Beberapa kajian tentang eksistensi bahasa Bali sudah banyak dilakukan oleh kalangan akademisi. Hasil kajian secara umum mengindikasikan ada pergeseran fungsi Bahasa Bali. Masyarakat Bali adalah masyarakat yang bilingualism. Masyarakat menggunakan bahasa Bali dan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi pada ranah keluarga. Ada fenomena saat ini, terutama di perkotaan, orang tua tidak lagi menggunakan bahasa Bali sebagai alat komunikasi dalam keluarga. Orang tua menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat berkomunikasi dengan berbagai alasan. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan karena bahasa Indonesia akan secara perlahan menggeser fungsi bahasa Bali.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi bisa saja menganggap bahasa Indonesia sebagai bahasa yang berprestise. Ada kebanggaan tersendiri apabila menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. Fenomena ini tentu bisa “mengancam” keberadaan bahasa Bali.
Keseriusan Pemerintah Provinsi Bali dalam untuk memertahankan keberlangsungan bahasa Bali adalah dengan diterbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali. Pada pasal 2 disebutkan bahwa Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan perlindungan bahasa, aksara, dan sastra Bali melalui (1) inventarisasi, (2) pengamanan, (3) pemeliharaan, (4) penyelamatan, dan (5) publikasi. (1) Inventarisasi sebagaimana dilakukan dengan pencatatan dan pendokumentasian, penetapan, serta pemutakhiran data. (2) Pengamanan sebagaimana dilakukan dengan cara: (a) memutakhirkan data bahasa, aksara, dan sastra Bali dalam sistem pendataan kebudayaan terpadu secara terus menerus;(b).mewariskan bahasa, aksara, dan sastra Bali pada generasi selanjutnya; dan (c) memperjuangkan secara selektif aksara dan sastra Bali sebagai warisan budaya tak benda Indonesia dan warisan budaya dunia.(3) Pemeliharaan dilakukan dengan cara: (a) menjaga nilai keluhuran dan kearifan objek Perlindungan Bahasa, Aksara Dan Sastra Bali; (b).menggunakan objek Perlindungan Bahasa,Aksara dan Sastra Bali dalam kehidupan sehari-hari; (c) menjaga keanekaragaman objek Perlindungan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali; (d).menghidupkan dan menjaga ekosistem Bahasa, Aksara dan Sastra Bali untuk setiap objek Perlindungan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali; dan (e) mewariskan objek Perlindungan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali kepada generasi berikutnya. (4) Penyelamatan dilakukan dengan cara: (a) revitalisasi; (b) repatriasi; dan/atau (c) restorasi.(5) Publikasi dilakukan melalui penyebaran informasi kepada seluruh masyarakat yang ada di Bali dan di luar Bali dalam berbagai bentuk media.
Berkaitan dengan usaha pemertahanan bahasa Bali, Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 20 Tahun 2013. Pada Bab II Pasal 2 ayat 1 dengan jelas termaktub bahwa Bahasa, Aksara, dan sastra Bali diajarkan pada semua jenjang pendidikan dasar dan menengah sebagai mata pelajaran di Provinsi Bali. Ada landasan hukum yang jelas bagi sekolah untuk mengajarkan bahasa Bali di sekolah. Hal ini merupakan bentuk atau aksi dalam melestarikan bahasa Bali. Agar bahasa Bali tetap lestari salah satu jalan yang dilakukan adalah melalui pembelajaran di sekolah.
Bahasa Bali telah diajarkan dari tingkat sekolah dasar sampai menengah namun cakupan materi pembelajaran bahasa Bali begitu luas. Siswa dituntut untuk menguasai empat keterampilan bahasa yaitu menyimak, berbicara, menulis dan membaca sedangkan alokasi waktu yang tersedia dalam pembelajaran 2 jam pelajaran seminggu. Bagaimana seorang guru dapat mencapai target pembelajaran dengan alokasi waktu yang tidak memadai sementara cakupan pembelajaran begitu luas. Siswa diharapkan menguasai keterampilan berbicara dengan menggunakan bahasa Bali. Bagi anak yang tidak menggunakan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga akan menganggap bahasa Bali itu sulit. Siswa tidak bisa menggunakan bahasa Bali karena situasi kebahasaan dalam keluarga tidak mendukung. Pada pembelajaran membaca, siswa tidak saja dapat memahami wacana bahasa Bali yang ditulis dengan huruf Bali tetapi siswa dituntut bisa membaca teks wacana yang menggunakan huruf Bali. Begitu pula dalam keterampilan menulis, siswa diajarkan menulis dengan menggunakan huruf Bali.
