Petani boleh jeda, diam sejenak, tidak bekerja sehari, tapi padi harus tumbuh tak pernah jeda. Itu mungkin hakekat dari Nyepi Subak. Setelah saban hari berpanas-panas di sawah, bergelimang lumpur bergumul jerami, pada saat Nyepi Subak, petani sebaiknya ngopi-ngopi di rumah. Bahkan ke sawah untuk sekadar jalan-jalan saja sebaiknya jangan.
Seperti Nyepi Subak di Subak Aya Pohmanis, Penebel, Tabanan, Bali, pertengahan Mei ini. Nyepi Subak diawali dari upacara mesaba di Pura Ulun Suwi, di Bedugul Subak. Kerama subak bersama menhaturkan rasa syukur atas kelimpahan kesuburan dari tumbuhan padi. Padi yang selama ini dirawat petani, dari sejak menanam hingga padi hamil batang.
Sebuah pemandangan yang indah pada saat padi hamil batang. Lalu keluar pucuk bunga dan menjadi buah bulir-bulir padi hijau, lalu menguning perlahan. Betapa indah.
Usai upacara Mesaba besoknya semua aktifitas di seluruh wilayah subak ditiadakan. Tak boleh ada kegitan apapun tujuannya. Petani jeda, hanya memberi ruang hening pada alam dan padi.
Kenapa ada Nyepi? Mari saya kutipkan artikel Sugi Lanus di tatkala.co sebelumnya.
Di Bali dikenal beberapa tradisi Nyepi, diantaranya:
- Nyepi Abian (sehari dilarang ke kebun).
- Nyepi Subak (sehari sampai 3 hari dilarang bekerja di sawah)*
- Nyepi Desa (beberapa desa merayakan ruawatan khusus setelahnya tidak boleh ada aktivitas di desa bersangkutan)
- Nyepi Saka Warsa (perayaan tahun baru Śaka)
Tiga Nyepi di atas berbeda lokasi dan hari, kadang bersifat sangat lokal. Hanya Nyepi menyambut tahun baru Śaka yang paling umum dikenal dan menjadi hari libur nasional. Airport di Bali bahkan ditutup dstnya. Nyepi Danu, Nyepi Luh-Muani dll yang masuk “ragam Nyepi Desa” yang ada tidak diurai, secara prinsip Nyepi tersebut bagian dari Nyepi wilayah desa pakraman tertentu.
Tradisi Nyepi tidak berdiri sendiri. Nyepi adalah persyaratan dari sebuah upakara Tantrik yang bersifat magi. Upakara yang mensyaratkan penyepi adalah upakara yang memakai sesaji (banten) Pangresikan, Prayascita, Durmanggala dan berabagai banten Caru atau Tawur.
Kalau diibaratkan ‘mencuci’ maka ‘nyepi’ ini adalah sehari merendam cucian dan membiarkan berbagai ramuan pemutih-pengharum-pelembut pakaian bekerja/menyusup, agar luntur kekotoran pakaian secara tuntas tanpa terganggu.
‘Ruwatan bumi’ (Tawur) untuk desa-desa dan bumi, ‘permohonan kesuburan’ (penyiwian) untuk perkebunan, ‘ritual mengalau hama’ (Nangluk Mrana) untuk persawahan/subak, ‘ritual penyucian’ (Prayascita) untuk berbagai leteh/kekotoran niskala adalah ritual Tantrik yang mengunakan mantra-stava dan berbagai sarana sesaji yang dipercaya punya daya magi yang bisa bekerja secara gaib. Ritual-ritual ini bukan hanya ritual yang bersifat simbolik, tapi bekerja secara magis. Dipercaya dari berabab-abad lampau punya daya magis menyucikan dan mengembalikan tatatan keseimbangan kosmik. Pengembalian gaib ini dikenal dengan istilah ‘somya’.
Agar ‘ruwatan bumi’, ‘permohonan kesuburan’, ‘ritual mengalau hama’, ‘ritual prayascita’ dll yang dilakukan secara gaib mampu bekerja secara efektif maka harus ada ruang tenggang atau ruang jeda dari masa ‘nyomia’ (proses penyucian) selama sehari. Selanjutnya setelah tenggang sehari penuh hening dan semua doa-mantra-stava-sesaji berkerja secara gaib, dilanjutkan dengan memulai kerja nyata.
***
Setelah Nyepi Subak usai, aktifitas di sawah sudah kembali norma. Sepeda saya pun bisa kembali menyusuri keindahan padi menguning di lereng Gunung Batukaru ini.
Usai Nyepi Subak ini juga sebagai penanda untuk bisa mulai panen raya bagi masyarakat, kerama subak, para petani di sawah mereka .
Subak merupakan organisasi tradisional agraris yang sarat komitmen dan taat pada sasih atau musim . Ya seprti sebuah puisi yang dilembagakan menyelinap jadi ketahanan pangan setiap jaman hingga pandemi ini. [T]
20 Mei 2021, Subak Aya Pohmanis Tabanan
_____
BACA ARTIKEL TENTANG NYEPI LAINNYA: