6 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Obituari Pandemi | Sudut Pandang Kegembiraan

Akhmad Faozi SundoyobyAkhmad Faozi Sundoyo
March 23, 2021
inUlasan
Obituari Pandemi | Sudut Pandang Kegembiraan
  • Judul     : Catatan Harian Sang Penggoda Indonesia
  • Penulis : Prie GS
  • Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2009
  • ISBN      : 978-979-22-4693-3
  • Tebal     : 440 halaman

Pandemi sekarang ini adalah momen istimewa. Kenapa? Pertama, di pandemi ini, tidak banyak yang menduga kalau durasinya akan sebegini lama—tak reda-reda. Kedua, tidak ada satu rujukan keilmuan yang pasti: pandemi dan eksesnya—diakui atau tidak—berada di luar jangkauan ilmu terkini. Ketiga, dan seterusnya, saya kira bisa dilanjutkan sendiri. Karena sangat mungkin digit penomoran itu akan menolak dihentikan. Pandemi menjadi istimewa, dalam kerangka baca ini: ia selalu bisa mengelak dan menolak segala rumus pasti. Ia penuh tafsir, penuh kesan, penuh “macam-macam”.

Kelihaian pandemi untuk berkelit saat berhadapan dengan prediksi dan preskripsi ilmiah, membuat kita harus puas sebagai defender. Apalagi sebagai warga yang awam secara medis, malah harus mundur lagi ke belakang sebagai goal keeper.

Mencermati perkembangan yang terjadi—mulai kisah PSBB, vaksinasi, sampai ancaman mutasi virus B117 yang (konon) kebal vaksin—serbuan ekses pandemi terasa agresif, liar, bahkan kamuflatif. Bila dibandingkan misalnya dengan angkernya “tiki-taka” Barcelona di era puncak keemasannya, pandemi masih lebih ofensif. Di era sedemikian ini, maju ke tengah sebagai mildfilder, atau merangsek ke depan sebagai striker, malah akan membikin musnah diri sendiri. Pandemi ini adalah titah alam, titah Tuhan. Maka menghadapinya sama sekali tidakboleh jemawa. Bukankah kita hanya makhluk fana biasa?

Sedikit-banyak Darwin ada benarnya. Menghadapi alam yang sedang bergolak menjela-jela sedemikian pemurka, manusia kedah pandai beradaptasi untuk dapat bertahan hidup. Ubur-ubur saja bisa melewati saringan evolusi, masa kita, manusia tidak?!

Kembali ke Buku

Manusia mempunyai semua potensi yang dibutuhkan untuk beradaptasi. Menghadapi pandemi, banyak cara bisa dilakukan. Salah satu jenis moda adaptasi paling rasional, beradab, konstruktif, dan elegan adalah ‘membaca buku’. Bersibuk dengan buku memang tidak bisa memantrai pandemi supaya lingsir segera, tetapi melalui berbuku kita bisa menjeda pikiran, membawanya lebih ‘waras’ dan jernih. Pikiran adalah kunci, di saat media (sosial dan massa) banyak memberitakan warta sampah—tentu tidak semua—kita butuh merawat pikiran. Buku bisa menjadi semacam tolak balak atas “sampah informasi” yang berseliweran di sekitar kita.

Tentu saja tidak semua buku memiliki energi perjernihan seperti termaksud di atas. Satu di antara banyak buku yang berenergi bersih dan membersihkan adalah Catatan Harian Sang Penggoda Indonesia warisan Prie GS.

Mulanya, saya mengenal Prie GS dari seorang teman. Saat itu, walau belum pernah bertemu, baik secara fisik maupun fiksi—saya menyebut tulisan dan karya sebagai fiksi—nama ini sudah terasa dekat. Pertama, nama “Prie” persis sama dengan nama saudara misan saya. Kedua, “GS” cukup familiar sebagai nama merk sebuah accu—baca “aki”, ya—yaitu GS Astra. Maaf sebut merk. Ketika kedua kata itu digabungkan, seketika terasa “dekat”.

Bagi saya, ini sebuah kebetulan. Kendati secara psikologis dan ilmu firasat, akan ada yang menolak istilah “kebetulan”, karena bagi kedua fakultas itu, “tidak ada yang kebetulan di dunia ini”. Semua punya penjelasan ilmiahnya. Walau begitu saya nyaman dengan kata itu: ini tetaplah sebuah kebetulan, yang marja’ dasarnya dari kata “betul”.

Diksi Kegembiraan

Buku ini adalah pertemuan pertama saya secara fiktif dengan penulis itu. Buku ini sudah terasa jernih, sejak di lembar motto pembuka. Sebagai gerbang resepsionis, Prie GS—dia sendiri lebih suka diakrabi dengan sebutan Pak Dhe—membuka sapaan dengan serdawa: “sejak rajin bergembira, hidup saya berubah. Bergembiralah, karena gembira itu mudah!”. Padang dan jernih, bukan? Kegembiraan, atau minimalnya kehendak bergembira adalah topik utama buku ini.