Meskipun bahasa Bali telah diberikan sejak sekolah dasar sampai sekolah menengah, kompetensi siswa dalam pelajaran bahasa Bali belum memadai. Ada tendensi bahwa motivasi siswa dalam belajar bahasa Bali kurang. Ini tentu perlu kajian yang mendalam untuk menjawab pertanyaan itu sehingga siswa memiliki motivasi dalam pembelajaran bahasa Bali.
Dalam pembelajaran tatap muka sebelum pandemi Covid 19, cukup banyak kendala yang dialami guru dalam pembelajaran bahasa Bali. Adnyana (2018) telah melakukan kajian terhadap problematika pembelajaran bahasa Bali. Problematika itu berupa pilihan metode pembelajaran bahasa Bali belum teraplikasi dengan baik. Banyak guru belum menerapkan model pembelajaran inovatif dalam pembelajaran. Di samping itu, sikap bahasa siswa terhadap bahasa bali kurang baik. Siswa menganggap pembelajaran bahasa Bali tidak penting.
Kendala tentu semakin banyak ketika pelaksanaan pembelajaran pada Pandemi Covid 19 dari diubah dari luring menjadi daring. Berikut ini hasil wawancara dengan guru bahasa Bali berkaitan dengan kendala yang dialami dalam pembelajaran bahasa Bali selama pandemi Covid 19. Guru awalnya tidak siap melakukan pembelajaran daring karena pembelajaran tidak didesain dengan pembelajaran daring. Guru dituntut mampu menggunakan berbagai aplikasi dalam pembelajaran. Untuk siswa di sekolah dasar aplikasi yang paling memungkinkan digunakan adalah dengan menggunakan whatsapp. Tentu dengan aplikasi ini guru tidak dapat melaksanakan pembelajaran mencakup empat keterampilan bahasa. Siswa mengalami kendala dalam pembelajaran karena pembelajaran secara shyncronous dan asyncrhonous tidak dapat dilakukan dengan maksimal. Guru terkesan memberikan banyak tugas karena dengan whatsapp interaksi siswa dengan guru tidak maksimal. Walaupun guru dapat menjelaskan materi dengan melakukan video call hasil yang diharapkan belum maksimal. Kualitas gambar dan suara ketika melakukan video call tidak begitu bagus karena jaringan yang kurang stabil.
Kendala pembelajaran bahasa Bali pada tingkat sekolah menengah juga mengalami kesulitan. Pertama, konten materi yang disampaikan secara daring belum tentu bisa dipahami semua peserta didik. Dalam pembelajaran membaca misalnya, guru tidak dapat mengetahui keterampilan membaca siswa secara keseluruhan karena guru tidak dapat melakukan bimbingan dengan maksimal untuk mengetahui kesulitan siswa dalam membaca. Kalau pembelajaran dilakukan dengan tatap muka, guru dapat memberikan bimbingan secara langsung kepada siswa yang masih menghadapi kendala dalam membaca teks berhuruf Bali. Begitu pula dalam menulis (menggunakan aksara Bali), guru tidak dapat menjelaskan secara maksimal karena guru tidak bisa mengetahui apakah tugas yang dikerjakan siswa pada saat proses pembelajaran sudah benar atau salah.
Kedua, kemampuan guru terbatas dalam menggunakan teknologi pada pembelajaran daring. Tidak semua guru mampu mengoperasikan komputer atau telepon pintar untuk mendukung kegiatan pembelajaran, baik dalam tatap muka langsung, terlebih lagi dalam pembelajaran daring. Memang ada sebagian guru mampu mengoperasikan komputer, tetapi dalam hal pengoperasian terbatas. Mereka tidak mampu membuat media/video pembelajaran sendiri dan sebagainya. Ketiga motivasi siswa dalam pembelajaran bahasa Bali cukup rendah. Keaktifan siswa dalam pembelajaran tidak begitu baik. Motivasi inilah yang perlu ditingkatkan oleh guru.
Dari kendala-kendala tersebut guru berusaha memecahkan dan menemukan solusi untuk mengatasi kendala tersebut. Guru bisa membuat pembelajaran semenarik mungkin dengan mendesain pembelajaran dalam bentuk power point dan video pembelajaran sehingga siswa tergugah untuk mengikuti pembelajaran. Guru diharapkan meningkatkan keterampilannya dalam penguasaan teknologi pembelajaran yang sederhana dulu perlahan-lahan guru dapat meningkatkan kompetensi penguasaan IT-nya. Salah satu cara untuk menumbuhkan motivasi siswa dalam pembelajaran, guru bisa menerapkan blended learning. Dengan penerapan blended learning pembelajaran akan lebih bermakna karena siswa berpandangan apa yang mereka pelajari adalah sesuatu yang mereka butuhkan. [T]