Hawa dingin yang terasa semakin menusuk akhirnya membangunkan saya dari tidur yang lelap. Saya mengucek-ngucek mata, mencoba merontokan rasa kantuk yang masih bertengger di mata kiri dan kanan, kemudian merenggangkan badan sedikit agar tidak terasa kaku. Saya melirik jam di layar ponsel. Ternyata sudah pukul 09.00 WITA. Namun matahari belum menunjukan senyumnya yang hangat. Sedari subuh hujan turun dengan sangat deras. Sesekali angin juga bertiup sangat kencang. Menjadikan suasana pagi di hari Rabu, 29 Desember 2021 di Tabanan, Bali nampak sedikit kelabu. Meski begitu, semanagtorang-orang untuk menjalani aktivitas tidak beku begitu saja. Dari balik jendela kamar kost, saya lihat para tetangga kost yang rata-rata adalah anak-anak SMK sibuk berpergian ke sana kemari. Rupanya mereka sedang mengurus berkas-berkas untuk magang di suatu tempat tertentu.
Saya pun beranjak dari atas tempat tidur, bergegas menuju wastafel. Di sana, keran yang bentuknya seperti setir kapal bajak laut saya putar pelan-pelan ke kanan. Air dingin pun mengalir dengan bebas tanpa hambatan. Dengan kedua telapak tangan, saya membasuh muka secara menyeluruh, dari pipi kanan sampai pipi kiri, dari dagu sampai dahi, kemudian saya membuka rak yang menempel di dinding, mengambil sikat dan pasta gigi, megoleskan pasta gigi di atas sikatnya, berkumur sebentar, kemudian mulai menggosok gigi dengan gerakan maju mundur atas bawah depan belakang. Setelahnya saya berkumur. Di depan cermin saya tersenyum, memamerkan deretan gigi yang saya miliki. Dalam benak hati, saya bergumam “Ya, beginilah seharusnya semua anak Indonesia tersenyum”.
Saya kemudian mengambil laptop di atas meja, menyiapkan link google meet lalu saya teruskan ke salah seorang kenalan, Komang Ayu Sri Widyasanthi namanya. Ia adalah seorang dokter gigi muda dari Karangasem, Bali. Usianya baru 26 tahun di bulan Juni lalu. Saya dan Ayu berjanji untuk mengobrol jam 10.00 WITA. Janji kami tersebut bermula dari ketertarikan saya terhadap Gerakan Gigi Bali Sehat yang ia bentuk, yang kemudian mengantarkannya menjadi salah satu pemenang Satu Indonesia Award Astra 2021 dalam bidang Kesehatan bersama Gerakan Gigi Bali Sehat.
Secara pribadi, saya sangat tertarik untuk mengobrol lebih dalam tentang gerakan tersebut. Sepengalaman saya dulu, saat saya masih kecil, saya sangat sering merasa tidak percaya diri untuk tersenyum. Kata orang-orang, gigi saya waktu itu tidak sehat. Ada beberapa gigi yang berlubang dan berwarna hitam. Sehingga, ketika sedang berada di acara keluarga, entah ulang tahun sepupu atau tradisi sembahyang tahunan, sebisa mungkin saya akan minggep, tidak menunjukan gigi sama sekali, meski orang tua, kakek nenek, paman bibi, dan yang lain meminta saya untuk tersenyum sambil unjuk gigi. Tentu saya tidak mau pengalaman itu dirasakan oleh orang lain, siapapun itu, dan saat saya tahu bahwa Ayu memiliki sebuah gerakan yang berkaitan dengan gigi sehat, saya langsung menghubunginya lewat Whatsapp, mengutarakan maksud dan tujuan saya dan sebagainya. Ia juga menyambut baik maksud saya. Wah, senangnya.
Hari itu juga, saya dan Ayu akhirnya mengobrol dan berdiskusi 30 menit lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Di menit-menit pertama, kami masih membicarakan hal yang ringan, seperti kabar masing-masing, kondisi cuaca di tempatnya dan tempat saya, juga bagaimana dulu di tahun 2019 untuk pertama kalinya kami bertemu di sebuah acara kepemudaan di Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali. Ketika membahas tentang Gerakan Gigi Bali Sehat, barulah kami agak serius, tapi tetap santai, seperti obrolan di warung kopi.
