— Catatan Harian Sugi Lanus, 26 Pebruari 2021
I
MPU TANAKUNG & MPU TANTULAR TIDAK DIPUJA
Tidak ada orang Bali memuja Mpu Tanakung penulis kitab Kakawin Śiwarātrikalpa sekalipun orang Hindu Bali serempak merayakan Śiwaratri atau Śiwalatri — malam pemujaan Śiwa sebagai manisfestasi Sang Hyang Widhi.
Mpu Tanakung bahkan namanya seperti ada dan tiada, sayup-sayup terdengar. Sebagai guru suci perumus ajaran pemujaan malam Śiwa, yang dikomposisi dengan kaidah Sastra Kawi kakawin yang adiluhung, rumusan ajarannya Śiwarātrikalpa dikenal luas dan melambung, yang isinya sepadan dengan petunjuk ritual pemujaan Śiwa dalam Padma Purana, dijalankan sebagai dasar bagi hari besar pemujaan Śiwa di Nusantara. Nama Mpu Tanakung sendiri “sembunyi” di balik karyanya.
Para tokoh rohaniawan Jawa Kuno dan Bali, dari masa silam sampai hari ini, apalagi para pembaca kakawin atau sastra Kawi yang mendalam memahami sastra-agama, yang menjadi pedoman dari tradisi suci Hindu Nusantara, tidak mengajarkan para anak-cucunya untuk menyembah para penulis kitab-kitab sastra-agama yang bertumbuh di Nusantara.
Selain Mpu Tanakung, ada penulis Kakawin Sutasoma yang ternama, mahaguru suci Mpu Tantular, yang merumuskan secara terang benderang bagaimana semua ajaran dharma adalah tunggal: Bhinneka Tunggal Ika. Namanya, pun tidak kita puja puji, sekalipun ketika menyebut namanya, para pembaca sastra Kawi sudah barang tentu melakukan ‘namaskara’ di dalam hati masing-masing.
Mpu Tanakung sebagai perumus ajaran Śiwarātrikalpa, yang berpokok pada pemuliaan Śiwa dalam meraih pembebasan agung dan loka tertinggi; Mpu Tantular sebagai perumus ajaran kemanunggalan Śiwa-Buddha yang menjadi pilar sastra dalam memasuki keutuhan tunggal ajaran dharma di Nusantara; keduanya tentu akan menjadi “pujaan” seandainya kita merujuk “tradisi perguruan” di India.
Kenapa Mpu Tanakung tidak diagungkan atau dipuja-puji sebagai guru suci perumus ajaran pemujaan Śiwa? Kenapa Mpu Tantular tidak dipuja sebagai perumus ajaran Śiwa-Buddha Nusantara? [Silahkan membaca sampai selesai]
II
POSTER GURU INDIA BISA DIBELI ONLINE
Kalau kita membuka catatan sejarah guru dan penulis besar India, maka kita akan berjumpa dengan para penulis besar dan sebagian menjadi pendiri “aliran pemikiran” (pendiri ajaran kefilsafatan-spiritual), sebagian penulis-penulis atau perumus ajaran tersebut tercatat namanya sebagai pendiri atau guru sampradaya (silsilah ajaran, perguruan dan inisiasi-diksa).
Nama-nama perumus ajaran pemikiran kerohanian, pemberi interpretasi, kajian atau keterangan tambahan para kitab-kitab suci, bisa dilihat dalam daftar di bawah ini. Mereka diagungkan, dipuji, disembah, bahkan dipercaya oleh pengikutnya yang fanatik sebagai awatara.
Lihat daftar 220 guru yang disucikan di India di bagian tulisan ini. Guru-guru suci tersebut hanyalah ilustrasi bagaimana “para murid-murid” perguruan sastra-agama dan tradisi yang disucikan di India mendaftarkan dan memasukkan nama-nama guru pujaan mereka, atau perumus pemikiran yang dihormati, tetap dikenang dan dijaga wibawa dan garis pemikirannya. Para muridnya memperjuangkan agar para guru-guru yang disucikan tersebut ajaran atau pemikirannya abadi dan terwariskan.
Poster guru-guru spiritual ini bukan hanya tersedia di center, ashram atau mandir guru-guru terkait, sekarang bisa dibeli juga lewat penjualan online. Ini sebuah contoh bagaimana para muridnya secara serius menyebarkan ajaran dan keteladannya. Mereka bekerja keras mengemban ajaran dan secara serius berorganisasi, berjaringan, melakukan gerakan mencetak buku-buku gurunya, menyebarkan ajaran dan membuat kantong-kantong ashram atau center untuk menjadi garda depan pewarisan tradisi pikir dan perguruan yang diembannya.
III
GURU SPIRITUAL BUKAN SEKEDAR MENGURUS KITAB DOKRINAL
Tradisi perguruan India bukan hanya tradisi pelanjut dari guru-guru suci yang telah lampau. Di India lahir dan bertumbuh para guru yang menjadi pendiri ajaran. Katakanlah yang ternama sekarang yang masih hidup, seperti Sadhguru dan Sri M.
