10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

“Nyelang Margi”, Pinjam Jalan di Bali

Putu Suweka Oka SugihartabyPutu Suweka Oka Sugiharta
February 8, 2022
inEsai
“Nyelang Margi”, Pinjam Jalan di Bali

Foto: Nengah Januartha

Tertutupnya akses jalan menuju sebuah bangunan suci bersejarah yang terletak di kota besar di Bali begitu menggemparkan publik. Banyak pihak kemudian tiba-tiba beramai-ramai mendatangi tempat itu dengan berbagai tujuan. Paling tidak untuk mendapatkan kepastian apa yang sedang terjadi disana.

Kendatipun ini bukan kasus pertama dan terparah yang terjadi di Bali. Pasalnya kalau boleh jujur, sejatinya pada beberapa tempat tidak saja jalan masuknya, keseluruhan areal banguan suci yang beralih menjadi tempat profan juga banyak terjadi. Tidak pula kita bisa menyalahkan pariwisata, globalisasi, modernitas, posmo, atau apalah namanya itu.

Pasalnya bila masuk lebih dalam ke keseharian manusia Bali, kerap kita pergoki bangunan angker (karang panes) yang tidak pernah berani dihuni secara permanen. Paling-paling pemiliknya hanya menjadikannya sebagai tempat usaha, gudang, atau fungsi lainnya yang hanya ditempati pada siang hari. Ketika ditelusuri lebih jauh orang-orang sekitar biasanya akan berbisik-bisik bila lahan itu dahulu bekas bangunan suci. Lahan itu telah dipersengketakan sebelum maraknya pariwisata. Oleh karena putusan pengadilan menetapkan pemiliknya adalah individu tertentu, bangunan suci yang sebelumnya diempon banyak orang itupun kemudian tamat riwayatnya. Meski demikian pemilik sahnya kemudian juga selanjutnya dihantui semacam rasa bersalah untuk menempatinya.

Hal serupa juga berlaku bagi jalanan. Orang Bali yang masih berpikiran tradisional meyakini jalanan adalah sesuatu yang sakral. Banyak ritual penting yang membutuhkan jalanan. Mulai dari ruwatan (mabayuh) hingga upacara besar sekelas tawur. Kita tentu tidak asing dengan pemandangan perempatan utama (pempatan agung) di suatu kota yang tiba-tiba dipadati umat Hindu sehari sebelum Nyepi. Bahkan semenjak beberapa hari sebelumnya tempat itu telah disterilkan dengan diikuti pengalihan arus lalulintas.

Orang yang sedang cekcokpun tidak luput dari peran jalanan. Lazimnya mereka akan menyebut berani tidak mendapat selamat di jalanan (tusing selamet di margi agung) apabila perbuatannya tidak benar. Disamping itu orang-orang yang merasa mendapat perlakuan tidak adil juga kerap meminta keadilan di margi agung dengan sesajen tertentu.

Tidak ketinggalan mereka yang sedang sakitpun bermaksud membuang penyakitnya di margi agung. Biasanya ritual ini bersaranakan canang dan uang kepeng. Diyakini siapapun yang mengambil uang kepeng itu akan menggantikan posisi si sakit. Itulah sebabnya dahulu sangat jarang ada orang yang berani memungut uang kepeng dari jalanan. Termasuk Orang Bali menghukum pelanggar norma adat yang parah dengan larangan melewati jalan. Pelanggar aturan adat berat memang tidak serta merta diusir dari desa, melainkan dibiarkan tetap tinggal di rumahnya semula. Hanya saja dilarang melewati jalan desa. Bayangkan betapa menderitanya hidup terisolir dalam keramaian seperti itu.

