Pada hari Senin tanggal 21 Maret tahun 2022 menjadi momentum bersejarah terkait Sapatedun Ida Betara Gunung Lebah Campuhan Ubud ke Pura Payogan Agung Ketewel, Sukawati. Peristiwa ini merupakan kali pertama kalau dilihat dari histori Pura Payogan Agung Ketewel dalam menghelat upacara yadnya dengan lingkup Panca Wali Krama yang melibatkan “penodya” dari Ida Betara Gunung Lebah Campuhan Ubud.
Konon upacara seperti ini dilakukan terakhir sekitar 200 tahun yang lalu. Hal ini berdasarkan atas konsepsi pemulian air dalam konteks aliran sungai Oos sebagai apparatus pokok pengairan subak dari Oos Ulu (dari Pura Gunung Lebah Campuhan Ubud ke utara) dan Oos Teben yang meliputi wilayah Sukawati.
Petedunan ini tidak semata dimaknai sebagai sebuah prosesi ritual, namun lebih jauh ini sebagai refleksi mengenai hubungan sosio-kultural imanen-transenden bagaimana manusia mengharap kemakmuran dari tata air sebagai sumber penghidupan mereka dan melalui simbol Pura sebagai prahyangan, Ida Sang Hyang Widhi dengan manifestasi sebagai Ida Betara Gunung Lebah dan Ida Betara di Payogan Agung menganugrahi keberlimpahan air melalui daerah aliran Sungai atau Tukad Oos.
Menurut Tjokorda Gde Agung Ichiro Sukawati, salah satu putra dari penglingsir Puri Agung Ubud yang sangat aktif dalam kegiatan kebudayaan dan adat menuturkan bahwa “Sepetedun Ida Betara ini merupakan sebagai sebuah ciri wujud bhakti terkait krama subak dan masyarakat luas terkait Pura Gunung Lebah Campuhan sebagai uluning Oos yaitu sumber kamertaning jagat melalui aliran sungai yang digunakan untuk mengairi sawah-sawah”.
Masih dalam wacana pemaknaan sapatedun pamikeling pemuliaan Sungai/tukad Oos ini, Cokorda Gde Bayu Putra, beliau seorang penggiat sastra dan dosen di UNHI Denpasar menambahkan sajak terkait hubungan patedunan kali ini yang beliau kutip dari punggelan Gita Bali Tatwa karya Ida Putu Maron (Ki Purwa Patra) yaitu: “muŋgwiŋ aran naḍī karwa, uwos kawan uwos kaŋin, dadi pamṛtaniŋ sawah sawĕŋkuniŋ sukāhati, tan doh sakiŋ ubud.…”, yang artinya: “Nama kedua sungai, adalah Uwos Kawan Uwos Kangin, menjadi sumber air bagi sawah yang di ada kawasan Sukawati, tak jauh dari Ubud”.
Berkah perjalanan air sebagai sumber kehidupan tersebut kemudian disimbolisasikan dengan sebuah prosesi sapatedunan Ida Sang Hyang Widhi dalam wujud Pretime Ida Betara Gunung Lebah dan Ida Betara Bayu (wujud wayang wong Hanoman) diringi pula oleh pengabih (pendamping) berwujud Ratu Lingsir (berwujud barong ket). Punggelan sajak tersebut ditembangkan oleh Ida Bagus Manobawa pada saat Ida Betara katuran Pesegeh Agung.
Jika dicermati lebih dalam lagi, Sapetedun Ida Betara Gunung Lebah Campuhan Ubud secara fisik adalah dengan prosesi membawa wujud pralingga pretima (wujud dan simbol Ida Sang Hyang Widhi Wasa) berupa Gedong Kunci dengan Arca Bethara Bethari Pura Gunung Lebah, pralingga wayang wong berwujud Hanoman yang disucikan dengan gelar Ida Bethara Bayu serta pelawatan barong ket yang disebut dengan Ratu Lingsir. Antara Pretima Arca dalam Gedong Kunci dengan pralingga Ida Bethara Bayu hingga Ratu Lingsir adalah sebuah tatanan struktur hierarki.
Struktur dari tatatan tertinggi yaitu Arca dalam Gedong Kunci sebagai sinar suci Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Ida Bethara Bayu sebagai pengabih (pendaming) dan Ratu Lingsir sebagai pepatih atau patih. Dalam ruang transendental hierarki ini yang mengatur vibrasi dan energi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabawa sebagai Ida Bethara Gunung Lebah melimpahkan segala anugerah pada umatnya.
Sedangkan dalam konteks imanen, hierarki ini adalah tatanan mulai dari pemerintah administratif sebagai pucuk pengelolaan regulasi, puri-puri sebagai pendamping/pengabih serta membantu pemerintah bertugas menjaga tatanan adat dan budaya, terakhir masyarakat umum sebagai ujung tombak dari pelaksana dari segala regulasi dan sistem yang telah ditentukan.
Selain itu juga terefleksi dari aktualisasi konsep “Manunggaling Kawula Gusti” dalam petedunan ini. Masyarakat Desa Ketewel dalam menyelenggarakan Yadnya Agung dengan lingkup “Panca Wali Krama” di Pura Payogan Agung pada kesempatan kali ini nuwur Ida Betara Gunung Lebah Campuhan untuk ngrajeg karya merupakan bentuk rasa syukur atas limpahan air dalam wujud aliran sungai Oos yang telah mengairi sawah-sawah disepanjang daerah Sukawati termasuk Desa Ketewel. Ucapan syukur dan bhakti masyarakat inilah yang sejatinya menjadi sinergi yang sangat penting antara energi transenden dan imanen, sekala niskala.
Dalam sapatedun Ida Betara Gunung Lebah Campuhan Ubud ke Pura Payogan Agung Ketewel disertai oleh krama Desa Adat Ubud, Penestanan, Bentuyung Sakti, Taman Kelod, Payogan, Subak DAM Ubud dan krama lainnya. Ketika Ida Betara katuran pemendak juga ditarikan tari Baris Jong Lelandep dan Rejang Jajar Pari oleh ST. Udyana Taman Kelod atas inisiasi dari Tjokorda Gde Agung Ichiro Sukawati, Ba.Horns, MM. [T]