Pameran tiga orang Mahasiswa Program Studi Seni Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar di Gujji Cafe (Maha Art Gallery) Renon, Denpasar, tergolong unik. Mereka tak hanya menyajikan karya lukis dengan teknik mendekati sempurna, tetapi juga kreatif dalam menciptakan ruang pameran.
Karya seni dalam berbagai ukuran itu disajikan sangat atratktif dan simetris, sehingga membuat pengunjung nyaman dan pesanpun didapat. Pameran sudah mulai dipajang pada, Rabu (26/1) bersamaan dengan jadwal ujian Tugas Akhir (TA) yang menjadi syaratnya.
Ketiga mahasiswa yang menggelar pameran itu, adalah Fiqih Hikmawan, Amandus Lionisius Epo dan Renata. Ketiga seniman akademis ini, sebelumnya belajar pada seniman Drs. Made Budhiana selam 3 bulan.
Masing-masing mahasiswa menyajikan karya dengan tema, gaya dan ukuran yang berbeda-beda. Fiqih Hikmawan dan Amandus Lionisius Epo menampilkan 11 karya. Sementara Renata hanya menyajikan 9 karya yang mengangkat tentamg zodiak terkait dengan elemen air.
Pameran Gujji Cafe (Maha Art Gallery) tepatnya di jalan Merdeka, Renon, Denpasar, itu sekaligus menjadi tempat untuk menggelar ujian, sebagai pertanggungjawaban secara teori atau tertulis. Ini merupakan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sehingga pelaksanaan ujian bersamaan dengan pameram seni, mampu menciptakan suasana yang beda. Aura positif yang ditebar karya seni itu, mahasiswa yang mengikuti ujian tidak terlalu tegang, dan pemngujuiiun juga tampak santai, namun tetap tegas.
Dosen Drs. Ketut Murdana, M.Sn., mengatakan, MKBK ini merupakan lucuran program dari pemerintah pusat maka sepatutnya ISI Denpasar mengikuti dan menjalankan sesuai dengan kemampuan. Dari proses akademi yang dilakukan bersama mitra, pembimbing dan mahasiswa selama 3 bulan ternyata hasil dari pada proses projek independen ini sangat berhasil.
Hal itu dibuktikan dalam pameran yang sudah dilakukan secara maksimal. Sebab secara kuntitatif, memang setiap mahasiswa ditetapkan oleh kampus dan jurusan masing-masing membuat 6 karya, tetapi mereka mampu membutkan 9 karya, bahkan lebih. Jenisnya juga besar dan juga bagus, sehingga secara kuantitatif dapat dianggap sebagai keberhasilan.
Secara kualitatif, proses berkarya dan juga menulis juga sudah memasuki wilayahnya, seperti literasi, disiminasi dan metode penelitian cukup bagus. “Saya sebagai seorang pembimbing sangat senang dan bahagia melihat proses kemajuan bimbingan itu. Walaupun, ada hal-hal yang perlu diperbaiki dan diberikan penajaman secara konsep konferenship, itulah proses akademik yang tak bisa sempurna sekali tetapi bisa disempurnakan memlalui proses evaluasi konfersnship seperti saat ini,” sebutnya.
Keberhasilan ini juga bisa dilihat dari kemampuan ketiga mahasiswa ini dalam beradaptasi, terutama ekloprasi dengan mitra. Sesungguhnya program belajar bersama mitra ini sudah dilakukan sejak dulu, tetapi sekarang ini bisa dinilai.
“Inilah perhatian besar para seniman untuk memberikan ilmunya kepada kampus. Kita maklum tak sepenuhnya dapat diserap oleh mahasiswa karena tingkatnya memang beda. Walau demikian, dengan level S1, nampaknya sudah sangat cukup baik,” imbuhnya bangga.
Made Budhiana mengatakan, program pemerintah dalam hal pendidikan dalam MBKM itu ada dua kata merdeka, belajar merdeka dan kampus merdeka. Hal ini tentu sebuah lompatan dalam hal pendidikn, sebab selama ini pendidikan formal itu selalu terjadi di kampus.
“Nah sekarang ini kampus, universitas bekerjasama dengan masyarakat yang menguasai bidangnya masing-masing entah itu di kesenian atau usaha. Saya rasa sangat bagus. Ini suatu pola baru, sehingga pengetahuan itu tak hanya didapat dari kampus sajabelalui teks book belajar terori saja, tetapi di luar kampus,” imbuhnya.
Teori di luar kampus sangat beragam, dan itu sangat penting untuk sekarang ini. Kedepan proses belajarnya itu bisa dari mana-mana. Sebut saja sekarang belajar dari internet. Untuk mendapatkan pengetahuan apapun bisa dari sana yang sangat luas.