Orang Bali tidak berani pula secara sembarangan menutup jalanan. Terlebih jalanan yang sudah ada semenjak lama. Walaupun seandainya akses jalan itu merupakan bagian dari lahan miliknya. Kerap pula ada cerita tentang seseorang yang mendapat musibah atau menemui ajal karena berani menutup jalan. Itulah sebabnya dahulu Orang Bali tidak terlalu khawatir bila lokasi lahannya berada di belakang lahan milik orang lain. Pinjam jalan adalah sesuatu yang mudah. Mereka dapat melewati lahan yang ada di depannya tentunya dengan tetap menjaga hubungan baik dengan si pemilik lahan. Pemilik lahanpun tidak pernah menghalangi orang yang lewat. Antara pemilik dan orang yang lewat sama-sama ‘tahu diri’.

Entah mulai kapan Orang Bali mulai menjadikan akses jalan sebagai sesuatu yang pelik. Banyak pula kasus sengketa jalan yang tidak murni ekonomi. Seperti pada beberapa tempat, pemilik lahan yang berada di dekat jalan besar tidak pernah setuju bila lahannya dijadikan jalan meski dibeli dengan harga berapapun. Mereka tidak ragu mengatakan tidak butuh uang. Hal ini menunjukkan bila egoisme mereka juga sulit dibeli dengan uang. Mereka memilih membalaskan sakit hati dan dendam tinimbang mendapatkan ganti rugi material.

Permasalahan jalan yang pelik inilah yang juga membuat banyak pihak menyusun siasat. Mulai dari tukang kapling lahan dengan modal terbatas yang fokus membeli jalan ketimbang membeli lahan. Mereka memilih membebaskan lahan untuk dijadikan akses masuk terlebih dahulu daripada membayar lahan yang menjadi incaran utamanya. “Jika akses masuk sudah dikuasai maka lahan yang diincar sudah ada dalam genggaman”, kata mereka.

Walaupun seandainya mereka tidak kesampaian membeli lahan yang diincar, setidaknya bisa mendapatkan untung besar dari ‘jual jalan’. Belum lagi pemilik lahan yang lokasinya terhalang oleh lahan milik orang lain juga tiada henti mencari cara untuk mendapatkan akses jalan. Disinilah dimulai drama ‘sok akrab’ mereka dengan pemilik lahan yang ada di depannya. Selain menggunakan iming-iming materi, mereka juga memanfaatkan sifat dasar Orang Bali yang senang dipuji. Mereka tidak ragu merendahkan diri (ngajum-ngajum) pemilik lahan untuk mengambil hatinya. Apabila beruntung, dengan cara ini mereka juga bisa mendapatkan potongan harga yang gila. Akhirnya dapat ditebak, setelah akses jalan diperoleh mantan pemilik lahan tidak akan pernah lagi kedatangan tamu yang berkata-kata manis seperti sebelumnya. Hubungan merekapun selesai, terlebih lahan yang dibukakan jalan telah berpindah tangan ke pihak lain.

Belum pula hilang dari ingatan saya, beberapa tahun lalu dua orang warga desa bersitegang pasca pelebaran jalan. Permasalahan ini sampai memusingkan perangkat desa di tempat kejadian. Jalan yang sebelumnya telah dilebarkan tiba-tiba ditutup lagi oleh si pemilik dengan batang pepohonan. Alasannya ternyata karena si pemilik merasa tanahnya digerus terlalu banyak. Ia meminta keadilan. Jadilan kemudian dilakukan pengukuran ulang dengan sedetail-detailnya. Dari beberapa kejadian itu, setidaknya menandakan perubahan persepsi orang Bali tentang jalan. Mereka perlahan tidak lagi menganggap jalan sebagai milik bersama, namun komoditas yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar mendatangkan keuntungan maksimal.

Dahulu Orang Bali latah pula berkata, “Nyelang margi” (saya pinjam jalan)” apabila lewat di depan orang yang kebetulan duduk-duduk di pinggir jalan. Tanpa peduli jika sesungguhnya jalan itu berlokasi di wilayahnya, bahkan bagian dari lahan miliknya. Mereka juga tidak gengsi mengatakan nyelang margi kepada orang asing. Jalan yang demikian sakral itulah yang menumbuhkan beragam budaya luhur dalam tata kehidupan Orang Bali terutama saling menghormati.

