Namanya Wayan Merta, tapi akrab disapa Pak Eka. Ini sapaan yang unik, karena tak ada satu pun nama Eka pada nama aslinya, juga tak ada nama Eka pada anaknya.
Namun ia senang saja dipanggil Pak Eka. Dan, jika mendengar istilah Eka Dempul yang berkaitan dengan laut dan penyelamatan terumbu karang, maka tak salah lagi, istilah itu memang berkaitan juga dengan nama panggilannya, Pak Eka.
Apa itu Eka Dempul? Tunggu, tunggu.
Pada suatu hari Minggu, saya sempat mengobrol dengan Pak Eka tentang laut dan kehidupan manusia di sekitarnya. Ah, gawat sekali. .
Laki-laki 54 tahun yang berasal Banjar Dinas Penyumbahan Desa Les Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali, ini memang punya kehidupan yang tak jauh-jauh dari lautan. Bahkan, rumahnya juga dekat pesisir. Di rumah itu ia hidup bersama istri dan dua anaknya.
Sejak tahun 1998 Pak Eka dikenal sebagai penyelam ulung. Ia menjadi seorang penyelam untuk mencari ikan hias. Mungkin sudah ratusan kali ia melakukan penyelaman, bukan hanya di perairan Tejakula dekat rumahnya, melainkan juga melakukan penyebrangan sampai perairan Sulawesi.
Dulu, perburuan ikan hias dilakukan dengan menggunakan potasium sianida. Belakangan baru disadari bahwa pencarian ikan hias dengan menggunakan potas itu membuat biota laut dan terumbu karang jadi hancur. Dan penggunaan potas pun dilarang.
“Sejak tahun 2001 timbul keinginan untuk membayar kesalahan itu,” kata Pak Eka.
Ia kemudian aktif terlibat dalam program pelestarian, pengembangan dan perawatan terumbu karang. Keaktifannya itu membuat ia semakin sadar dan semakin percaya dengan kata pepatah “Apa yang ditanam, itu yang dipetik”.
Sedari 2003 Pak Eka mulai melakukan gerakan transplantasi terumbu karang di pesisir Desa Les. Itu semua untuk mengembalikan dan melestarikan terumbu karang yang sebelumnya banyak rusak akibat potassium. Gerakan dilakukan bersama Sea Communities maupun secara mandiri. “
“Saya mengabdikan diri pada laut,” tegasnya.
Maka, laut bisa dianggap sebagai rumah keduanya. Pekerjaan utamanya menjadi nelayan ikan konsumsi. Ia juga menjadi instruktur diving, dan rutin sebulan dua kali turun ke bawah laut untuk mengecek dan membersihkan terumbu karang dari sampah plastik.
Penemuan Metode Eka Dempul
Eka Dempul bisa disebut sebagai metode penanaman bibit terumbu karang di dasar laut dengan menggunakan campuran semen dan lem khsusus.
Bagaimana awal ditemukan metode Eka Dempul? Berawal dari program ICRG (Indonesian Coral Reef Garden) yang ia pimpin.
Ia terus berpikir untuk menemukan cara yang sederhana, berguna dan murah dan cepat untuk memastikan bibit karang tidak lepas dari substrat. Substrat adalah media buatan untuk tumbuhnya tunas karang.
Beberapa ia lakukan, misalnya memakai labak (kayu yang digunakan untuk mengunci lubang yang masih ada antara media tumbuh dan bibit terumbu karang. Dan juga cara dengan menggunakan dempul mobil, tapi efektifitasnya kurang baik dan memakan waktu lama serta mahal biaya.
Dan sutu kali, ia tak sengaja melihat sisa semen yang terkena air, dan semen itu langsung padat dan mengeras dalam beberapa saat. Timbulah ide untuk membuat eksperimen, di mana campuran semen itu ditambahkan dengan lem khusus.
Media buatan dengan menggunakan semen dan lem khusus itu pun dibuat dengan cepat. Ia kemudian menanam bibit terumbu karang dengan menggunakan metode yang dibuatnya itu. Bibit terumbu karang ditempelkan secara alami dengan menggunakan campuran semen dan lem khusus itu. Dan ternyata campuran itu tetap kuat. Bibit terumbu karang tidak terlepas.
Nah, dengan metode itu. ribuan bibit terumbu karang bisa dipasang dengan sangat cepat, tanpa memerlukan waktu berhari-hari. Metode itu kemudian dikenal dengan “Eka Dempul”. Sangat sederhana dan cepat adalah keunggulan dari inovasi metode itu.
Bayangkan saja. sebelum ada metode ini, jika mau menanam karang, dibutuhkan media untuk meletakannya dan itu butuh waktu pembuatan media berhari-hari. Dengan metode Eka Dempul ini hanya butuh beberapa menit saja, dan bibit karang bisa ditaruh pada media alami di bawah laut. Pak Eka terus bereksperimen dengan metode ini.
Secara mandiri ia mendokumentasikan dan memberi tagging (tanda) dari metode yang ia buat. Dan saat ini ia sedang berjuang untuk mendapatkan hak paten dari metode yang dia temukan itu.
Semoga metode “Eka dempul” bisa mendapatkan hak paten. “Prosesnya sudah diurus,” katanya.
Pak Eka memang bukan ahli kelautan. Bahkan tidak tamat sekolah dasar. Namun pengalaman dan penyadaran diri terhadap apa yang telah dilakukan di masa lalu telah membuat ia menata masa depan dari laut terutama lewat terumbu karang.
Betapa hebatnya terumbu karang yang bisa menjadi pengerem arus laut agar tidak abrasi dan sekaligus rumah mewah bagi ikan-ikan serta hiburan mewah bagi penikmat surga bawah laut. Terima kasih Pak Eka. [T]