9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tari Sanghyang Dedari dari Banjar Prapat, Nusa Penida, “Mesolah” di Rumah Warga

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
April 5, 2022
inKhas
Tari Sanghyang Dedari dari Banjar Prapat, Nusa Penida, “Mesolah” di Rumah Warga

Penari Sanghyang Dedari dari Prapat, Nusa Penida, Bali

Jika tari wali ditarikan di areal tempat suci, tentu tidak menjadi persoalan. Bagaimana jika dipentaskan di area rumah warga? Ah, tentu akan menjadi kasus yang tak biasa. Namun, inilah kenyataan yang terjadi dengan tari Sanghyang Dedari di Banjar Prapat, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Bali. Selain di tempat suci (pura), tari Sanghyang Dedari juga ditarikan (mesolah) di rumah warga sebagai “tawur sesangi”.

Meskipun zaman bergerak modern, tetapi tradisi mesesangi tari Sanghyang Dedari tetap eksis hingga sekarang di Banjar Prapat. Warga melontarkan perjanjian suci, semacam permohonan doa yang sakral kepada Tuhan. Biasanya, berkaitan dengan permohonan kesembuhan, permohonan keturunan anak laki-laki dan lain sebagainya. Jika terkabulkan, maka warga mengundang (ngupah) penari Sanghyang Dedari mesolah di rumah yang bersangkutan.

Awalnya, tradisi nyangiang Sanghyang Dedari hanya ada di intern krama Banjar Prapat. Namun, lama-kelamaan merembes ke beberapa wilayah di luar teritorial Banjar Prapat (misalnya, Biaung, Tanah Bias, Gelagah, dll). Di wilayah Nusa Penida, tari Sanghyang Dedari hanya ada di Banjar Prapat. Mengapa hanya ada di Prapat? Untuk sementara, belum ada cukup referensi untuk menjelaskan persoalan tersebut. 

Krama Banjar Prapat hanya tahu bahwa tari Sanghyang Dedari adalah warisan leluhur. Ditarikan secara turun-temurun hingga sekarang. Tari Sanghyang Dedari ditarikan setiap momen piodalan Pura Dalem Prapat dan hari raya Kuningan. Tarian ini ditarikan oleh penari tunggal perempuan suci, yang belum memasuki fase menstruasi.

Foto: “Penganten” Nyoman Mindri (Baju Kuning) dan Penari Sanghyang Dedari Prapat

Kehadiran tari Sanghyang Dedari dalam momen piodalan Pura Dalem dan Kuningan menjadi keharusan. Tanpa acara nyolahang tari Sanghyang Dedari, maka prosesi upakara dianggap kurang jangkep (lengkap)—alias belum paripurna. Karena sejatinya, ritual nyolahang Sanghyang Dedari ialah prosesi nedunang (menghadirkan) sesuhunan Sanghyang Dedari.

Bagaimana sang penari dapat mendatangkan atau menghadirkan Sanghyang Dedari? Sulit  dijelaskan dengan rasional, tetapi mudah dijawab dengan keyakinan. Ya, karena rasa yakinlah yang menyebabkan metode nyolahang tari Sanghyang Dedari tetap konsisten digelar hingga sekarang.  

Lalu, rasionalnya seperti apa? Anggap saja fisik dan sukma penari semacam “antena mistis”. Antena yang berfungsi untuk menangkap (baca: nedunang) entitas Sanghyang Dedari. Kepekaan fisik-psikis penari diperoleh dari proses ritual sakral yang dilakoni sang penari sebelum menari. Ditambah lagi dengan iringan kidung sakral ketika mesolah, yang dilantunkan oleh para juru kidung. Kidung-kidung ini adalah mantra penguat sinyal mistis.

Lantunan kidung adalah nyawa atau energi bagi sang penari. Kidunglah yang menggerakkan tubuh penari. Karena itu, sebagai mantra energi, setiap kata (larik) kidung yang diucapkan oleh para juru kidung harus benar seratus persen. Jika salah ucap (satu kata saja), maka penari akan jatuh terkulai secara otomatis. Begitu juga kalau juru kidung terdiam—sang penari mendadak kehilangan power. Lemas, selemas-lemasnya, lalu tubuhnya tersungkur ke tanah.

Jadi, rentetan proses ritual (sebelum menari) dan kekuatan mantra kidung-kidung menjadi satu rangkaian elemen mistis. Kesatuan elemen yang menjadikan fisik-psikis penari semakin kuat memancarkan sinyal mistis. Kekuatan sinyal mistis ini juga didukung oleh psikologis sang penari. Lazimnya, usia anak belia masih lugu, polos dan patuh. Artinya, sangat potensial  ditundukkan dan dibentuk sesuai kondisi. Dalam hal ini ialah kondisi mistis.

Foto: Penari Sanghyang Dedari Prapat

Sejak awal, sang penari sudah disiapkan dengan kondisi mistis melalui ritual sakral. Ketika menari, dikuatkan lagi dengan kidung-kidung sakral. Kuatnya lingkup sakral ini membuat psikologis penari yang polos mudah terpola. Terpola menjadi mistis. Efeknya, tubuh sang penari lebih mudah menangkap (terkoneksi, dihinggapi) “gelombang” Sanghyang Dedari.

