja dalam sistem pemerintahan.
Dalam diskusi yang berlangsung dua jam lebih ini, Sinta, Ketua PC KMHDI Buleleng, bertanya soal bagaimana menumbuhkan ide dalam menulis berita kepada Nova selaku Pimred Koran Buleleng. Menurut Nova, kehidupan kewartawanan itu tak lepas dari pergaulan. Yang kedua, refrensi.
“Menjadi seorang wartawan itu harus banyak pergaulan, tidak membatasi diri untuk bergaul dengan siapa pun. Karena dari sana seorang wartawan dapat berdiskusi banyak hal. Dari situlah kadang kala ide itu muncul.”
Berbeda dengan Nova, saat menjawab pertanyaan dari Sinta, untuk mendapatkan ide seorang Putu Suryada harus dalam keadaan tenang. “Untuk mendapatkan ide saya harus menyendiri dalam ruangan yang tenang, sunyi, saya baru mendapatkan ide,” ungkapnya.
Foto: Berpose setelah diskusi
Pada akhirnya, kehumasan dan jurnalistik memang memiliki kesamaan dan perbedaan. Kehumasan dan jurnalistik sama-sama berkomunikasi dengan publik; membangun kepercayaan; menyampaikan informasi; dan bercerita. Sedangkan dua hal ini berbeda beberapa dimensi seperti peran, audiens yang ditargetkan atau diperoleh, kebebasan berekspresi atau berkreasi, objektif vs subjektif.
Tetapi, yang lebih penting dari persamaan atau perbedaan antara kehumasan dan jurnalistik adalah: sebuah media⸺entah itu media massa atau media humas⸺harus dikelola dengan baik oleh mereka yang memiliki pengetahuan dan keterampilan komunikasi massa, dalam hal ini jurnalistik. Ini tak bisa diganggu-gugat. [T]
Simak video diskusi selengkapnya: