Pameran seni rupa bertajuk TRASHVELING BY ARTISTS menampilkan karya-karya sejumlah perupa Bali yang bersenergi dengan Komunitas Malu Dong Buang Buang Sampah Sembarangan, yang memandang persolan sampah saat ini adalah permasalahan bagi kita Bersama. Para seniman kemudian membuat karya-karya yang berhubungan keberlangsungan lingkungan.
Perupa yang bersinergi; I Made Gunawan, I Nyoman Loka Suara, I Made Bakti Wiyasa, Uuk Paramahita, Made Somadita, A.A. Putu Oka Astika, Ni Nyoman Sani, Ni Wayan Adnyana, Voni dewi, Niluh dan I Putu Bagus Sastra, berkolaborasi dengan I Made Bakti Wiyasa dalam karya seni instalasi berbahan daur ulang.
Pameran dibuka oleh IB. Rai Dharmawijaya Mantra, Sabtu tanggal 15 Mei 2021 pukul 18.00 Wita dan akan berlangsung sampai 15 Juni 2021 di Malu Dong Space, Jalan Sahadewa no 20 Denpasar.
Dalam pameran TRASHVELING BY ARTISTS menampilkan karya-karya sinergi Sembilan perupa dan seorang perupa yang menampilkan karya kolaborasi. Karya senirupa yang ditampilkan diantaranya ; karya seni lukis, karya seni tiga dimensi dan karya seni instalasi. Karya seni lukis dengan memanfaatkan media baru dalam karya karyanya dihadirkan oleh I Made Gunawan, I Nyoman Loka Suara, I Made Bakti Wiyasa, Uuk Paramahita, A.A. Putu Oka Astika, Ni Nyoman Sani, Ni Wayan Adnyana, Voni Dewi Niluh. Mereka menikmati proses eksplorasi bahan dengan niat sama mewacanakan terbangunnya kesadaran akan sikap bijak pada persoalan sampah dengan yang digarap khusus untuk pameran TRASHVELING BY ARTISTS ini.
Made Gunawan dengan narasi ikan-ikannya yang khas menerapkan elemen visual berupa objek manusia dan binatang yang seakan mengendarai objek utama dalam karya-karyanya berupa sosok Gajahmina. Gunawan memanfaatkan permukaan artistik media kardus pada ketiga karya seni lukis dipameran ini. Gunawan memberikan kita pesan kebersamaan di semesta ini sangat penting guna menjaga tatanan kehidupan alam yang seimbang.
I Nyoman Loka Suara menampilkan karya-karya terkini yang memiliki artistik dan daya ‘ganggu’ visual yang menonjol dalam pameran ini. Pada karya-karya I Nyoman Loka Suara dengan kebebasan dan keberaniannya memanfatkan tablet sisa obat dan bungkus rokok serta beberapa puntung rokok dari sampah dan penggunakan sampah medis seperti perban yang digunakannya untuk membangun sebuah kesan dalam membalut sosok wajah topeng tradisonal Bali. Narasi yang dibangunnya punya dimensi makna yang bisa dibaca melebar oleh amatan lintas dimensi para penikmat dan pengamat seni.
I Made Bakti Wiyasa menampilkan lukisan dengan teknik kolase dipadu cat akrilik di atas kertas dan diatas karton. Bakti memanfaatkan media campuran dalam teknik kolase dan cat air, ikon togog Bali dihadirkannya untuk membangun dimensi makna dan zaman di padu pemanfatan masker-masker yang pernah dipakainya sebagai tanda kekinian di zaman pandemi. Visual masker juga muncul di lukisan cat air di atas berjudul “Laut Gunung Danau Sungai Adalah Kita”, ukuran A3 TAHUN 2021. Kedua karya seni lukisnya menjadi tanda terhubungnya eksistensi masalalu yang gemilang dengan masa pandemi ini yang menjadi tatanan baru bagi dunia. Karyanya menghubungkan keberadaan eksistensi kegagahan masa lampau lewat narasi tinggalan budaya tua berupa togog dengan capaian dunia masakini yang sedang terjerembab dalam tatanan baru yang datar dan gamang dimasa pandemi ini.
