2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kebalian Orang Bali Perlu Dijaga?

I Gusti Agung ParamitabyI Gusti Agung Paramita
April 26, 2021
inEsai
Kebalian Orang Bali Perlu Dijaga?

Foto ilustrasi: Jayen Photography

PADA bulan April tahun 1989, Bali Post pernah mengadakan diskusi dengan tema “Kebalian masyarakat Bali”. Diskusi ini sangat menarik, melahirkan dialog-dialog yang bermutu tentang Bali.

Saya sangat menikmati pertarungan argumentasi intelektual Bali saat itu, meski hanya bisa saya ikuti melalui kliping Koran. Diskusinya benar-benar hidup, dinamis, cair, dan reflektif. Ada yang berupaya mengafirmasi, ada pula menggugat. Melahirkan tesa, antitesa, dan sintesa.

Beragam pertanyaan mencoba diurai tentang apa itu “kebalian orang Bali”. Darimana dan dengan apa identitas ini dibangun? Bagaimana proses historis pembentukan identitas ini? Jika memang orang Bali sudah kehilangan kebaliannya, lalu pertanyaannya sejak kapan orang Bali jadi pemilik kebalian itu? Apakah kebalian itu sudah jadi, atau masih dalam proses menjadi?

Pada saat itu, mereka sepakat—meski ada yang menolak—bahwa sebutan orang Bali ditempelkan pada mereka yang telah menjadi pendukung budaya Bali. Mereka yang masih aktif terlibat dalam tradisi budaya Bali yang dijiwai oleh agama Hindu.

Lebih menukik lagi: mereka yang beragama Hindu! Jika ada framing demikian, berarti pihak-pihak di luar framing itu berarti orang yang tidak menjadi pendukung budaya Bali. Atau sedang berada “di luar kebathinan Bali”.

Dalam konteks itu, kecemasan orang Bali akan kehilangan kebaliannya juga berarti bahwa semakin menipisnya stok para pendukung budaya Bali. Saya sering berpikir, darimana datangnya kecemasan ini? Tentu dari berbagai macam perubahan obyektif dan subyektif yang terjadi.

Masyarakat Bali mulai beranjak dari masyarakat agraris menuju masyarakat yang modern industrial. Secara subyektif, terjadi pengalihan kebatiniahan orang Bali (konversi). Konversi akibat masuknya ruang bathin modern dan konversi secara spiritualistik. Ini dilakukan oleh pihak-pihak yang masih menganggap orang Bali primitif, klenik, amoral, dan terbelakang sehingga keyakinannya mesti diubah.

Perubahan secara obyektif dan subyektif ini dialami dengan semangat intersubyektif: dialog aktif secara terus-menerus dengan perubahan. Artinya, kebertahanan kebudayaan Bali teruji melalui proses intersubyektif tersebut.

Kata senior saya, Arya Suharja: orang Bali menghayati kebudayaan sebagai kata kerja, bukan kata benda. Mereka bukan hanya pewaris sah kebudayaan yang unggul, tapi juga penerus kebudayaan baru yang mereka wujudkan sebagai pertanggungjawaban sejarah.

Artinya, penerus Bali bukan saja mesti berbudaya dalam konteks melestarikan tradisi budaya Bali, melainkan membudaya—melihat kebudayaan sebagai proses yang terus bergerak dan “menjadi”.

Benar saja, orang Bali mewarisi kebudayaan unggul secara historis. Temuan artefak periode prasejarah di Gilimanuk menunjukkan keunggulan sistem nilai. Saat itu leluhur orang Bali sudah mampu membuat gerabah dengan teknik pembakaran sederhana.

Pada zaman batu muda orang Bali telah mencapai kemampuan pengolahan logam yang tinggi. Nekara yang disimpan di Pura Penataran Sasih Pejeng merupakan nekara terbesar. Orang Bali juga mewarisi tradisi aksara dan literasi yang kuat warisan kebudayaan Hindu-Budha.

Sampai saat ini, tradisi aksara itu masih dilestarikan dan bermanfaat dalam mengokohkan sistem nilai unggul yang selama ini dimiliki. Di Bali juga ditemukan sebuah republik kecil, sebuah bentuk asli pola organisasi komunal dan kekuatan masyarakat sipil. Di desa Bali pegunungan dikenal istilah: kesamen—sebuah konsep kesetaraan ala Bali yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Sistem nilai ini sudah ada jauh sebelum Negara-negara barat bicara tentang kesetaraan.