Sadhguru, terlahir tanggal 3 September 1957, dikenal luas sebagai guru yang sangat dihormati, bukan hanya di seluruh India, tetapi di berbagai forum dunia. Sering diundang berbicara di banyak forum dan konferensi bergengsi di seluruh dunia, seperti KTT Perdamaian Dunia Milenium Persatuan Bangsa-Bangsa, House of Lords, dan Institut Internasional untuk Pengembangan Manajemen, juga berbicara di Forum Ekonomi Dunia. Hampir semua kampus besar ternama di dunia mengundangnya, seperti Harvard, Oxford, MIT, dll. Bukunya masuk The New York Times Best Seller list: His Inner Engineering: A Yogi’s Guide to Joy. Buku lainnya menjadi bacaan pembaca dunia yang merindukan pencerahan dan pemikiran timur: Mystic’s Musings dan Death: An Inside Story.
Sadhguru telah menjalan proyek lingkungan menanam 2,4 miliar pohon. Penanaman pohon ini dikenal luas sebagai Cauvery Calling. Proyek Cauvery Calling bertujuan untuk mendukung para petani dalam menanam sekitar 2,4 miliar pohon melalui agroforestri, sehingga mencakup sepertiga dari lembah Cauvery dengan pepohonan, sebagai cara untuk melestarikannya. Proyek ini mendapat pujian dan dukungan dari politisi dan pihak-pihak ternama dari industri perfilman di India. Project GreenHands (PGH) adalah proyek lingkungan lain yang didirikan oleh Sadhguru pada 2004. Aktivitasnya sebagian besar difokuskan di wilayah Tamil Nadu. Kegiatan ini menerima penghargaan lingkungan Indira Gandhi Paryavaran Puraskar, Pemerintah India pada tahun 2010. Kegiatan organisasi ini meliputi agroforestri, pembibitan tanaman di sekolah, dan penanaman pohon di pusat kota seperti Tiruchirappalli dan Tiruppur. Sebagai guru yoga ternama dunia, ia melakukan kampanye Kampanye Rally for Rivers, yang berlangsung dari September hingga Oktober 2017, untuk kesadaran meremajakan sungai-sungai India yang semakin menipis dengan menumbuhkan hutan besar di sepanjang tepiannya. Kampanye tersebut mendapat dukungan dari berbagai selebriti dan warga perkotaan, serta berlanjut dengan MOU ditandatangani dengan pemerintah negara-negara bagian di India.
Guru spiritual tidak melulu sibuk mengurus urusan teologi dan keyakinan orang. Tidak melulu ingin mengajak masuk dalam aliran ajaran spiritualnya. Banyak guru-guru suci India menfokuskan gerakan membantu dunia pendidikan dan lingkungan hidup. Bersifat inklusif, artinya tidak harus ikut memuja sang guru, tapi masyarakat diundang ikut terlibat dalam penyelamatan lingkungan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan pendidikan gratis, dll. Dunia spiritual bukan melulu uruan text book dan interpretasi ideologi di atas kertas.
IV
DUA GURU SUCI INDIA TERNAMA
Siapa di India tidak kenal Swami Vivekananda dan Paramahansa Yogananda?
Dua nama suci ini adalah duta ajaran suci di dunia barat yang ternama. Ajaran suci dharma dipahami dan mulai menjadi perhatian serius dalam dialog antar agama-agama besar di dunia berkat jasa dari Swami Vivekananda.
Yoga menjadi melambung membuat dikenal dan menjadi demikian dibaca dan dikejar oleh warga Amerika dan Eropa, dan menular ke bangsa-bangsa lain tidak bisa dipisahkan dari Paramahansa Yogananda.
Swami Vivekananda (lahir 12 Januari 1863 – 4 Juli 1902) dikenal luas di Amerika dengan pidatonya yang dimulai dengan kata-kata “Sisters and brothers of America …” [Saudara dan saudari Amerika …] ketika ia memperkenalkan agama Hindu di Parlemen Agama-agama Dunia di Chicago pada tahun 1893. Ia adalah murid utama Ramakrishna mistik India abad ke-19. Swami Vivekananda adalah tokoh kunci dalam pengenalan filosofi India Vedanta dan Yoga ke dunia Barat, tokoh besar dunia dalam meningkatkan kesadaran dialog antaragama, berjasa besar membawa Hinduisme dihormati di antara para pemuka agama dunia dengan status agama besar dunia. Tokoh suci yang hidup di akhir abad ke-19 ini adalah pemicu dan pendorong munculnya kekuatan utama dalam gerakan reformasi Hindu kontemporer di India, dan berkontribusi dalam memberikan penyadaran dan kontributor besar dalam rumusan konsepsi nasionalisme India, yang pada akhirnya menumbuhkakan kesadaran melawan Inggris yang mengkoloni India. Vivekananda mendirikan Ramakrishna Math dan Ramakrishna Mission. Gerakannya adalah penyadaran umat manusia, pekerja untuk pelayanan kemanusiaan yang terbuka, untuk semua bangsa.
