Oleh: Siti Noviali
Tidak terasa sudah hampir dua warsa virus Covid-19 menjajaki Indonesia, khususnya Bali. Bali yang dulunya bersinar terang, seakan-akan meredup ketika virus Covid-19 menyerang. Menapaki masa pandemi, Bali semakin menepi hingga sangat sepi. Bali yang dulunya penuh tawa wisata, kini hanya terdengar keluh kesah masyarakatnya saja.
Sangat banyak cerita yang timbul dari adanya pandemi, mulai dari himbauan, larangan, pengurangan, hingga kematian. Setiap orang memiliki caranya tersendiri dalam membagikan cerita di kala pandemi, termasuk sastrawan. Situasi pandemi pastinya menggugah jiwa para sastrawan dalam menciptakan karya sastra. Salah satu sastrawan yang tetap aktif menorehkan aksara demi aksara di masa pandemi yaitu Ida Bagus Wayan Widiasa Keniten.
Ida Bagus Wayan Widiasa Keniten adalah salah satu sastrawan Bali senior yang aktif melahirkan karya sastra. Ida Bagus Widiasa Keniten lahir di Griya Gelumpang, Karangasem, 20 Januari 1967. Beliau biasa menggunakan nama IBW Widiasa Keniten dalam setiap karyanya. Beliau sudah banyak menciptakan karya sastra Bali baik berupa esai, cerpen maupun novel.
Beliau selalu membubuhkan ide-ide baru dalam setiap karyanya. Bisa dikatakan IBW Widiasa Keniten merupakan sastrawan yang up to date mengenai kejadian yang sedang ramai diperbincangkan. Pada situasi seperti ini, beliau tetap aktif menulis dan melahirkan karya bernuansa pandemi yang berjudul buku kumpulan cerpen Wangchi Wuhan. Buku ini tentunya sangat segar untuk diulas dan dikulik lebih mendalam.
Buku kumpulan cerpen Wangchi Wuhan terbit pada tahun 2020 lalu yang diterbitkan oleh penerbit Pustaka Ekspresi. Buku ini berisikan judul, nama pengarang, pembukaan, dan daftar isi.Pada bagian belakang buku berisi biografi pengarang dan ringkasan dari beberapa cerpen.Buku kumpulan cerpen Wangchi Wuhan terdiri dari 57 halaman yangberisi 11 cerpen yaitu cerpen Wangchi Wuhan, Gedé Kopid, Kopid, Pan Demi, Giok Kanchi Wi, Dadong Badung, Ayu Korona, Ambulan, Jumah, Krépé, dan Buduh.
Cover buku kumpulan cerpen Wangchi Wuhan yaitu gambar seorang wanita yang menggunakan masker dan terlihat meneteskan air mata. Lukisan cover merupakan karya dari Made Saputra, S.Pd., M.Si. Cover buku menggambarkan suasana pandemi dimana masyarakat dianjurkan untuk menggunakan masker. Buku ini menggunakan coretan warna yang bercampur aduk tak karuan. Melihat lukisan pada cover buku, terlihat seberapa pedihnya kehidupan di masa pandemi. Pengarang sangat tepat dalam memilih lukisan cover karena sangat menggambarkan isi buku secara keseluruhan.
Judul buku kumpulan cerpen ini adalah Wangchi Wuhan dan memiliki persamaan judul dengan salah satu cerpen di dalamnya. Cerpen Wangchi Wuhan menceritakan tentang keganasan virus Covid-19 yang berasal dari Wuhan, Cina. Pengarang meluapkan perasaannya tentang virus ini dengan sebutan I Wangchi Wuhan. Wangchi Wuhan digambarkan sebagai virus yang mematikan dan sulit dideteksi keberadaannya. Hampir segala bidang kehidupan redup karenanya, mulai dari pariwisata, ekonomi, hingga pendidikan.