Tahun 2018, Ayu sedang memasuki masa koas. Ia juga sedang dipusingkan dengan perkara mencari pasien dan lain-lain. Untuk me-recharge tubuh agar kembali bersemangat, ia kemudian memutuskan untuk turun melakukan aksi sosial bersama Komunitas Bali Baca Buku di sebuah sekolah dasar di tengah-tengah Desa Kintamani, Bali. Bagi Ayu, melakukan aksi sosial adalah sebuah penyegaran. Edukasi yang diberikan oleh Komunitas Bali Baca Buku dikemas dengan kegiatan yang seru dan menyenangkan, seperti dengan permainan, yel-yel, dan sebagainya. Melihat anak-anak yang belajar dengan riang gembira dapat memberikan energi yang baik juga bagi dirinya. Nah, sebagai seorang mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Udayana, ia pun diminta untuk memberikan edukasi kesehatan kepada anak-anak di sana. Di saat menyampaikan edukasi tentang PHBS atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, ia sangat terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh anak-anak.
Waktu itu Ayu bertanya kepada 15 orang anak yang mengikuti kelas sedukasi. “Siapa di sini yang tidak punya sikat gigi?”. Seketika semua anak di sana mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Awalnya Ayu mengira anak-anak tersebut mengangkat tangan agar mereka bisa mendapat hadiah dari kakak-kakak yang berkunjung. Ia akhirnya bertanya kembali. Semua anak ditanyakan satu per satu. Dari jawaban mereka, Ayu kemudian mengetahui hal yang lebih mengejutkan lagi. Ada beberapa anak yang mempunyai satu sikat gigi di rumahnya namun digunakan bereng-bareng bersama bapaknya, ibunya, kakaknya, dan anggota keluarga lain. Anak yang tidak punya sikat gigi menggunakan jari mereka untuk menyikat gigi. Parahnya, mereka tidak menggunakan pasta gigi, tapi menggunakan sabun mandi batangan. Ada juga yang menggunakan dedaunan untuk membersihkan gigi mereka. Ayu sendiri tidak menyangka salah satu kebutuhan primer tersebut tidak dimiliki oleh anak-anak di sana.
Dari sanalah, Ayu kemudian berkeinginan untuk membuat gerakan yang bisa memfasilitasi dan mendukung kesehatan anak-anak. Di samping realita mengejutkan yang Ayu temui, ada alasan lain mengapa anak-anak menjai fokus dari gerakan yang ia buat. Bagi Ayu, anak-anak merupakan generasi penerus. Jika anak-anak sudah punya kebiasaan dan karakter sehat sejak dini, sudah pasti akan sangat berpengaruh pada kehidupannya, misal dalam pendidikan atau dalam sosial. Inilah yang kemudian menjadi titik awal Ayu bersama 4 orang temannya mendirikan sebuah gerakan atau komunitas yang diberi nama Gerakan Gigi Bali Sehat. Pertama-tama, mereka menggalang donasi dalam bentuk sikat gigi dan pasta gigi dari orang-orang terdekat, seperti anggota keluarga, sanak famili, teman-teman mahasiswa, bahkan beberapa dosen juga ada yang berdonasi. Dengan kempanye bertajuk “Satu Sikat Gigi Berarti”, Ayu dan teman-temannya berhasil mengumpulkan donasi seperti yang diharakan. Gerakan Gigi Bali Sehat pun melakukan aksi sosial perdananya di desa yang Ayu datangi sebelumnya. Gerakan Gigi Bali Sehat masih tetap bergandengan dengan Komunitas Bali Baca Buku.
Di sana, Gerakan Gigi Bali Sehat menyalurkan sikat gigi dan pasta gigi kepada anak-anak yang membutuhkan. Tak hanya itu, mereka juga memberikan edukasi tentang bagaimana cara menyikat gigi yang baik dan benar. Ayu dan teman-temannya mengajarkan anak-anak bahwa sikat gigi sebaiknya dilakukan 2 kali sehari, yaitu di pagi saat baru bangun dan di malam hari sebelum tidur, pasta gigi sebaiknya digunakan sibiji jagung saja, dan berkumur sebaiknya dilakukan sebanyak 3 kali setelah gosok gigi agar zat flourin yang terkadung dalam pasta gigi tidak hilang. Anak-anak juga diajak untuk memperagakan cara menyikat gigi lewat alat peraga yang sudah disiapkan. Selain itu, ada juga kuis cepat tanggap lengkap dengan hadiah menarik yang diberikan bagi anak-anak yang menjawab dengan benar. Gerakan Gigi Bali Sehat melakukan aksi sosial perdananya dengan pengetahuan, keseruan, dan keceriaan.
