Unsur material dan spiritual terkandung dalam segala yang ada. Bunga Recola putih ini, unsur materialnya berupa bunga karang kecil berwarna putih, tempat inggap kupu-kupu kecil. Unsur spiritualnya bau harum menyengat tajam, mengundang kupu-kupu atau seseorang datang untuk menciumnya. Setelah tiga hari kembang, Bunga Recola itu akan layu, baunya tak harum lagi.
Bunga Recola itu hadir dalam harmonisasi material-spiritualnya yang utuh. Perubahan akan terjadi ketika saya menginginkan bau harum itu tetap ada kendati pohon Recola itu tidak sedang berbunga.
Keinginan itu membuat saya berusaha mencari akal untuk mematerialkan unsur spiritual dari bunga itu, yakni bau harumnya.
Pada saat saya menemukan cara untuk mematerialkan unsur spiritual Bunga Recola itu, sesungguhnya tanpa saya sadari saya telah mulai mengganggu keseimbangan material-spiritual Bunga Recola itu. Godaan untuk menitikberatkan pada unsur material akan lebih kuat pada saat harum Bunga Recola itu sudah saya miliki dalam bentuk minyak.
Pada saat minyak itu saya pakai, dengan keharumannya yang menyebar kemana-mana membuat orang lain juga ingin memilikinya. Tidak semua orang berminat, tertarik dan berbakat menjalani proses. Yang menarik mereka adalah bau harum, maka tak masalah jika harus mengeluarkan uang.
Ini adalah kondisi kritis bagi kesehimbangan material-spiritual. Jika yang saya pikirkan adalah banyaknya keuntungan, artinya saya sudah menggeser berat timbangan ke arah material. Tetapi jika saya berpikir menjual untuk membantu memenuhi keinginan orang itu untuk mendapatkan bau harum, maka timbangan itu masih bisa ada di tengah. Tapi tentu saja sangat sulit untuk mempertahankannya.
Sulit bagi saya untuk menjaga harmonisasi material-spiritual bunga harum kecil itu. Lantas bagaimana dengan Bunga-bunga Besar Harum itu, sarana spiritual yang berbentuk material yang kita sebut “banten” itu?
Bagaimana cara menjelaskan bahwa materialisasi yang spiritual dalam kehidupan kita sudah sangat jauh? Beranak pinak bercucu cicit seperti tangan-tangan gurita raksasa yang melekat dalam kulit dan pori-pori tubuh kita.
Dan tanpa malu “kita” membanggakan yang material itu sebagai spiritual, spiritual nan adiluhung. [T]
(Umah Menuh, 25/09/2021)
___
“Karang Sawah” dari Bourdieu ke TenSura
Apa Arti Kemenangan Ini? | Renungan Usai Perang
Tanah Air – Sebuah Renungan Tentang Kewarganegaraan
___