Paramahansa Yogananda (lahir dengan nama Mukunda Lal Ghosh ; 5 Januari 1893 – 7 Maret 1952) dikenal sebagai ahli yoga sebagai “Bapak Yoga di Barat”.
Kenapa mendapat julukan “Father of Yoga in the West” ?
Paramahansa Yogananda yang memperkenalkan yoga ke jutaan orang dari dunia Barat, ajaran suci meditasi dan Kriya Yoga melalui organisasinya Self-Realization Fellowship (SRF) dan yang menjalani kehidupan sebagai guru yoga yang paling berpengaruh dalam sejarah Amerika. Selama 32 tahun terakhir masa hidupnya membimbing orang-orang Amerika untuk mempertemukan esensi suci agama-agama Timur dan Barat, dan memberikan petunjuk rohaniah untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan materi Barat dan spiritualitas India. Karena pengaruh besar pemikiran dan ajarannya itulah, terutama membesarkan tumbuhnya budaya yoga di Los Angeles, membuatnya dikenal sebagai “Bapak Yoga di Barat”.
Bukunya Autobiography of a Yogi terbit tahun 1946; sejak penerbitan pertamanya, buku ini telah terjual lebih dari empat juta eksemplar, dengan HarperSan Francisco mendaftarkannya sebagai salah satu dari “100 buku spiritual terbaik abad ke-20”. Mendiang CEO Apple Steve Jobs dengan sangat antusias memesan 500 eksemplar buku untuk memorialnya sendiri, karena ia terpengaruh besar oleh buku dan tokoh ini. 500 buku ini ia bagikan untuk setiap tamu istimewanya.
Ya, Steve Jobs mengakui bagaimana pengaruh Autobiography of a Yogi yang berkisah tentang perjalanan spiritual Paramahansa Yogananda mempengaruhi pemikiran dan jalan hidupnya.
V
GURU-GURU SUCI YANG TIDAK BUTUH DISEMBAH
Kenapa di Bali tidak ada penyembah Swami Vivekananda dan Paramahansa Yogananda?
Bukan karena tidak ada yang membacanya atau mengetahui keberadaan dari Ramakrishna Math dan Ramakrishna Mission, atau Self-Realization Fellowship (SRF) — saya sendiri dari semenjak tamat SMA membaca dan terpengaruh Swami Vivekananda dan dari kuliah mengetahui keberadaan Ramakrishna Mission di Singapore — tapi karena ajaran kedua tokoh besar dan guru suci ini tidak “dokrinal”, tidak mengajari “kebenaran satu kitab saja”, tidak mendidik menjadi fanatik dan berkiblat pada satu guru suci, tapi mengajak “inklusif” mengembangkan kesadaran persaudaraan dharma yang terbuka dan saling menjaga. Dua guru suci ini merangkul dan memahami bahwa perjalan setiap insan punya “rute karma” masing-masing, terlahir di keluarga agama apapun, akan ada waktunya “matang jiwa” dalam proses alami yang sesuai hukum karma dan persaudaraan dharma.
Begitu pula ajaran Mpu Tantular dan Mpu Tanakung: Jiwa manusia dan perjalanan hidup manusia tidak instan. Tidak bisa dikebut semalam atau diberikan paket belajar cepat yang dokrinal.
Manusia, dalam ajaran Kakawin Śiwarātrikalpa, punya perjalanan ruhaniahnya masing-masing. Dalam hal ini Lubdaka, lihatlah, secara kasat mata mungkin hanya pemburu biasa. Tapi dalam perhitungan kosmik, Lubdaka punya tabungan semesta yang berlimpah, dengan karma baiknya di kehidupan sebelumnya yang tiada tara, dalam hitungan semalam terjadi “penyadaran dharma” akibat dipicu oleh “sebatas naik pohon bilva” yang sangat simbolik sebagai “perjalanan menaiki tangga jiwa” lalu terjaga dalam “kesadaran kemanunggalan keilahian Śiwa” — perjalanan batiniah menaiki tangga-tangga diri ke dalam diri yang akhirnya paripurna manunggal yang Sang Hyang Tunggal.
Mpu Tanakung mengharapkan para pembacanya mencapai yang Absolut, bukan menyembahnya. Hal ini disampaikan secara sangat terbuka:
ṅhiŋ tuṅgal∙ pinalar palar wnaṅa sāḍana niṅ umusira ŋ nirāśraya
Satu-satunya harapan saya, bagaimanapun, ini mungkin berhasil menjadi bantuan dalam pencarian (saya dan pembaca) untuk mencapai Yang Mutlak [nirāśraya].