Gerakan Gigi Bali Sehat kemudian memberikan donasi dan edukasi di berbagai daerah-daerah pelosok, seperti Kintamani, Manukaya, Desa Amed, Munti Gunung, Pemuteran, dan masih banyak lagi. Selama 3 tahun terkahir, gerakan ini sudah berbagi di hampir seluruh kabupaten yang ada di Bali, kecuali Kabupaten Jembrana. Bukan karena tidak ingin, tapi belum ada kesempatan.
Gerakan Gigi Bali Sehat juga secara konsisten memberikan edukasi di tempat-tempat yang sudah mereka kunjungi. Mereka memiliki kelas binaan, artinya edukasi diberikan tidak hanya sekali saja, tapi berkali-kali. Setiap dua minggu gerakan ini akan datang memberikan edukasi bukan hanya edukasi tentang kesehatan gigi saja, tapi juga tentang perilaku hidup sehat dan bersih lainnya. Sesekali mmeberikan pasta gigi baru kepada anak-anak jika pasta gigi sebelumnya sudah habis. Setiap 3 bulan mereka juga mengganti sikat gigi yang digunakan anak-anak. Harapan dari kelas binaan ini adalah agar anak-anak tersebut nantinya juga bisa menularkan perilaku hidup bersih dan sehat kepada orang lain, seperti teman dan orang-orang terdekat.
Mengingat misi yang dijalankan berdampak banyak terhadap kesehatan anak baik kesehatan badan, gigi maupun lingkungan, Gerakan Gigi Bali Sehat pun mulai banyak diketahui orang. Tak jarang, Ayu dan teman-temannya mendapat undangan untuk berkolaborasi dalam kegiatan aksi sosial lyang diadakan oleh komunitas lain. Ada juga beberapa kelompok mahasiswa KKN yang mengajak bekerja sama untuk memberikan edukasi di desa tempat mereka melaksanakan KKN. Seiring berjalannya waktu, volunteer Gerakan Gigi Bali sehat pun semakin bertambah jumlahnya, Jika di awal-awal Ayu hanya berjalan bersama 4 orang temannya, namun saat ini sudah ada 75 orang yang akan mendukungnya di Gerakan Gigi Bali Sehat. 75 orang tersebut tak hanya berasal dari kalangan mahasiswa kesehatan, tetapi ada juga orang dengan latar belakang pariwisata, manajemen, arsitek, dan masih banyak lagi. Gerakan Gigi Bali Sehat juga sudah memiliki beberapa donatur tetap.
Ke depannya, selain tetap memberikan donasi dan edukasi di kelas-kelas binaan yang mereka miliki, dan menerima dengan senang hati ajakan atau undangan kolaborasi, Gerakan Gigi Bali Sehat juga berharap dapat memberikan penanganan kepada anak-anak yang mengalami masalah pada gigi mereka, seperti gigi yang berlubang, gigi yang sudah goyah dan lain-lain. Menurut penuturan Ayu, hal tersebut tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus didukung dengan alat dan fasilitas yang menunjang. Ayu juga berharap ke depannya seluruh volunteer Gerakan Gigi Bali Sehat dapat berkumpul bersama semuanya dan bersama-sama melakukan kegiatan dan aksi sosial. Ayu berharap anak-anak tidak ada yang kekurangan fasilitas kesehatan, tidak ada lagi yang menggunakan sikat gigi bareng-bareng bersama bapaknya, ibunya, dan yang lainnya.
Tidak terasa saya dan Ayu sudah mengobrol selama 45 menit lebih. Pada akhirnya, obrolan saya dengan Ayu tentang Gerakan Gigi bali Sehat mengajak saya untuk membuat sebuah kesimpulan. Melakukan hal kecil dapat menjadi sangat berarti bagi orang lain. Seperti sikat gigi dan pasta gigi. Bagi sebagian orang bisa jadi kedua hal tersebut tidak terlalu penting, karena bisa didapatkan di banyak tempat, di took-toko, di warung-warung, dan sebagainya. Namun, bagi orang yang ekonominya tidak beruntung, donasi sikat gigi dan pasta gigi justru dapat menambah kebahagiaan mereka. Benar kata Ayu di akhir obrolan kami “Satu sikat gigi sangat berarti”. Satu kebaikan kecil akan berarti besar. Ayu mengingatkan saya untuk tetap menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Salah satunya dengan berbagi kepada mereka yang membutuhkan. [T]