Jika membicarakan pameran seni, biasanya pengunjung atau penikmat akan melihat bentuk karya. Entah itu lukisan, instalasi, keramik, kain, patung, gambar, maket dan apapun itu. Di pintu masuk pameran juga ada semacam poster atau tulisan panjang dari kurator atau penulis pameran, pengantar tersebut dalam rangka memberi informasi dan gambaran besar gagasan dari pemeran yang sedang berlangsung.
Hal yang jabarkan di atas, patah begitu saja jika kita mengunjungi pameran Black Menu dan Studiodikubu di Ruang Baur Seni : Fraksi Epos yang berlangsung sejak 5 Februari – 27 Maret di South Beach – Kuta, Bali. Kenapa patah? Mari saya jelaskan.
Black Menu adalah kelompok seniman yang digagas oleh Sastraning Danuraga – Aga dan Made Agus Darmika – Solar. Dua pemuda ini berlatar belakang seni rupa dan keduanya pernah mencicipi ruang belajar kreatif di lingkungan Yogjakarta.
Di Bali mereka tengah membaca ulang wilayah kesenian, memetakan segala kemungkinan yang dapat mereka kerjakan. Salah satunya menggaet Made Susanta sebagai kurator di pameran Black Menu kali ini.
Sementara Studiodikubu juga digagas oleh dua pemuda dari Denpasar, Rasmana (Balon) dan Esa. Mereka bergerak di bidang arsitektur dan design interior. Kedua kawan muda ini merupakan kawan yang sedang gelisah dalam membaca realitas sosial yang terjadi di dekat lingkungan mereka tinggal. Sehingga karya dan diskusi menjadi ruang yang cukup intensif jika kita berkunjung ke pamerannya.
Black Menu membawa tajuk Ngejot sementara Studiodikubu mengusung Rong. Ngejot adalah membagikan sesuatu (kerap berupa makanan) kepada keluarga, tetangga, kawan, atau kepada orang lain yang pantas (dengan pertimbangan tertentu) untuk diberi ejotan.
Ngejot biasanya dilakukan oleh masyarakat Bali pada saat mereka melaksanakan upacara atau pada hari raya. Isi ejotan-nya berupa makanan, sembako, buah dan lain sebagainya. Bentuk silahturahmi antar keluarga atau di lingkungan sekitar. Bentuk ngejot ini kemudian berkembang menjadi gagasan dan ide antar seniman.
Jadi ide Black Menu, mengajak dua orang Agus Mediana (Cupruk) dan Gusti Dalem, dua seniman ini ngejot gagasan mereka ke pameran Black Menu. Tidak ada satupun karya jadi, yang dipamerkan. Malah mereka menginginkan karya tersebut berangsur tumbuh di ruang pamer. Ruang pamer di Fraksi Epos, merupakan tempat karya berkembang. Mereka tengah memamerkan proses berkarya.
Studiodikubu membentangkan Rong sebagai ruang sempit tempat leluhur yang kita puja, kita percaya terhadap dimensi lain yang hadir di Rong tersebut. Ada keteguhan yang kita percaya bersama sehingga membentuk suatu kenyamanan dalam berkeyakinan. Jika ditarik dengan isu pembangunan di Kota Denpasar, luas tanah sempit menjadi pilihan nyaman bagi keluarga yang tidak mampu membeli tanah luas.
Apa yang dilakukan kemudian untuk menuju kenyamanan itu, Studiodikubu menawarkan furniture lepas rangkai – knockdown, sebagai bentuk alternatif dari ruang sempit. Pamerannya tidak ada benda jadi, tapi hanya lembaran triplek berbagai bentuk yang telah dimodifikasi agar satu lembar dan lembar lainnya dapat disatukan tanpa bantuan paku atau lem. Ya mungkin bisa dikatakan semacam puzzle bermain.