Ritual dan kidung berperan kuat memagari konsentrasi sang penari. Memagari konsentrasi penari menuju jalan mistis. Karena itu, ketika sedang menari, sang penari tidak bisa mendengarkan suara-suara lain kecuali kidung yang dilantunkan oleh para juru kidung.

Hal itulah yang dituturkan oleh Nyoman Suarma, salah satu keluarga penglingsir (tetua) kru tari Sanghyang Dedari di Banjar Prapat. Kakaknya ialah mantan penari Sanghyang Dedari di Banjar Prapat, Nusa Penida. Sementara, ibunya, Nyoman Mindri merupakan seorang “penganten” dan sekaligus juru kidung Sanghyang Dedari. “Penganten” memiliki tugas khusus yaitu mengenakan gelung sakral kepada sang penari.

Mengutip pengalaman dan statemen kakaknya, konon ketika menari, lantunan kidung-kidung Sanghyang Dedari terdengar jauh menggantung di langit. Kemudian, sang penari melihat beberapa gadis (dedari) kecil seperti mengarahkan setiap gerakan tariannya. Mungkin ini semacam koneksi mistis, yang tentu saja sulit diterima oleh rasional orang umum. Hanya sang penari, pihak yang mengalami situasi, yang bisa memahami keadaan tersebut.

Mati Ombo Sanghyang | Persembahan Kerbau Hitam di Desa Adat Tenganan Pegringsingan

Puncak realitas kehadiran Sanghyang Dedari dalam tubuh sang penari, mungkin terjadi saat penari kehilangan rasa. Kehilangan rasa panas, dingin, malu dan klimaksnya kehilangan rasa kesadaran (kerauhan). Situasi ini bisa dimaknai bahwa tubuh penari sudah total dihinggapi dan dikuasai oleh Sanghyang Dedari. Situasi kerauhan (kerasukan) mungkin menjadi indikator keberhasilan atau kesuksesan dari prosesi nedunang Sanghyang Dedari. Kerauhan dapat dibaca sebagai pertanda bahwa Sanghyang Dedari sudah datang, turun, dan tedun (hadir) di tempat itu.  

Keunikan Tari Sanghyang Dedari Banjar Prapat

Secara umum, tari Sanghyang Dedari asal Banjar Prapat ini tidak jauh berbeda dengan tarian Sanghyang Dedari  di Bali daratan. Sesuai dengan namanya, tarian ini sangat identik dengan perempuan. Dedari dalam bahasa Indonesia memiliki kesamaan dengan kata bidadari, yang bermakna putri/ dewi dari kayangan.

Sebagai tari wali, Sanghyang Dedari hanya boleh ditarikan oleh wanita suci, yang belum akil balig (belum menstruasi). Pada umumnya tarian ini ditarikan secara bergrup (3-5 penari perempuan) dan dipentaskan setiap setahun sekali. Menurut kepercayaan masyarakat Hindu Bali, tari Sanghyang Dedari dipentaskan sebagai ritual penolak bala/ penyakit.

Di luar hal-hal umum di atas, tari Sanghyang Dedari asal Banjar Prapat memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki oleh daerah-daerah lain di Bali daratan. Sejumlah ciri khusus itu dapat dilihat dari jumlah personil penari, gender juru kidung, teknis pemilihan personil penari, waktu pementasan dan tempat mesolah.

Jika pada umumnya tari Sanghyang Dedari ditarikan secara bergrup, maka tari Sanghyang Dedari asal Banjar Prapat hanya ditarikan oleh satu orang wanita. Instrumen pengiringnya berupa nyanyian atau kidung. Kidung-kidung tersebut dilantunkan oleh juru kidung yang semuanya berjenis kelamin perempuan.

Di Nusa Penida, Ada Gadis Menikah dengan Halilintar

Keunikan lainnya berkaitan dengan teknis pemilihan pragina atau personil penari. Selain dara tulen, pemilihan penari juga didasarkan pada musyawarah mufakat. Para krama setempat menggelar rapat umum (parum) untuk memilih calon penari.

Selanjutnya, calon penari ditraining menari Sanghyang Dedari oleh alumni penari dan penglinsir. Siapa yang paling cepat menguasai gerakan tarian Sanghyang Dedari, maka berhak lolos ke babak berikutnya yaitu “matur piuning”. Semacam registrasi niskala. Sang calon diajak bersembahyang di beberapa pura, untuk memperoleh kesaksian niskala.  

Selain itu, lumrahnya tari Sanghyang Dedari dipentaskan setiap tahun sekali. Akan tetapi, di Banjar Prapat, tari Sanghyang Dedari dipentaskan setiap piodalan Pura Dalem dan hari raya Kuningan. Jika dikalkukasikan, pementasannya mencapai kurang dari 6 bulan kalender Bali. Belum terhitung pementasan insidental di rumah krama yang “nawur sesangi”.