Tanakung meletakkan dirinya sebagai “pembuka jalan” yang bertujuan membentangkan ajaran suci, bukan menjadikan dirinya pujaan, lebih bersifat mengantar. Tidak perlulah dicatat berlebihan seorang tukang pos, yang penting surat sampai dan terbaca pesannya, seperti demikian pesan Tanakung dalam karyanya.
Mpu Tantular — sebagai guru suci Śiwa-Buddha— dengan suka cita dan “ketiadaan diri” menyebutkan bahwa dirinya sebagai perumus ajaran “tidaklah penting”, disebutkan dalam bait-bait depan Kakawin Sutasoma:
inucap mustining dharma tatwa. Sang siptan patulik ring ati sira sekunging yoga lawan samadi.
“itu yang disebut intisari kebenaran yang sungguh-sungguh [menyatu dalam ketunggalan]. Pendeknya, silahkan cari di dalam pikiran, satukan dalam yoga dan samadhi”.
Mpu Tantular menempatkan dirinya sebagai “pemasang marka jalan” agar pejalan di jalur batiniah punya peta pedoman kemana menuju.
Ia menambahkan:
“Pada saat itu satukan ketetapan pikiran dan ikuti kata-kata orang yang sudah menjadi yogi yang agung. Baktiku kepada beliau [para guru suci sebelumnya] dengan pikiran yang suci dan bersih tanpa kekotoran yang akan kupakai sarana di dalam ikatan cerita ini..”
Mpu Tantular tidak pongah mendudukkan dirinya sebagai pendiri ajaran, tidak mendeklarasikan dirinya sebagai “penemu” atau “tonggak suci” yang mewajibkan pembacanya menyembahnya, tapi guru mahasuci Tantular “merendahkan diri” sebagai “pengantar cerita”, bisa dikatakan ia hanya mengaku sebagai “pendongeng”. Begitulah. Jika membaca hasil renungan atau saripati ajaran suci, diajarkan oleh Tanakung, tidak wajib kita sembah “tubuh fana penulisnya”, yang terpenting adalah “jalan agung yang menjiwai teks-teks suci”.
VI
MENJANGAN SALUWANG SEBAGAI PEMUJAAN PENULIS KITAB WEDA
Namun demikian, leluhur Bali tidak bebal. Tidak lupa kacang pada kulitnya. Tidak lupa leluhur Bali telah mengamanatkan pada semua keturunannya untuk mendirikan PELINGGIH MENJANGAN SALUWANG sebagai tempat berterimakasih pada SAPTA RSI, pada Mpu Kuturan dan para guru suci penulis-perumus ajaran. Karena itu, cukup jelas, dan cukup sudah, orang Bali tidak memuja penulis buku, tapi punya tradisi suci hening mendalam di depan “ruang kosong simbolik” bertanda MENJANGAN untuk para guru suci penurun Weda — SAPTA RSI.
Dalam catat lontar Bali, PELINGGIH MENJANGAN SALUWANG atau disebut juga PELINGGIH SAPTA RSI, atau kadang disebut sebagai PELINGGIH MPU KUTURAN, berkorelasi atau terkait erat dengan mantra suci berikut:
“Vasiṣṭhaś ca Viśvāmitra, Agastyaś ca sa-Gotamaḥ, Bhṛguś ca Nāradaś câiva, Jamad-agnir namo namaḥ.”
Mantra kepada Tujuh Ṛṣi (Sapta Rsi) ini jika diterjemahkan:
”Vasiṣṭha dan sang Viśvāmitra, dan Agastya bersama dengan Gotama, dan Bhṛgu dan Nārada, dan Jamad-agni, [Ini adalah para Tujuh Ṛṣi] sembah muliakan, sembah muliakan.”
Jika kita berhadapan dengan PELINGGIH MENJANGAN SALUWANG, kita disadarkan bahwa leluhur Bali memuliakan dengan hening para penulis Catur Weda, yang dikenal di Bali sebagai Sapta Rsi adalah: Vasiṣṭha, Viśvāmitra, Agastya, Gotama, Bhṛgu, Nārada, dan Jamad-agni. Leluhur Bali meninggalkan catatan ini dalam mantra Sapta Rsi di atas.
Kenapa kadang disebut sebagai Pelinggih Kuturan?
Penelitian saya terkait pelinggih Menjangan Saluwang mendapatkan jawaban ada benang merah pelinggih ini adalah “ajaran Kuturan” untuk memuliakan Sapta Rsi penulis Weda. Hal ini diperkuat oleh informasi umum dalam sejumlah lontar bahwa bahwa Mpu Kuturan datang ke Bali bersamaan dengan Mpu Gnijaya, Mpu Sumeru, dan Mpu Ghana. Disebutkan bahwa Raja Udayana dan Ratu Gunapriya Dharmapatni yang mengundang kehadirannya. Mpu Kuturan secara tradisi disebut sebagai tokoh paling penting di masa Bali Kuno memberikan “pedoman keagamaan” di Bali. Peneliti sastra Kawi (mendiang) IBM Dharma Palguna memberikan informasi bahwa ketika itu masuk pustaka-pustaka Bali, antara lain: Pustaka Candrakarana, Kiratabhasa, Dasanama, Ramayana, Brahmanda Purana, Sabhaparwa, Wirataparwa, Prasthanikaparwa, Swargarohanaparwa.