Kebudayaan Bali tidak berdiri sendirian, tentu. Ia turut dibangun oleh fitur-fitur tradisi pendukungnya seperti misalnya tradisi neolitikum, tradisi Cina dan India. Ini bisa kita lihat secara obyektif dan ekspresif. Sekali lagi, tiga tradisi itu hanyalah sebagai fitur pendukung dalam pembentukan kebudayaan Bali.

Berbagai keunggulan ini memang menghasilkan “pride” bagi orang Bali. Kebanggaan ini memang penting secara kultural. Orang yang tidak memiliki kebanggaan dalam hidupnya, akan berupaya mengakhiri hidupnya. Orang Bali punya kebanggaan akan tradisinya, ritualnya, kosmosnya, dan pandangan dunianya.

Sayangnya, kebanggaan ini rentan dieksploitasi secara politis. Emosi atas kebanggaan ini pun bisa berdampak buruk apabila digunakan untuk kepentingan yang semata-mata politis. Tontonan perusakan alam Bali dibungkus dengan ucapan manis “kesejahteraan Bali” sering kita saksikan. Toh nyatanya kantong-kantong kemiskinan masih nyata di Bali.

Bali pun menjadi obyek yang selalu dikagumi: sayangnya orang asing menjadi subyek yang menikmati alam dan kebudayaan Bali tersebut. Para bos kantong tebal yang merasakan nikmatnya menghimpun pundi rupiah di Bali.

Bisnis spiritual subur di Bali karena alam Bali sangat mendukung (celaka jika ada kelompok spiritual yang mendiskreditkan ritual orang Bali, namun mereka menggunakan alam Bali dalam mendukung bisnis spiritualnya). Sekali lagi, kita tetap “bangga” dengan Bali—meskipun penilaian itu sering datang dari luar.

Ibarat gula, Bali pun diserbu pendatang. Hal ini menyebabkan ledakan penduduk yang besar. Tentu ini persoalan lain. Jika kita masih setia pada tesis bahwa kebudayaan Bali tetap ada selama pendukungnya ada, maka apabila jumlah penduduk Bali kian menipis akan berdampak pada eksistensi pendukung kebudayaan Bali. Bukankah mempertahankan budaya juga berarti menjaga jumlah pendukung budaya?

Kecemasan jumlah pendukung budaya ini selalu menjadi persoalan, bahkan sempat muncul gerakan KB Bali. Meski demikian, saya masih yakin orang Bali punya kekuatan, sistem nilai, taksu yang “time tested” teruji oleh waktu dan universal.

Mereka punya daya adaptasi tinggi melalui berbagai macam perubahan. Orang Bali sudah fasih dengan dalil evolusi: survival of the fittest.

Bagi orang Bali: kebudayaan adalah keseharian mereka—bukan semata aksi di atas panggung. Orang Bali masih punya dimensi subyektif yang menentukan kemana arah kebudayaannya. Mereka bukan ‘kerbau yang ditusuk hidungnya”. Pertanyaannya masihkah orang Bali sadar memiliki sistem nilai yang “time tested” itu?

Bisa iya, bisa juga tidak. Mereka yang cemas melihat Bali, lalu menyediakan “kerangkeng-kerangkeng baru berbasis adat dan tradisi” bisa dikatakan sedang terasing dengan sistem nilainya yang unggul dan “time tested” itu, begitu sebaliknya: jika orang Bali masih optimis melihat Bali artinya masih menjadi pewaris sah kebudayaan Bali yang unggul tersebut.

Cita surga terakhir ciptaan orientalis sudah lenyap, saatnya kita membangun citra surga baru Bali dengan kekuatan dan kehandalannya berhadapan dengan berbagai situasi dan kondisi zaman. Surga Bali bukan hanya “suguhan” untuk wisatawan dan orang berduit, namun tempat orang Bali lahir, hidup, dan mati. Tempat mereka menjadi “homo creator”, membudayakan diri, sekaligus meneruskan sistem nilai dan kebudayaan unggul mereka.

Jika demikian, kebalian milik siapa? Tentunya milik pendukung budaya Bali yang kuat, handal, dan memahami sistem nilainya.[T]

Senin 26/4/2021

Tags: adatbalidesa adat
Previous Post

Sandal Jepit Pak Bupati | Catatan Jah Magesah Vol. 06

Next Post

Kresna Tewas

I Gusti Agung Paramita

I Gusti Agung Paramita

Pengajar di FIAK Unhi Denpasar

Next Post
Kresna Tewas

Kresna Tewas

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co