“Kebetulan saya dipercayakan untuk membimbing adik-adik mahasiswa, tentu semua yang saya jalani dalam berkesenian secara merdeka dan mandiri, maka itulah yang saya lakukan. Saya hidup dari berkesnian bukan dari dosen atau guru di kampus dan di sekolah,” paparnya.
Semua itu tentu tidak mudah dilakukan, propsesnya juga lebih rumit dan berat. Pencapaiannya juga sangat berat. Tetapi, dirinya merasa senang karena sekarang ini ia juga memerdekakan anak didik, dari akademis.
“Nanti, generasi milenial kedepan ini, mereka akan mendapatkan pendidikan dari mana-mana. Sekarang yang penting bagi generasi sebelumnya adalah memberikan esensi, hal-hal yang mendasar dalam pendidikan itu, seperti semangat, spirit dan energi yang bisa datang dari manapun juga. Itu yang saya berikan dan refrensikan dari mana-mana. Saya memperlihatkan buku pada mereka, karean saya punya banyak buku di studio. Mereka bisa belajar langsung dari melihat da membaca buku-buku itu,” imbuhnya.
Sekarang membuka kemampuan mahasiswa itu yang paling berat. Itu termasuk tantangan saat membimbing mahasiswa, karena mereka merupakan generasi yang berbeda dari generasi dirinya. Setiap generasi itu, akan ada tantangan dan hambatan-hambatan yang berbeda-beda.
“Saya kemuddian membuka kemampuan mereka, sehingga mereka yang harus aktif sekarang. Jadi percepatan itu terjadi oleh mereka sendiri. Saya hanya menekan kesadaran. Intinya membangklitkan kreativitas mereka, dan ketika mereka memiliki bakat atau ide apapun itu, saya hanya mendorong untuk mengembangkannya dengan melakukan ekplosasi supaya mereka bisa mencapai apa yang diingikan,” bebernya.
Perlu diingat, ide karya itu datangnya dari apa saja, bisa dari tradisi, modern dan entah dari kehidupan jaman sekarang. “Untungnya dari ketiga anak ini, semuanya siap dalam waktu pendek, yakni selama 3 bulan sudah bisa menyelasikan karya yang bagus. Walau demikian perlu juga dari ISI Denpasar melakukan penyempurnaan teknis saja, seperti dalam bidang skripsinya,” pungkasnya.
Kordinator Prodi Seni Murni, Dr. I Wayan Setem, M. Sn mengatakan, pameran tugas akhir MBKM Prodi Seni Murni FSRD ISI Denpasar ini merupakan lanjutan dari pameran bersama di LV8 Resort Hotel Canggu. Selain pamera di Maha Art Gallery ini, ketiga mahasiswa ini juga ikut berpameran di LV 8 Resort Hotel Canggu yang bermitra dengan Made Budiana.
“Dalam karya seni terkait program MBKM ini tidak menentukan alirannya, mereka melakukan studi indpenden apa yang didapat dari Made Budiana. Mahasiswa ini tidak meng-copy paste karya-karya Budiana, tetapi membangkitkan jati diri para mahasiswa masing-masing dalam berkarya. Mitra Made Budiana hanya sebagai driver, navigator, sementara mahasiswa yang berjaklan sesuai kemampuannya,” terangnya.
Mahasiswa tetap diberikan kebebasan berkarya dalam konsep, termasuk kebebasan dalam kontek mendisiminasikan di sini. Ketiga mahasiswa ini cukup berhasil, karena mereka juga ikut dalam pameran terpusat di LV8 Resort Hotel Canggu, selain berpameran di Maha Art Gallery ini.
“Ini tantangan bagi mahasiswa setelah proses karya, ada tuntutan publishing yakni memamerkan untuk masyarakat luas. Bisa mendapatkan tempat di sini kan tidak gampang, perlu kualitas karya yang bagus, buka permajangan karya semata. Mereka tak hanya berhasil menciptakan karya, tetapi juga sukses mempublikasikan kle ruang-ruang publik,” paparnya.
Program MBKM ini memang mendorong mahasiswa untuk belajar memahani realita yang ada di lapangan, realitas riil yang terjadi di masyarakat. Karya-karya seni yang dipajang ini bercirikan akademik, sehinga semua proses diikutinya, mulai dari konsep proposal yang layak, kemudian ditindaklanjuti dengan mitra dan pembimbing, hingga riset artistik dan kobsep. “Itu ciri akademis berdasar kajian dan penelitian ilmiah,” kata Setem. [T]/*]