Uuk Paramahita menampilkan beberapa plastik pembungkus dengan karakter buble yang direspon dengan teknik drawing yang khas serta memanfatkan karakter warana dan tekstur alami pastik kresek. Uuk memadukan aksen artistik beragam benda guna menghadirkan nuansa tertentu. Beberapa pembungkus makanan dan juga, kardus, barcode pembungkus disusun dengan teknik kolase menjadi karya seni lukis yang menawan dengan media campuran yang mengingatkan kita dikepung sampah pembungkus yang wajib disikapi bijak guna keberlangsungan kehidupan ini.
Ni Nyoman Sani membangun narasi-narasi kecantikan dari bahan kain perca dan memanfaatkan teksturnya sebagai tanda dan artistik baru pada karyanya. Wajah-wajah jelita, syahdu, menawan, metropolis dibangun dengan karakter aristik kain perca yang bermakna feminim dan juga terbagun kesan oleh Sani bahwa kecantikan bisa hadir disegala dimensi jika kita bijak menyikapi lingkungan dengan kesadaran diri dan selaras dengan alam yang sehat.
Ni Wayan Adnyana menghadirkan sosok seperti ibu / bumi yang perutnya dipenuhi dengan ragam wacana keindonesiaan dan peringatan-peringatan akan lingkungan yang sudah berkapasitas penuh dan segera wajib kita selamatkan dari fenomena limbah dan sampah agar sang ibu bumi kembali nyaman cantik berseri. Satu karyanya menghadirkan kesegaran sebuah buah apel yang patut dijaga sebagi wacana narasi yang menegangkan antar kesegaran dan ancaman pembusukan akibat lingkungan yang tak terkendali. NI Wayan Adnyana menyadarkan kita agar patut saat ini juga kita sikapi dan berpilaku seimbang dan selaras alam secara konsisten.
Voni Dewi Niluh, menampilkan sosok-sosok berpegangan tangan di lautan di atas perahu dengan logo malu “Dong Buang sampah Sembarangan”. Karyanya Voni berjudul “Mejaga Keindahan Dalam Kebersamaan” dengan media campuran diatas kanvas tahun 2021. Voni lewat karyanya yang berbasih teknik dekoratif sedang mengingatkan kita akan pentingnya sikap mulia dalam kebersamaan dalam menjaga alam indah ini.
Disisi lain karya seni tiga dimensi yang memanfaatkan benda-benda temuan digarap apik oleh I Made Somadita, A.A. Putu Oka Astika, Voni Dewi Niluh. Mereka menghadirkan makna-makna baru dari olah kreatif mereka akan keberadaan keseharian yang hadir menjadi karya mendukung kesadaran wacana membangun lingkungan Bali yang sehat dan nyaman.
I Made Somadita menghadirkan karya seni tiga dimensi dengan media kayu temuan dari laut, kayu bekas bangunan dan paku-paku yang diberikan sentuhan warna dan diberik sentuhan lukisan mahluk -mahluk berkaki tujuh seperti pada karyanya yang berjudul “Art’e Pak kaki Toejoe”, Acrylic diatas kayu, 2021. “ Sama-sama Ngelumbih”, Acrylic diatas kayu, 2021. Karyanya mengingatkan kita pada keindahan juga ada di antara sampah jika kita selektif melihat dan memanfaatkan sebagai sebuah pesan.
A.A. Putu Oka Astika menampilkan karya-karya yang sarat pemanfaatan media-media campuran berupa plastik, tikar, triplek, tempeh. Kemampuan kreatifnya memanfatkan benda temuan berhasil menghadirkan karya-karya yang sarat pesan budaya seperti salah satu karyanya yang berjudul “ Bomantaka” dan satu karya seni tiga dimensi yang memanfaatkan aquarium berjudul Habitat#3 (sedimentasi) media campuran 36cmx36cmx48cm. karya ini seakan menampilkan suatu potongan dari lapisan bumi berupa sawah dengan tanaman padi dan lapisan tanah yang memperlihatkan penampang yang sarat akan konsisi dan makna.
