Seolah-olah berjalan berdampingan, kesenian wayang sudah menunjukan eksistensinya dalam pergulatan modernisasi saat ini. Perkembangan wayang beberapa tahun terakhir tidak dapat dipungkiri keberadaannya, terlihat dari hadirnya wayang-wayang yang tergolong baru mulai dari medium/Bahan, cerita, konsep, hingga kemasan wayang tersebut. Kreativitas sang dalang sebagai eksekutor sebuah pertunjukan wayang berperan penting dalam perkembangannya sehingga dalang saat ini dituntut untuk terus berinovasi dalam penyajian sebuah karya wayang.
Program Studi Seni Pedalangan, Institut Seni Indonesia Denpasar yang merupakan Lembaga pencetak kreator-kreator muda pedalangan secara rutin melahirkan karya-karya baru pewayangan dengan berbagai jenis konsep karya seni pewayangan. Hadirnya karya-karya tersebut semakin menyemarakan eksistensi dunia pedalangan masa kini ditengah gempuran modernisasi yang sangat kuat.
Tiga tahun terakhir, karya pewayangan dengan menggunakan konsep sinematik atau disebut dengan Wayang Sinema selalu hadir dalam setiap pagelaran karya akhir yang diselenggarakan oleh Program Studi Seni Pedalangan, Institut Seni Indonesia sehingga dapat dikatakan bahwa karya wayang yang meggunakan konsep Wayang Sinema cukup populer sebagai sebuah tawaran dalam penciptaan karya wayang baru.
WAYANG SINEMA
Masih dalam pembahasan penulis tentang keberadaan wayang dengan konsep baru, kini penulis akan membahas keberadaan Wayang Sinema . Wayang Sinema ialah sebuah karya seni pewayangan yang menggunakan pendekatan sinematik dalam proses penggarapannya. Sinematik atau sinematografi yang dimaksud merupakan sebuah ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggambungkan gambar tersebut sehingga menjadi sebuah rangkaian gambar yang mampu menyampaikan cerita yang dibawakan. Menurut Joseph V. Mascelli A.S.C dalam bukunya yang berjudul The Five C’s Of Cinematography menyebutkan bahwa terdapat aspek yang perlu diperhatikan dalam menata gambar sehingga pengambilan dalam teknik sinematografi yang akan dilakukan mempunyai nilai sinematik yang baik.
Maka konsep Wayang Sinema merupakan pengkomposisian wayang yang di atur sedemikian rupa sehingga menghasilam sebuah visual menyerupai karya sinema pada umumnya. Walapun sama-sama menggunakan proyektoe sebagai alat proyeksi pencahayaan dengan berbagai gambar sebagai background wayang, namun secara visual belum menerapkan teknik sinematik maka belum dapat disebut sebagai Wayang Sinema .
Dalam memetakan sebuah karya dengan konseo Wayang Sinema , penulis mencoba untuk membuat formulasi yang tepat dalam penggarapan karya Wayang Sinema . Adapun hal-hal yang harus terdapat dalam setiap konsep Wayang Sinema , antara lain :
- Composition (komposisi) yaitu tata letak dan posisi wayang diatur dalam layar sehingga menarik, menonjol dan memperjelas alur cerita. Bambang Semedhi (2001:44-46) menyebutkan bahwa komposisi dalam sinematografi dibagi menjadi tiga unsur yang harus diperhatikan, pertama intereting of third yaitu menempatkan pusat perhatian (ponit of interest), kedua golden mean area yaitu cara untuk membuat sebuah komposisi yang baik, khususnya untuk gambar close up, ketiga diagonal depth yaitu panduan untuk pengambilan gambar luas (long shot) yang mempertimbangkan unsur-unsur diagonal sebagai komponen gambar.
- camera angle (sudut pandang kamera) merupaan sudut pandang yang mewakili penonton.
- shot size ( ukuran gambar) dalam karya ini wayang akan diolah sedemikian rupa untuk menghasilkan gambar yang sinematik dengan pola shot size yang terdiri dari extreem long shot, very long shot, long shot, medium long shot, medium shot, medium close up shot, close up, big close up, ekstreem close up, wide shot.
Foto: Wayang Sinema berjudul “Arjuna Hero” karya HMJ Seni Pedalangan ISI Denpasar | Dok. HMJ Seni Pedalangan
Selain menitik beratkan pada komposisi sinematiknya, Wayang Sinema juga memiliki kekhasan tersendiri seperti musik iringan yang lebih menonjolkan pensuasaan dalam setiap adegan yang disajikan layaknya sebuah film maka tak hayal setiap tokoh yang berdialog akan terdengar musik mendengung sebagai penegasan dalam adegan tersebut.
Naskah dialog dibuat sepadat dan semenarik mungkin. Untuk diindonesia termasuk di Bali penggunaan bahasa dalam naskah Wayang Sinema selalu menggunakan bahasa indonesia Hal ini dikarenakan agar penonton dari berbagai kalangan dapat menikmati pertunjukan Wayang Sinema ini.
Salah satu pertunjukan teater wayang yang mempunyai identitas tersendiri dalam setiap pertunjukannya, yaitu shadowlight production yang didirikan oleh seniman asal Amerika Serikat bernama Larry Reed pada tahun 1990. Larry merupakan seorang sutradara yang sangat mengagumi kesenian wayang kulit yang berawal dari mengunjungi pulau Bali pada tahun 1972.
Selama bertahun-tahun larry mendalami ilmu pedalangan dan kesenian wayang salah satunya Wayang Bali sehingga dirinya mampu memainkan pertunjukan wayang kulit tradisi Bali dengan sangat baik. kekaguman larry reed dengan pertunjukan wayang kulit tradisi membuatnya tidak saja menikmati kesenian tradisional, larry mengembangkan dan menciptakan wayang kontemporer.
Dalam akun Web resmi Shadowligth Production menjelaskan bahwa wayang kontemporer yang diciptakan larry merupakan Wayang Sinematik (Cinematic Shadow Theater) atau yang dikenal dengan istilah wayang listrik yang berbeda dengan wayang tradisi dan lebih mendekati bahkan menggunakan konsep teaetr pakeliran tersebut.
Dalam pertunjukannya, Wayang Sinematik karya Larry Reed ini mengintegrasi Teknik wayang dengan teater, tari, komposisi music, dan manajemen sumber cahaya komplek yang memberikan efek montase hidup. Penulis melihat pertunjukan dari shadowligth production sudah sangat mewakili keberadaan konsep teater Wayang Sinema.