Kalau kita baca Krtabhasa, Dasanama, Ramayana, Brahmanda Purana, Sabhaparwa, Wirataparwa, Prasthanikaparwa, Swargarohanaparwa, kita akan mendapati nama-nama Sapta Rsi di atas dimuliakan dalam Parwa dan juga karya sastra tersebut. Di sanalah benang merah korelasi “pemuliaan Sapta Rsi” di Bali dengan Pelinggih Menjangan Saluwang.
Secara insklusif PELINGGIH MENJANGAN SALUWANG adalah altar pemuliaan para guru suci penulis Weda dan penerus ajarannya.
Pelinggih bertanda Menjangan sebagai simbol “pembuka jalan”. Dalam bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno, ‘rusa’ atau ‘menjangan’ disebut sebagai ‘mṛga’, sementara ‘jalan’ adalah ‘marga’. Kata ‘mṛga’ menjadi ‘marga’ — menjangan sebagai pembuka jalan. Di samping sebagai “pembuka jalan”, menjangan juga melambangkan kelembutan dan perhatian penuh — apapun yang dilakukannya, ia selalu penuh waspada akan predator yang mengintai, hidupnya dijalani dalam kesadaran penuh. Kehidupan menjangan yang senantiasa diintai oleh harimau memberi pesan sebaiknya cara kita hidup di dunia mempraktikkan kesadaran penuh kehati-hatian, ahimsa dan memperhatikan ketidakkekalan, serta sadar akan sifat kesementaraan dari semua fenomena yang terjadi di sekitar kita.
Leluhur Bali tidak bebal. Diwariskan altar suci pemujaan bagi pembuka jalan suci atau tradisi suci secara “anonim”. Hanya disebutkan sebagai tempat pemujaan “para suci pewaris ajaran”. Di dalamnya mengandung pesan mendalam: Jalan suci dan ajarannyalah yang perlu kita jalankan. Tidak berpaku menghafal nama, tapi dipicu bakti menjalankan ajaran-ajarannya.
Secara tradisional orang Bali tidak diajari menyembah sosok pendiri ajaran, tapi lebih pada pemuliaan ajaran-ajaran sucinya. Pada akar pokok inilah alasan kenapa secara tradisi orang Bali tidak memuja arca sosok penulis kitab. Masyarakat Bali secara tradisi adalah peraya ajaran suci yang insklusif, bukan pemuja dan pengidola penulis ajaran yang ekslusif.
LAMPIRAN
Daftar Nama 220 Guru yang disucikan di India — jumlah ini bisa ditambahkan karena ada ribuan guru-guru dan ratusan aliran serta sampradaya pernah dan masih berkembang di Inida.
- A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada (1 September 1896 – 14 November 1977)
- Abhinavagupta (c. 950 – 1020)
- Adi Shankara (c. 788 – 820)
- Advaita Acharya (1434–1539)
- Agastyar (Rsi Agastya dalam penyebutan India Selatan)
- Akhandanand (25 Juli 1911 – 19 November 1987)
- Akka Mahadevi (c.1130 – 1160), Sastra Kannada
- Alvar Saints (700–1000)
- Anandamayi Ma (30 April 1896 – 27 Agustus 1982)
- Anasuya Devī juga dikenal sebagai Jillellamudi Amma (28 Maret 1923 – 12 Juni 1985)
- Andal (c.767), sastra Tamil
- Anukulchandra Chakravarty, juga dikenal sebagai Sree Sree Thakur (lahir 14 September 1888)
- Arunagirinathar (abad ke-15 A.D.)
