Ini chef kelahiran Desa Les, Tejakula, Buleleng. Dari Les membawa kecintaannya pada masak-memasak, hingga sempat kerja di mana-mana. Ya, kerja memasak. Panggilannya Chef Siharta. Nama lahirnya I Made Siharta. Ia 45 tahun.
Setelah sempat keliling dari hotel ke hotel, dari restoran ke restoran, kini ia Director of Culinary & Event Adiwana Hotel & Resort, di Ubud, Gianyar, Bali.
Sejak kecil ia mempunyai kecintaan tinggi dan hobi memasak. Awal karirnya dimulai di sebuha hotel di Batam, tahun 1997. Ia sebagai cook helper di Novotel Batam. Lalu berpindah-pindah, bukan hanya pindah tempat kerja, melainkan juga pindah jenis masakan. Ia memang menguasai berbagai jenis masakan.
Sempat menggeluti masakan western di Chef Club Ubud, healthy food di Spa Vilage Tembok Bali, thai food di Kayumanis Ubud, urban food di Terazo Restaurant, sampai indonesia food di Petani Restaurant Ubud.
“Semua restoran punya konsep tersendiri yang lebih mengutamakan budaya dan kearifan lokal. Mulai dari design bangunan, menu makanan dan minuman,” kata dia.
Bekerja di management under ACCOR International, Kayumanis Grup, YTL Grup Malaysia, AIM Alaya International Management, dan sekarang ia menetap di Adiwana Hotel & Grup. Semua itu adalah bumbu perjalanan karir.
Selama pandemi, kegiatan memasaknya tentu saja terbatas. Namun bukan berarti ia tak banyak kegiatan.
Yang unik, Rabu, 30 juni 2021, sebelum diberlakukannya PPKM Darurat, ia menginisiasi lomba ngulat kulit ketipat (menganyam bungkus ketupat) dan ngulat klakat (menganyam bambu untuk digunakan alas makanan dan lain-lain).
Lomba itu diikuti 16 orang (8 pasangan), yang semuanya remaja. Pesertanya dicari dengan cara door to door dan berdasarkan link (koneksi) sesama pekerja hotel. Rata-rata peserta berasal dari kawasan Gianyar. Ada juga dari Mengwi, Badung.
“Kegiatan ini penting untuk mengkonservasi budaya dalam era globalisasi dan laju deras teknologi pada generasi muda,” kata Siharta.
“Setidaknya kami selaku stakeholder yang bergerak di bidang akomodasi mengambil bagian untuk memberikan ruang cipta kreatif bagi generasi muda-mudi bali untuk tetap eling (ingat) akan tradisi. Seperti membuat kulit tipat dan klatkat ini,” imbuhnya.
Kenapa kulit tipat dan klatkat?
Di samping memang dua hal ini yang bisa dihubungkan dan digunakan langsung dengan bidang culinary, ini juga bisa sebagai pemantik awal untuk lebih mengingatkan bahwa tradisi mengayam ataupun mengulat memang sangat bisa dikolaborasikan dengan dunia industri, khususnya perhotelan.
“Di samping itu, hotel kedepan tidak hanya di kenal sebagai sebuah tempat menginap semata, tetapi juga tempat menampilkan dan berkreasi bagi generasi muda Bali dalam pelestarian tradisi,” katanya.
Pada ajang ini disediakan hadiah berupa voucher stay, makan, spa, piagam dan plakat sehingga dapat menambah semangat para kawula muda – mudi untuk mengenal keLokalan Bali kembali.
Selain lomba ngulat kulit tipat, tentu Chef Siharta juga memiliki banyak kegiatan yang berkaitan dengan masakan dan kuliner. Ada beberapa hal yang dilakukan untuk tetap menyalakan bumbu semangat di hotelnya, seperti membuat collab dinner dengan master chef kadek session 5 pada bulan November di Elys Kitchen.
Selain itu ia juga menggelar collab chef dengan Chef Paris di Abian Sila Sunset Pool di Bresela, juga collab dengan Chef Mathias Vegan dari Jerman di Adiwana Svargalokha
Juga embuat lomba coffee latte art dan membuat bartender juggling flair di Adiwana Arya, serta membuat special dinner dengan Yayasan Tenun Pesalakan Pejeng di Adiwana Resort Jembawan.
“Saya berharap melalui dapur semua hal yang ada bisa diracik dan menjadi persembahan terbaik buat semua orang,” ujarnya. [T]