Awalnya ia mendengar kabar baik tentang khasiat madu kele-kele atau trigona dan nilai jual yang bagus. Lalu menelusurinya, mempelajarinya, dan kemudian membuat usaha madu kele-kele atau madu kele, dengan membuat koloni lebah trigona.
Itulah yang dilakukan Gede Redi Putra Yasa. Redi, begitu pemuda 18 tahun ini akrab disapa, sejak setahun lalu, atau sejak tahun 2019, lantas hingga kini bergelut dengan lebah trigona atau dalam bahasa lokalnya “kele” atau “kele-kele”. Pemuda dari Desa Les, Tejakula, Buleleng, yang masih duduk di Kelas XI SMA 1 Tejakula ini telah mempunyai kurang lebih 200 koloni lebah trigona.
Pada suatu senja yang mendung saya berkesempatan berkunjung ke rumah sekaligus tempat dimana koloni lebah milik Redi diternakkan. Kami ngobrol seputar madu kele-kele dan hal-hal yang berkaitan dengan usahanya.
Sebelum merintis peternakan madu secara otodidak, Redi sering berburu madu trigona di hutan Desa Les. Selain mencari madu, ia juga memburu ratu lebah trigona untuk d ternakkan di rumah. Empat bulan pertama adalah masa percobaan, lalu setel;ah itu usaha ternak madunya berkembang seperti sekarang.
Secara otodidak juga anak muda ini membuat sebuah percobaan untuk rumah lebah trigona. Ada tiga media yang digunakan yaitu kendi, kayu dan bambu. Dari ketiga media “rumah” lebahnya, media kendilah yang memiliki kepekatan yang paling padat dibandingkan media yang lain.
Menurut Redi, kendi dapat membuat suhu yang konstan saat udara panas maupun dingin. Selain bereksperimen secara mandiri, pengecekan rutin seminggu sekali mutlak dilakukan.
“Hal ini penting untuk mengetahui perkembangan lebah trigona dan gangguan dari hama dalam hal ini kebanyakan semut,” tuturnya.
Anak dari Gede Suka Arta dan Made Adnyani ini pun menuturkan jika hasil dari penjualan madu trigona sangat membantu ekonomi keluarga dan membiayai sekolahnya. Secara alami setahun lebah trigona bisa dipanen sebanyak dua kali. Dengan lumayan banyak rumah koloni yang dimiliki pemuda ini maka dalam seminggu bisa memanen madunya.
Untuk pemasaran produknya pun Redi menggunakan platform mesia sosial dan beberapa pembeli yang telah mempercayai khasiat madu trigonanya yang memang dari lebah lokal. Per meli liter madu trigona miliknyabakan dihargai Rp. 1000. Panen terbanyak biasanya bulan September, menjelang akhir panen misim buah mencapai 30 botol ukuran 150 ml.
Jika ditotal 150 ml X 30 botol = 4500 X Rp.1000 = 4.500.000, maka hasilnya lumayan dan hampir menyamai standar gaji PNS.
Tetapi begitulah manis, selalu diawali dengan proses keras, pahit dan penuh perjuangan. Di usia yang masih muda, Redi mencoba membelajarkan diri dari ketertarikannya tentang lebah trigona untuk setidaknya bisa membayar biaya sekolah dan lebih-lebih bisa membantu ekonomi keluarga. Sungguh Madu sekali. Manis, menyehatkan dan berguna semuanya. [T]