- Avvaiyar (sekitar abad ke-1 dan ke-2 M), sastra Tamil
- Ayya Vaikundar (1809–1851)
- Baba Hari Dass (26 Maret 1923 – 25 September 2018)
- Bahinabai (1628–1700), sastra Marathi
- Bamakhepa, atau Bamakhyapa / Bamdev Bhairav (1837 – 1911)
- Basava (1105 CE – 1167 CE)
- Bhadase Sagan Maraj (1920–1971), pemimpin dan politikus Hindu Indo-Trinidad, mendirikan Sanatan Dharma Maha Sabha
- Dhanna jatt (lahir 1415)
- Bhagawan Nityananda (November atau Desember 1897 – 8 Agustus 1961)
- Bhakti Charu Swami (17 September 1945 – 4 Juli 2020)
- Bhakti Tirtha Swami (25 Februari 1950 – 27 Juni 2005)
- Bhaktisiddhanta Sarasvati (6 Februari 1874 – 1 Januari 1937)
- Bhaktivinoda Thakur (2 September 1838 – 23 Juni 1914)
- Bhaskararaya (c. 1690–1785)
- Bijoy Krishna Goswami (2 Agustus 1841 – 1899)
- Brahma Chaitanya, juga dikenal sebagai Gondavalekar Maharaj (1845–22 Desember 1913)
- Brahman dan Swami (1772–1832)
- Brahmananda Saraswati (20 Desember 1868 – 20 Mei 1953)
- Chaitanya Mahaprabhu (18 Februari 1486 – 14 Juni 1534)
- Chandrashekarendra Saraswati (20 Mei 1894 – 8 Januari 1994)
- Chandrashekhara Bharati III (1892–1954)
- Charan Singh (Sant) (Radha Soami Sant Satguru) (12 Desember 1916 – 1 Juni 1990)
- Chattampi Swamikal (c. 1853–1924)
- Chaturbhuj Sahay (3 November 1883 – 24 September 1957)
- Chinmayananda Saraswati (8 Mei 1916 – 3 Agustus 1993)
- Chokhamela (abad ke-14)
- Dada Bhagwan, pendiri Akram Vignan (7 November 1908 – 2 Januari 1988)
- Damodardev (c. 1488 – c. 1598)
- Darshan Singh (Sant Mat) (1921–1989), pendiri Misi Sawan Kirpal Ruhani
- Dayananda Saraswati (Ärsha Vidya) (15 Agustus 1930 – 24 September 2015)
- Dayananda Saraswati, pendiri Arya Samaj (12 Februari 1824 – 30 Oktober 1883)
- Dnyaneshwar (1275–1296)
- Eknath (1533–1599)
- Eknath Easwaran (1910–1999)
- Gagangiri Maharaj (1906 – 4 Februari 2008)
- Gajanan Maharaj (sekitar pertengahan abad ke-19)
- Ganapati Muni (c. 1878 – c.1936)
- Gaurakisora Dasa Babaji (1838–1915)
- Gnanananda Giri (c. Awal abad ke-19)
- Gopala Bhatta Goswami (1503–1578)
- Gopala Krishna Goswami (lahir 14 Agustus 1944)
- Gopalanand Swami (1781–1852)
- Gopi Krishna (yogi) (1903–1984)
- Gora Kumbhar (c. 1267 – c.1317)
- Gorakhnath (sekitar abad ke-10 atau ke-11)
- Gulabrao Maharaj (6 Juli 1881 – 20 September 1915)
- Gunatitanand Swami (17 Oktober 1785 – 11 Oktober 1867)
- Gurinder Singh (Radha Soami Sant Satguru) (lahir 1 Agustus 1954)
- Gurumayi Chidvilasananda (lahir 24 Juni 1955)
- Hans Ji Maharaj (8 November 1900 – 18 Juli 1966)
- Haridasa Thakur (lahir 1451 atau 1450)
- Hariharananda Giri, (Paramahamsa Hariharananda) (27 Mei 1907 – 3 Desember 2002)
- Isaignaniyar (sekitar abad ke-7), sastra Tamil
- Jagannatha Dasa Babaji (1776–1894)
- Jaggi Vasudev (lahir 3 September 1957)
- Jaimal Singh (Radha Soami Sant Satguru) (Juli 1839 – 29 Desember 1903)
- Janabai (sekitar abad ke-13), sastra Marathi
- Jayatirtha (1345-1388)
- Jiddu Krishnamurti (11 Mei 1895 – 17 Februari 1986)
- Jiva Goswami (c. 1513–1598)
- Kabir (c. Abad ke-15) santo dan mistik India
- Kalki Bhagwan (lahir 1949)
- Kanakadasa (1509–1609)
- Kanhopatra (sekitar abad ke-15), sastra Marathi
- Kanwar Saheb
- Karaikkal Ammaiyar (c. Abad ke-6), sastra Tamil
- Khatkhate Baba (1859–1930)
- Kirpal Singh (c. 1894–1974) (Misi Sawan Kirpal Ruhani)
- Kripalu Maharaj (5 Oktober 1922 – 15 November 2013)
- Krishnadasa Kaviraja (lahir 1496)
- Krishnananda Saraswati (25 April 1922 – 23 November 2001)