Tema yang diangkat dari setiap cerpen dalam buku kumpulan cerpen Wangchi Wuhan adalah suasana pandemi Covid-19. Pengarang menceritakan peristiwa-peristiwa di sekitarnya dan dituangkan pada setiap cerpen. Hal ini terlihat jelas pada cerpen Pan Demi, Dadong Badung, Jumah, dan Buduh. Keempat cerpen tersebut sangat jelas menggambarkan suasana di kala pandemi Covid-19.
Seperti yang kita ketahui, masyarakat ketar-ketir ketika awal-awal virus Covid-19 melanda seluruh dunia. Banyak himbauan dari pemerintah yang sangat bertolak belakang dengan kebiasaan masyarakat. Masyarakat yang dulunya terbuka, kini harus tertutup masker. Yang dulunya senang berkumpul tertawa, kini harus berjarak terdiam di rumah. Melihat fenomena-fenomena tersebut, pengarang tergelitik hatinya untuk menuangkan dalam sebuah karya sastra.
Cerpen Pan Demi menceritakan tentang kekhawatiran seseorang akan virus Covid-19. Pada awal pandemi, banyak asumsi-asumsi yang beredar di masyarakat mengenai cara mencegah virus Covid-19. Mulai dari minum minuman tradisional hingga berjemur di bawah sinar matahari. Pada cerpen tersebut terdapat tokoh Pan Demi yang sangat khawatir terjangkit virus. Dirinya memiliki riwayat penyakit asma dan merasa sangat mudah terinfeksi virus Covid-19. Hampir setiap hari Pan Demi berjemur di bawah terik matahari yang diyakini dapat mencegah virus Covid-19.
Cerpen Dadong Badung menceritakan tentang kehidupan tukang angkat barang (Tukang Suun) di Pasar Badung. Selain sektor pariwisata, virus Covid-19 juga berdampak pada sektor perekonomian masyarakat Bali. Hal tersebut terlihat pada suasana pasar yang dulunya sangat ramai, kini sudah sangat sepi. Melihat perekonomian menurun, pemerintah banyak menurunkan bantuan kepada masyarakat. Bantuan ini berupa uang, sembako, dan lain-lain. Hal ini juga terlihat dalam cerpen mengenai bantuan pemerintah kepada rakyat yang terdampak virus Covid-19.
Cerpen Jumah menceritakan tentang keluh kesah seorang guru yang harus mengajar dari rumah. Bidang pendidikan menjadi salah satu sektor yang terdampak virus Covid-19. Para siswa tidak diperbolehkan belajar ke sekolah, tetapi belajar daring (dalam jaringan). Guru-guru yang sebelumnya merasa acuh tak acuh terhadap teknologi, kini mau tidak mau terpacu untuk belajar kembali. Guru harus paham perkembangan teknologi untuk berinovasi dalam mengajar siswa melalui jarak jauh.
Cerpen Buduh menceritakan tentang fenomena yang terjadi di masyarakat. Pada cerpen diceritakan banyak korban jiwa yang berjatuhan akibat virus Covid-19. Orang yang terjangkit virus biasanya yang memiliki penyakit bawaan. Virus ini tak kasat mata sehingga masyarakat perlu waspada dan mematuhi protokol kesehatan. Tetapi terdapat kejadian menarik yang tercantum dalam cerpen yaitu orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) ketika dites berkali-kali menghasilkan hasil negatif virus Covid-19. Kejadian mengherankan tersebut yang menjadikan pembaca terhibur karena kita akan berpikir jika tidak ingin terkena virus maka harus menjadi ODGJ.
Tokoh yang digunakan dalam setiap cerpen memiliki benang merah dengan tema yang diangkat. Pengarang banyak menggunakan nama-nama tokoh yang bersinggungan dengan virus Covid-19. Adapun nama tokoh yang digunakan seperti I Wangchi Wuhan, Gedé Kopid, Pan Demi, dan Ayu Korona. Ketika membaca nama tokoh dalam cerpen, pembaca akan langsung berpikir bahwa tokoh yang dituju adalah virus Covid-19. Penamaan tokoh ini menjadi daya tarik tersendiri dari buku kumpulan cerpen Wangchi Wuhan.