Perlu saya jabarkan secara deskriptif bagaimana ruang pamer yang ditawarkan oleh kedua pameran ini. Di Black Menu, pengunjung akan menemukan deretan tulisan yang dirangkai oleh partisi kayu, tulisan ini merupakan jabaran profile seniman yang Ngejot, serta kerangka gagasan Black Menu.
Jika menengok lebih ke dalam ruangan, ada meja triplek yang di atasnya terdapat alat, bahan, ornamen, serpihan benda, benda-benda tersebut merupakan remahan riset dari Agus Mediana dan Gusti Dalem. Ada satu meja yang sama besarnya, diisi penuh dengan alat-alat kerja pertukangan, layaknya studio kerja. Satu lagi meja kecil, dan lampu yang menyorot ke meja tersebut, di meja ada kertas-kertas orat-oret, sketsa, serta gambar-gambar yang mungkin saja ada kaitannya dengan pameran ini.
Satu hal yang menarik bagi saya, Black Menu menata ruangan layaknya pertunjukan, dengan lampu sorot yang ditujukan pada bagian-bagian tertentu. Memberi efek kepada pengunjung seperti memasuki dimensi kerja seseorang.
“Ya saya merasakannya, ruangannya dominan gelap, namun penataan cahaya yang pas, membuat saya sebagai pengunjung kayak intim banget ngomong sama senimannya. Aneh ya, saya kira akan melihat instalasi, ternyata gagasannya akan dibuat langsung di sini,” kata Gita Mira, salah satu kawan pengunjung yang sempat saya tanyakan di sana.
Sementara di Studiodikubu, tampak ruang kosong melompong mendominasi, dengan cahaya menyeluruh ke segala sisi ruangan. Ada dua kursi berwarna hitam, merupakan karya mereka dari hasil riset terhadap pohon bunga jepun. Sementara di tengah bediri satu meja, dari lembar triplek knockdown yang saya ceritakan tadi.
Di hari pertama pembukaan, penjaga pameran nampak ramah menyapa pengunjung yang datang, dengan langsung menceritakan gagasan mereka. Hingga akhirnya mereka sama-sama mengerjakan kursi dan meja. Sambil bercerita yang tidak hanya beririsan pada bahan pameran, namun juga berkembang ke sejarah, sosio kultural, kependudukan, ukuran tubuh, dan lain sebagainya.
“Aku tadi awalnya bingung banget lho, kok nggak ada yang dipamerin, ternyata lebih ke interaktif kayak gini yah. Tumben aku ke pameran bertemu dengan yang seperti ini. Nggak percuma aku jauh -jauh ke Kuta nok,” ujar Eka salah satu pengunjung yang saat itu juga ikut merangkai kursi bersama saya.
Jadi saya sarankan kepada teman-teman yang berkunjung ke pameran mereka, jangan malu bertanya, langsung saja tanyakan ini pameran tentang apa. Mereka pasti akan datang dengan ramah, karena sekali lagi proses menjadi titik kunci dalam pameran tersebut. Jarang sekali memang ada seniman yang mau untuk menceritakan proses di dapur, atau para kawan penikmat yang mau datang ke studio seniman, hanya untuk mengobrol dan mendalami proses kekaryaan.
Selama proses ini dibuat, Black Menu perlahan menampakan wujud instalasi yang ingin mereka bangun bersama Agus Mediana. Sementara Studiodikubu setiap hari kedatangan tamu, yang ingin tahu gagasan mereka, di sejumlah dinding pameran juga ada tempelan ide, gambar, meme, sketsa, dari kawan-kawan pengunjung.
Pameran ini masih berlangsung sampai akhir Maret, silahkan datang yah. Selain ada dua studio di atas, ada pula MACAN Studio (Pinky Gurl), DUE HATUE, Yayasan Peduli Setan dan SUKSMA Bali. Serta setiap akhir pekan dipenuhi dengan pertunjukan, pementasan musik, showcase, dan party.
Mari datang… [T]