- Lahiri Mahasaya, (Shyamacharan Lahiri) (30 September 1828 – 26 September 1895)
- Swami Lakshman Joo (9 May 1907 – 27 September 1991) guru pembuka kembali Shaivisme Kashmir
- Lakshmanananda Saraswati (1926 – 23 Agustus 2008)
- Lalleshwari (c.1320 – 1392), sastra Kashmir
- Madhavdev (c. 1489 – c. 1596)
- Madhvacharya (c. 1238 – 1317)
- Mahant Swami Maharaj (lahir 13 September 1933)
- Maharishi Mahesh Yogi (12 Januari 1918 – 5 Februari 2008)
- Mahavatar Babaji (pertengahan abad ke-19 – pertengahan abad ke-20)
- Sastra Tamil Mangayarkkarasiyar (sekitar abad ke-7)
- Manik Prabhu
- Master C. V. V. (4 Agustus 1868 – 12 Mei 1922)
- Mata Amritanandamayi (lahir 27 September 1953)
- Matsyendranath (sekitar abad ke-10)
- Meera (c. 1498 – c. 1547) Sastra Hindi
- Mehi (28 April 1885 – 8 Juni 1986)
- Mirra Alfassa (21 Februari 1878 – 17 November 1973)
- Morari Bapu (lahir 25 September 1946)
- Bunda Meera (lahir 26 Desember 1960)
- Muktabai (c.1279 – 1297) Sastra Marathi
- Muktanand Swami (1758–1830)
- Muktananda (16 Mei 1908 – 2 Oktober 1982)
- Namdev (c. 1270 – c. 1350)
- Narasimha Saraswati (1378–1459)
- Narayan Maharaj (20 Mei 1885 – 3 September 1945)
- Narayana Guru, penulis Daiva Dasakam (c. 1854 – 1928)
- Narayanprasaddasji Swami (14 Januari 1921 – 30 Januari 2018) juga dikenal sebagai Tapomurti Shastri Swami dan Guruji oleh para pengikutnya, adalah salah satu Swami yang paling terkenal dari Swaminarayan Sampraday
- Narottama Dasa (lahir 1466)
- Narsinh Mehta (1414–1481) juga dikenal sebagai Narsi Mehta atau Narsi Bhagat
- Nayakanahatti Thipperudra Swamy (sekitar abad ke-15 hingga abad ke-16) juga dikenal sebagai Nayakanahatti Thippeswamy
- Nayanmars (700–1000)
- Neem Karoli Baba (sekitar akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 – 11 September 1973)
- Nigamananda Paramahansa (18 Agustus 1880 – 29 November 1935)
- Nimbarka (sekitar abad ke-13 atau lebih awal)
- Niranjanananda (c. 1862 – 9 Mei 1904)
- Nirmala Srivastava, juga dikenal sebagai Shri Mataji Nirmala Devi (21 Maret 1923 – 23 Februari 2011)
- Nisargadatta Maharaj (17 April 1897 – 8 September 1981)
- Nishkulan dan Swami (1766–1848)
- Nityananda Prabhu (lahir 1474)
- Om Swami (lahir 1979)
- Osho (lahir 1931)
- Panth Maharaj (3 September 1855 – 16 Oktober 1905)
- Papaji atau Poonjaji, Sri H. W. L. Poonja (13 Oktober 1910 – 6 September 1997).
- Paramahansa Yogananda (5 Januari 1893 – 7 Maret 1952)
- Pattinathar (sekitar abad ke-10 atau ke-14 M)
- Pavhari Baba (lahir tidak diketahui – 1898)
- Potuluri Virabrahmendra Swami (sekitar abad ke-17)
- Prabhat Ranjan Sarkar, juga dikenal sebagai Shrii Shrii Anandamurti (21 Mei 1921 – 21 Oktober 1990)
- Pramukh Swami Maharaj (lahir 7 Desember 1921-13 Agustus 2016)
- Pranavananda, juga dikenal sebagai Yugacharya Srimat Swami Pranavananda Ji Maharaj (29 Januari 1896 – 8 Februari 1941)
- Pranavanda Saraswati (28 Agustus 1908 – 28 Agustus 1982)
- Prem Rawat, juga dikenal sebagai Maharaji, Guru Maharaj Ji, dan Balyogeshwar (lahir 10 Desember 1957)
- Purandara Dasa
- Radhanath Swami (lahir 7 Desember 1950)
- Raghavendra Swami (1595 – 1671)
- Raghunatha Bhatta Goswami (1505–1579)
- Rajinder Singh (guru spiritual) (20 September 1946) (Misi Sawan Kirpal Ruhani) (Pendiri Ilmu Spiritualitas)
- Rakeshprasad (lahir 23 Juli 1966)
- Raghuttama Tirtha (1537 – 1596)
- Ram Thakur (2 Februari 1860 – 1 Mei 1949)
- Rama Tirtha (22 Oktober 1873 – 27 Oktober 1906)
- Ramakrishna (18 Februari 1836 – 16 Agustus 1886)