Lembar-lembar berikutnya semakin memikat. Di kata pengantar, Prie GS mengkategorikan bukunya ini sebagai catatan “sudut pandang”. Sudut pandang dirinya yang melihat dunia, melihat keseharian senyatanya dengan mata kegembiraan. Sampai di sini terlihat wilayah olah dari buku ini, memang tak jauh-jauh dari momen-momen keseharian yang biasa, nyata, lekat, sebagai ruang singgah segala ekspresi kegembiraan.

Dengan gaya tulisnya yang luwes dan ringan, Prie GS bicara dan bercerita tentang banyak hal—sangat banyak hal. Membaca “Catatan Harian” Pak Dhe Prie ini, seakan ada teman datang, duduk ramah di teras rumah. Dia tiba-tiba akrab tanpa bermanis-manis kata. Dia ngomong ngalor-ngidul karu-karuan. Misalnya, dia bercerita bagaimana dilematisnya perasaan seseorang yang sedang kesusahan—anak sakit, dompet menipis—malah ada teman datang mau meminjam uang. Di sini, etik kedermawanan diuji, “kebaikan” bersitegang dengan empan papan. Tapi Pak Dhe berhasil melewatinya dengan elegan. Justru di saat seperti itulah, kedermawanan termurnikan, menjadi apa adanya tanpa kepentingan ingin disebut “baik” (hlm: 180).

Di bilik lain, ada kisah tentang kegeraman seorang pembeli makanan yang direcoki pengamen, pengemis, berikut serapah halus mereka saat tidak dikasih ‘receh’. Namun geram semacam itu ternyata bisa berbalik. Justru pembeli makanan lah yang keliru tempat. Di saat zaman repot dan sulit, bisa-bisanya mereka anteng makan-makan. Begitulah, Jika Hidup Cuma Mau Enak (hlm: 121).

“Catatan Harian” ini, bagi saya termasuk kategori ‘buku penting’. Khusus pada masa-masa pandemi seperti ini, buku ini naik level menjadi ‘sangat penting’. Di kondisi biasa, pada kesibukan biasa, buku ini sudah berposisi penting dalam kemampuannya untuk menjernihkandan mendetoksifikasi ‘sudut pandang’. Alih-alih saat pandemi yang menyebabkan banyak pikiran menjadi salang-tunjang, pating besasik tak keruan, refleksi semanak Pak Dhe ini terasa berlipat-lipat urgensinya.

Bagi saya, buku ini memberi gravitasi akan fitrah kemanusiaan, yaitu kefitrahan untuk berbahagia di segala sit-kon apapun. Kita, banyak yang telah lupa rumah, terlalu menjauh dari fitrah: apa-apa digelisahkan. Tentang rasa makanan tidak cocok, gelisah. Tentang pacar yang tidak perhatian, gelisah. Tentang pendapat yang tak didengar, gelisah. Ada undang-undang baru, gelisah. Ada isu viral, tanggapannya gelisah dan marah-marah. Nah, “Catatan Prie Gs” ini justru berlaku sebaliknya, ia selalu punya strategi buat menjadi ‘manusia bahagia’—satu kondisi psikologis yang oleh Abraham Maslow disebut sebagai bermental sehat.

Dari awal, buku ini sudah menggembirakan saya. Untuk buku sepenting ini, saya justru mendapatkannya dengan harga sangat mirah: kaleh doso ewu rupiah (Rp 20.000). Waktu itu saya melihatnya terselip pada rak yang nylempit, saat Gramedia sedang obral besar. Iya, bukan di toko bukunya yang besar gagah itu, tetapi di gudangnya, saat Gramedia sedang “cuci gudang”. Mungkin inilah yang disebut jodoh buku pada pembacanya, atau sebaliknya, pembaca yang berjodoh dengan bukunya. Betapa gembiranya saya saat itu.  

Sekarang, buku ini adalah kegembiraan saya di masa pandemi ini. Dengan ketebalan 400 halaman lebih, kegembiraan ini cukup awet. Kita tidak perlu membacanya cukup serius. Kita tidak butuh menautkan antar topik dan judul di dalamnya. Karena ini hanyalah ‘catatan’ yang di setiap cerita terpisah dengan cerita lainnya. Kendati demikian, setiap cerita membawa kita masuk dalam ruang nyaman. Kenyamanan yang lahir dari perut ‘kegembiraan’. Dan kegembiraan inilah, yang membawa pandemi tenggelam: mati, terkubur di kedalaman kesadaran jiwa yang gembira.

Walau penulisnya sudah meninggalkan kita pada 12.02.2021, kegembiraan yang ditinggalkannya abadi. Saya merelakan kepergiannya, karena kata Pak Dhe sendiri (hlm: 180): “Mau rela atau terpaksa kita toh mati juga. Perasaan rela membuat saya nyaman”.  Selamat jalan, Pak Dhe. Saya rela dan gembira pernah mengenal anda. [T]

Tags: Bukupandemiresensi buku
Previous Post

Air Tawar sebagai Nyawa Masyarakat

Next Post

Magbangal | Dongeng dari Filipina

Akhmad Faozi Sundoyo

Akhmad Faozi Sundoyo

Penulis adalah pembelajar Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram. S1 Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Momong anak lanang dan penikmat literasi. Domisili di Pundong, Bantul, Yogyakarta.

Next Post
Magbangal | Dongeng dari Filipina

Magbangal | Dongeng dari Filipina

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co