Bahasa yang digunakan dalam buku kumpulan cerpen Wangchi Wuhan yaitu Bahasa Bali. Menurut pembaca, pengarang menggunakan Bahasa Bali Madia atau bahasa Bali yang rasa bahasanya dominan halus. Setelah membaca secara keseluruhan, pengarang merasa agak kesulitan dalam memahami maksud dari pengarang. Hal ini dikarenakan bahasa yang digunakan bukan bahasa Bali sehari-hari dan seperti menggunakan dialek suatu daerah (dialek daerah pengarang mungkin?). Pembaca yang merupakan bukan orang Bali asli dan terbiasa dengan bahasa Bali lumrah harus membaca perlahan-lahan untuk memahami alur cerita dalam setiap cerpen. Penggunaan bahasa inilah menurut pembaca yang menjadi kelemahan dari buku kumpulan cerpen ini.
Penafsiran setelah membaca buku kumpulan cerpen Wangchi Wuhan secara keseluruhan yaitu pembaca merasa seperti flashback (kilas balik) ke masa awal munculnya virus Covid-19. Melalui cerita dari setiap cerpen mengingatkan pembaca betapa heboh dan paniknya masyarakat di kala itu. Teringat dulu tidak pernah memakai masker dan dapat bebas menghirup udara segara.
Tetapi kini semuanya serba tertutup masker tiga lapis, ironis. Pengarang mengemas masing-masing cerpen dengan indah dan tidak pernah lupa mengingatkan para pembaca agar tetap mematuhi protokol kesehatan. Terlihat dalam setiap cerpen, pengarang selalu mengingatkan bahaya virus Covid-19. Tidak lupa pengarang selalu mencantumkan himbauan memakai masker dan selalu mencuci tangan menggunakan sabun.
Pencantuman himbauan tersebut menurut pembaca merupakan gaya sastrawan dalam upaya pencegahan virus Covid-19. Jika pemerintah melakukannya dengan cara membuat poster dan baliho, sastrawan memiliki cara uniknya tersendiri. Hal ini membuat buku kumpulan cerpen ini kian menarik untuk dibaca. Secara tidak langsung, pengarang telah membantu pemerintah dalam menyebarluaskan protokol kesehatan dan upaya pencegahan virus Covid-19.
Pembaca merasa buku kumpulan cerpen Wangchi Wuhan merupakan luapan perasaan dari pengarang terhadap suasana pandemi. Bisa dikatakan buku ini adalah suara hati dari pengarang sendiri yang ingin dibagikan kepada pembaca. Pada situasi pandemi seperti ini, tentunya banyak kejadian sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Hampir semua kejadian tersebut tergambarkan dalam setiap cerpen pada buku ini. Kepiawaian pengarang dalam menggambarkan cerita membuat pembaca dapat membayangkan setiap kejadian yang terjadi.
Buku kumpulan cerpen Wangchi Wuhan karya IBW Widiasa Keniten secara keseluruhan sangat menarik untuk dibaca. Terlepas dari kelemahan yang ada, buku kumpulan cerpen ini sangat bagus untuk dijadikan sebagai referensi bacaan dikala waktu senggang. Unsur yang menjadi daya tarik dari buku ini adalah tema dan tokoh yang digunakan dalam setiap cerpen.
Pengarang sangat lihai dalam mengurutkan kejadian demi kejadian sehingga pembaca merasa larut dalam bacaan. Luapan perasaan pengarang terhadap suasana pandemi dapat dirasakan langsung oleh pembaca ketika membaca setiap cerpen. Melalui buku ini juga, pengarang ingin membagikan pengalaman yang dialami dan diamatinya kepada para pembaca. Hal inilah yang membuat pembaca ikut merasakan apa yang dituliskan oleh pengarang. [T]
- Siti Noviali, Lahir di Denpasar, 26 November 1998, dan tinggal di Denpasar.