- Ramalinga Swamigal (5 Oktober 1823 Hilang pada 30 Januari 1874) alias Vallalar
- Ramana Maharshi (30 Desember 1879 – 14 April 1950)
- Ramanuja (c. 1017 – c. 1137)
- Ramprasad Sen (c. 1718 atau c. 1723 – c. 1775)
- Ravida (1398-1540)
- Rupa Goswami (1489–1564)
- Sahadeo Tiwari (1892–1972),
- Sai Baba dari Shirdi (1838–1918)
- Samarth Ramdas (1608–1681)
- Sanatana Goswami (1488–1558)
- Sankardev (c. 1449 – c. 1568)
- Sant Charandas (1703–1782)
- Sastra Marathi Sant Nirmala (sekitar abad ke-14)
- Sastra Marathi Sant Soyarabai (sekitar abad ke-14)
- Satchidananda Saraswati (22 Desember 1914 – 19 Agustus 2002)
- Sathya Sai Baba (23 November 1926 – 24 April 2011)
- Satnarayan Maharaj (lahir 1931) adalah seorang Hindu India-Trinidad dan menantu Bhadase Sagan Maraj
- Satsvarupa dasa Goswami (lahir 6 Desember 1939)
- Satya Narayan Goenka (30 Januari 1924 – 29 September 2013)
- Satyananda Giri (17 November 1896 – 2 Agustus 1971)
- Satyananda Saraswati (25 Desember 1923 – 5 Desember 2009)
- Satyapramoda Tirtha (1918-1997)
- Sawan Singh (Radha Soami Sant Satguru) (27 Juli 1858 – 2 April 1948)
- Seshadri Swamigal (22 Januari 1870 – 4 Januari 1929)
- Shiv Dayal Singh juga dikenal sebagai “Soamiji Maharaj” (25 Agustus 1818 – 15 Juni 1878)
- Shivabalayogi (24 Januari 1935 – 28 Maret 1994)
- Shreedhar Swami (7 Desember 1908 – 19 April 1973)
- Shripad Shri Vallabha
- Shriram Sharma (20 September 1911 – 2 Juni 1990)
- Sitaramdas Omkarnath (17 Februari 1892 – 6 Desember 1982)
- Sivananda Saraswati (8 September 1887 – 14 Juli 1963)
- Sivaya Subramuniyaswami (5 Januari 1927 – 12 November 2001)
- Soham Swami (lahir tidak diketahui – 1918)
- Sopan (c. Abad ke-13)
- Sri Aurobindo (15 Agustus 1872 – 5 Desember 1950)
- Sripadaraja (c. 1422 – 1480)
- Sri Chinmoy (27 Agustus 1931 – 11 Oktober 2007)
- Sri M (lahir 06 November 1948)
- Sri Sri Ravi Shankar (lahir 1956)
- Sudhanshu Ji Maharaj (Lahir Mei 1955)
- Surda (c. Akhir abad ke-15)
- Swami Abhedananda (2 Oktober 1866 – 8 September 1939)
- Swami Bhoomananda Tirtha (lahir 13 Mei 1933)
- Swami Chidbhavananda (11 Maret 1898 – 16 November 1985)
- Swami Janakananda (lahir 13 Juni 1939)
- Swami Keshwanand Satyarthi (lahir 5 September 1943) (Paramhans Satyarthi Mission, Advait Mat)
- Swami Nithyananda (lahir 1 Januari 1978 atau 13 Maret 1977)
- Swami Purnachaitanya (lahir 1984)
- Swami Sri Yukteswar Giri (1855–1936)
- Swami Rama (1925–1996)
- Swami Ramanand (c. 1738 – c. 1802)
- Swami Ramdas (10 April 1884 – 25 Juli 1963)
- Swami Samarth
- Swami Vivekananda (12 Januari 1863 – 4 Juli 1902)
- Swaminarayan (3 April 1781 – 1 Juni 1830)
- Swarupanand (1 Februari 1884 – 9 April 1936) bagian dari silsilah Mat Advait
- Swarupananda (8 Juli 1871 – 27 Juni 1906)
- Tibbetibaba (lahir tidak diketahui – 19 November 1930)
- Trailanga (1607–1887)
- Tukaram (c. 1608 – 1649)
- Tulsidas (1532-1623) juga dikenal sebagai Goswami Tulsidas
- Upasni Maharaj (15 Mei 1870 – 24 Desember 1941)
- Uppaluri Gopala Krishnamurti (9 Juli 1918 – 22 Maret 2007)
- Vallabha Acharya (1479 – 1531)
- Vadiraja Tirtha (1480-1600)
- Vethathiri Maharishi (14 Agustus 1911 – 28 Maret 2006)
- Vidyaranya (c. 1268 – c. 1386)
- Vishuddhananda Paramahansa (14 Maret 1853 – 14 Juli 1937)
- Vishwesha Tirtha (1931-2019)
- Vyasatirtha (sekitar 1460 – 1539)
- Yogaswami (1872 – Maret 1964)
- Yogi Ramsuratkumar (1 Desember 1918 – 20 Februari 2001)
- Yogiji Maharaj
- Yukteswar Giri (10 Mei 1855 – 9 Maret 1936)