Kini ketika nilai-nilai itu dilanggar jadilan ucapan nyelang margi semakin jarang terdengar. Lebih jauh, para pendatang tidak lagi menghormati penduduk lokal. Mereka berbuat seenaknya dan malah dengan terang-terangan datang untuk menaklukkan orang lokal. Terlebih ada cerita apabila mereka punya nyali untuk cekcok atau adu otot dengan penduduk lokal maka akan dapat mendongkrak prestise dalam lingkungannya, baik sesama pendatang maupun di kampung asalnya. Penduduk lokal juga tidak mau ketinggalan, mereka cenderung menganggap pendatang sebagai musuh.

Puncaknya banyak pertikaian yang lagi-lagi bertema jalan. Selain pertikaian itu kebanyakan terjadi di jalanan, juga menggunakan jalan sebagai penanda wilayah. Orang-orang yang bermukim di sepanjang jalan A mengancam akan mencelakai musuhnya bila sampai kelihatan batang hidungnya disana, begitu pula sebaliknya. Jadilah semakin banyak anak muda yang pikir-pikir untuk lewat di suatu jalan, khawatir kalau-kalau jalan itu merupakan daerah kekuasaan musush-musuhnya. Acapkali mereka cari aman dengan mencari jalan lain yang lebih jauh ketika hendak menuju suatu tempat.

Jumlah kendaraan bermotor yang semakin padatpun tidak ketinggalan membuat sesama pengendara kerap salah paham. Belum lama ini viral rekaman video seorang pemuda asli Bali yang adu jotos dengan sekelompok pemuda yang diduga pendatang. Demikian pula kini jalanan umum semakin lazim digunakan sebagai arena balapan liar. Jika dahulu hanya satu merk sepeda motor yang bergelar raja jalanan, kini kendaraan apapun ingin jadi raja jalanan. Dan itu tentu membahayakan pengendara lain. Belum disusul dengan banyaknya kejahatan yang semakin menjamur di jalanan mulai dari begal, jambret, sayat paha, pura-pura tertabrak, dan sebagainya.

Kembali lagi ke kasus penutupan jalan menuju tempat suci di tengah kota besar tadi. Benar atau tidak konon pelakunya telah pindah agama meskipun adalah Orang Bali asli yang telah memiliki bukti hak kepemilikan yang sah atas lahan tersebut. Ada yang menyebut pindah agama inilah yang menjadi sebab utamanya. Jika kita ikut-ikutan berpikir demikian berarti turut membenarkan bila nilai nyelang margi itu endemik dan mustahil bertumbuh dalam diri orang yang telah menganut agama atau kepercayaan tertentu.

Padahal leluhur Orang Bali tampaknya mempersiapkan nilai ini untuk semua orang yang bermukim di Bali, tanpa kecuali. Tentu mereka akan terhindar dari masalah jika menaatinya dengan sungguh-sungguh. Sebab, pastinya kita sepakat bila semua orang di masa ini membutuhkan akses jalan, tanpa kecuali. Jika demikian mesti disadari pula bila di jalanan ada hak-hak orang lain, nyelang margi…nyelang margiii…. [T]

Tags: balifilosofifilsafat baliJalan
Previous Post

Donor Darah di DPRD Buleleng, Sehatkan Sesama, Sehatkan Diri

Next Post

Dari Aliansi Subak sampai Proses Menjaga Kedaulatan Kerajaan Bali: Memandang Batur dari Jendela Sastra

Putu Suweka Oka Sugiharta

Putu Suweka Oka Sugiharta

Nama lengkapnya I Putu Suweka Oka Sugiharta, S.Pd.H.,M.Pd.,CH.,CHt. Lahir dan tinggal di Nongan, Rendang, Karangasem. Kini menjadi dosen dan terus melakukan kegiatan menulis di berbagai media

Next Post
Dari Aliansi Subak sampai Proses Menjaga Kedaulatan Kerajaan Bali: Memandang Batur dari Jendela Sastra

Dari Aliansi Subak sampai Proses Menjaga Kedaulatan Kerajaan Bali: Memandang Batur dari Jendela Sastra

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co