Nawur sesangi (ngupah tari Sanghyang Dedari) tidak hanya menyebabkan frekuensi  nyolahang menjadi lebih sering—tetapi juga menjadi pembeda yang tidak biasa. Sangat unik dan menarik. Pasalnya, sangat jarang ada sesangi (personal) yang berkaitan dengan ngupah tari sakral. Jika mesesangi mempersembahkan sesuatu, mungkin sudah lumrah. Atau mesesangi mementaskan balih-balihan, ya, masih lumrah. Misalnya, mesesangi ngupah drama gong, wayang kulit, joged, lawak dan lain sebagainya.

Bagaimana dengan ngupah tari Sanghyang Dedari? Rasanya, sangat jarang. Di antara sangat jarang itu, ada di Banjar Prapat, Nusa Penida. Krama Banjar Prapat menjadikan sesangi  Sanghyang Dedari sebagai tradisi dan keyakinan kolektif. Mereka melakoninya secara turun-temurun hingga sekarang.  

Mengapa harus mesesangi ngupah Sanghyang Dedari? Ini pertanyaan yang terkesan mengada-ada. Karena akan mengarah pada jawaban praktis. Jawaban praktis yang dimaksud ialah terbukti mengabulkan sekian persen permohonan (sesangi) krama. Ujung-ujungnya, sangat pragmatis, instan dan transaksional.

Foto: “Penganten” Nyoman Mindri (Baju Kuning) dan Penari Sanghyang Dedari Prapat

Sesangi bukan semata-mata persoalan perjanjian transaksional (skala-niskala). Namun, dapat dipandang sebagai tindakan budaya (lokal genius) yang bernilai positif. Dalam konteks mesesangi Sanghyang Dedari misalnya. Orientasi sesungguhnya bukan semata-mata pada pengabulan permohonan, tetapi pada upaya bersama menjaga ajeg seni tradisional (sakral).

Sebagai karya yang sublim, tari Sanghyang Dedari perlu dijaga keajegannya. Siapa yang mengajegkan kalau bukan pendukungnya (krama Banjar Prapat). Krama Banjar Prapat mesti melakukan upaya pelestarian jika ingin karya ini tetap eksis. Salah satu upaya nyata itu ialah dengan mesesangi ngupah Sanghyang Dedari.

Dari tindakan mesesangi  tersebut, krama Banjar Prapat hendak “merawat ingatan” tentang eksistensi tari Sanghyang Dedari. Merawat ingatan bahwa krama banjar memiliki aset seni yang adiluhung. Ingatan ini harus dijaga dengan menghadirkan tari Sanghyang Dedari tidak hanya pada momen piodalan dan hari raya besar tertentu, tetapi pada momen acara keluarga (ngupah personal).

Menghadirkan tari Sanghyang Dedari di lingkungan keluarga tidak semata-mata  membayar sesangi. Lebih dari itu, krama ingin merawat “jarak psikologis” dengan kesenian tari Sanghyang Dedari. Momen membayar sesangi menjadikan anggota keluarga menjadi lebih dekat, akrab dan sadar tentang keberadaan tari Sanghyang Dedari di lingkungan masyarakat.

Malam Purnama, Dadong Brayut dan Kalarau di Nusa Penida

Kedekatan menciptakan kecintaan dan rasa memiliki. Saking seringnya dihadirkan, pelan-pelan terbentuk rasa cinta terhadap budaya sendiri. Para krama menyukai tari Sanghyang Dedari. Lebih kuat lagi, mencintai tari Sanghyang Dedari. Jika tumbuh rasa cinta, lambat laun berkembang ke arah rasa memiliki. Artinya, tari Sanghyang Dedari bersemayam di kepala dan sekaligus bercokol di hati para krama.

Jika demikian adanya, tak perlu terlalu gembar-gembor berbicara tentang ajeg Bali. Para krama Banjar Prapat (termasuk krama lainnya) sudah mempraktikkan nyata. Mereka melakukan dengan cara religius dan mistis. Itulah edukasi yang hendak disampaikan dalam mesesangi Sanghyang Dedari.

Kelihatannya pragmatis dan terkesan meremehkan unsur magis. Nyatanya, mesesangi Sanghyang Dedari adalah seni melestarikan. Seni melestarikan karya sakral dengan metode mistis. Karena itu, jangan heran jika suatu hari tari Sanghyang Dedari mesolah lagi di rumah krama Banjar Prapat. Semoga Ida langgeng mesolah, nyolahang rasa ajeg krama di Banjar Prapat.[T]

Tags: Nusa PenidaSanghyang Dedari
Previous Post

Kerjasama “Digital Talent Scholarship” Buleleng dan BPSDMP Yogyakarta | Bupati Suradnyana Harapkan Berlanjut Tahun Depan

Next Post

Peraturan Pentas Adalah Tantangan | Catatan Sutradara Teater Rai Srimben SMPN 4 Singaraja

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Peraturan Pentas Adalah Tantangan | Catatan Sutradara Teater Rai Srimben SMPN 4 Singaraja

Peraturan Pentas Adalah Tantangan | Catatan Sutradara Teater Rai Srimben SMPN 4 Singaraja

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co