Karya seni instalasi digarap oleh I Made Bakti Wiyasa berkolaborasi dengan I Putu Bagus Sastra menghadirkan karya-karya berseri judul “ Laut, Gunung, Danau, Sungai Adalah Kita.”, media bahan botol plastik daur ulan dengan teknik paper mache dan diwarnai dengan cat akrilik menghadirkan wujud ikan-ikan sebagai simbol kondisi lingkungan yang sehat akan menjaga dan menjamin keberlangsungan kehidupan isi dari laut, gunung, danau, sungai dan keberlangsungan hidup sehat kita di alam ini. I Putu Bagus Sastra mengumpukan botol-botol plastik di atas kayu, 2021 dari lingkungan disekitar di Denpasar dan didesanya di Pohmanis Tabanan.
Para perupa dalam pameran ini menghadirkan karya-karya dalam kecendrungan eksplorasi media berbasis sampah yang dimaknai ulang dalam membangun pesan baru. Mereka sedang sedang sinergi dengan para penggiat lingkungan membangun kesadaran sikap dan prilaku eduktif untuk sejak dini punya prilaku bersih dan tuntas dalam menyikapi keberadaan sampah dan keberlangsungan kehidupan di pulau Bali.
Sikap berkesenian para perupa dalam pameran ini merupakan tanggung jawab moral mereka dan respon positif pada Komunitas MALUDONG BUANG SAMPAH SEMARANGAN yang didirikan aktifis lingkungan yang konsisten yaitu; I Komang Sudiarta. Masing-masing seniman terlihat demikian bebas mengungkapkan pesan dengan keunikan teknik dan kekuatan cara ungkap masing-masing dalam membangun wacana ramah lingkungan bagi Pulau Bali.
Sinergi perupa dengan aktifis lingkungan dalam pameran ini melahirkan spirit berkarya bagi para perupa, dan diakui para perupa jika ada suatu tantangan baru dan keasikan baru saat berkarya dalam tema sosial mendukung yang telah lama bergulir dalam mewujudkan kesadaran bersih lingkungan dan perjuangan mengedukasi masyarakat untuk bijak menangani masalah sampah dimulai dari kesadaran mengelola sampah sendiri dan menuntaskan persoalan sampah dalam lingkungan.
Pameran ini diniatkan untuk menguatkan bertumbuhnya kesadaran untuk berprilaku bijak mandiri sejak dini untuk mengatasi sampah kita sendiri. Sehingga berdampak positif pada lingkungan kita sendiri dan lingkungan secara luas yang akan berguna bagi bersihnya lingkungan Bali. Ini adalah cita-cita dari kami sebagai seniman yang tergerak melapisi dari apa yang sudah dilakukan oleh Bapak Komang Sudiarta dengan Komunitas Malu Dong Jangan Buang sampah Sembarangan secara konsisten di Bali.
Kebetulan saat persiapan pameran ini komonitas ini sedang menangani persoalan sampah di beberapa titik di Batur dan Songan di Kintamani Bangli yang sinergi dengan Pemkab setempat. Kami sangat menghormati dan menghargai mengapresiasi gerakan kesadaran ramah lingkungan yang dimotori oleh bapak Komang Sudiarta dan komunitasnya.
Tajuk pameran diambil dari TRASHVELING dari kata traveling, kegiatan membersihkan sampah bersama-sama yang kemudian menjadi perjalanan bersama yang menyenangkan. Seniman berpartisipasi dalam TRASHVELING dengan kemampuan dan cara sendiri mengolah dan memanfaatkan sampah menjadi karya-karya yang dapat dinikmati serta menjadi berkat. [T]