Aspek hukum perusahaan yang dimaksud dalam tulisan ini terkait dengan aspek hukum Perseroan Terbatas dimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2021 yang ditetapkan tanggal 2 Februari 2021 untuk mendirikan PT Usaha Mikro dan Kecil sebagai ketentuan lebih lanjut dari pasal 109 dan pasal 185 huruf b UU nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. . PP tentang Pendirian PT UMK untuk mempermudah pelaku usaha dalam melakukan investasi, UU Cipta Kerja telah mengubah, menghapus, dan menetapkan pengaturan baru dalam beberapa Undang-Undang. Salah satu fokus pembahasan yang diatur di dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) adalah penyederhanaan pendirian Perseroan Terbatas (PT) yang sebelumnya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).
Maka dari itu, pelaku usaha yang ingin mendirikan PT di bawah tahun 2019 harus melakukan penyesuaian dengan mengikuti peraturan yang tercantum di dalam UU Cipta Kerja dan UU PT serta PP 8 tahun 2021 agar mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui Online Single Submission(OSS). Berikut ini akan diuraikan beberapa peraturan baru dalam mendirikan PT sesuai UU Cipta Kerja dan PP 8 tahun 2021.
Untuk membahas tentang hukum perusahaan, maka perlu diketahui dulu apa yang dimaksud perusahaan. Purwosutjipto (1983) menyebutkan bahwa perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara menperniagakan barang-barang menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
Menurut undang-undang tentang Perdagangan pelaku usaha adalah setiap orang perorangan warga Negara Indonesia atau badan usaha yang badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan usaha di bidang perdagangan.
Sedikit berbeda dengan difinisi pelaku usaha yang disebutkan dalam UU Cipta Kerja dan PP 8 tahun 2021. Kalau sebelumnya, di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 (UUPT), PT didefinisikan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta peraturan pelaksanaannya. PT wajib didirikan oleh minimal 2 orang, namun ketentuan tersebut tidak berlaku bagi PT yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara atau bagi PT yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain yang diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal.
Seiring berjalannya waktu, melalui UU Cipta Kerja juga turunannya PP 8 tahun 2021, definisi PT diubah menjadi badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.
Selanjutnya, aturan yang menyimpangi kewajiban PT didirikan oleh minimal dua orang turut mengalami perubahan, yaitu bertambahnya jenis PT yang dapat menyimpangi kewajiban tersebut. Salah satunya adalah PT yang memenuhi kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil. Dengan begitu, setiap orang dapat mendirikan PT seorang diri tanpa harus mencari partner asalkan bisnis yang dijalankan sesuai dengan kriteria Usaha Mikro dan Kecil. Selain itu, berbeda dengan PT pada umumnya, proses pendirian PT untuk Usaha Mikro dan Kecil tidak membutuhkan akta pendirian, tetapi cukup menggunakan surat pernyataan pendirian yang menggunakan bahasa Indonesia.
Mengenai cara memperoleh status Badan Hukum PT, pendirian PT dimulai melalui pembuatan akta pendirian yang isinya memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian PT. Memiliki akta pendirian bukan berarti PT telah mendapatkan status badan hukum. Jika sebelum disahkannya UU Cipta Kerja, PT mendapatkan status badan hukum pada tanggal terbitnya Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) mengenai pengesahan badan hukum PT. Maka setelah adanya UU Cipta Kerja, PT memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menkumham dan mendapatkan bukti pendaftaran.
Yang menarik di sini, terkait pendirian PT, adalah soal jumlah modal. UUPT mewajibkan jumlah modal dasar untuk mendirikan PT minimal sejumlah Rp 50.000.000,00- (lima puluh juta rupiah). Kewajiban ini dinilai masih terasa berat bagi sebagian kalangan pelaku usaha yang akan mendirikan PT untuk menunjang kegiatan usahanya.
Untuk itulah, kemudian pemerintah menegaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kemudahan berusaha, UU Cipta Kerja, PP 8 tahun 2021 bertujuan untuk menyederhanakan prosedur dan syarat pendirian PT di tahun 2021 dengan cara menghapus aturan besaran minimal modal dasar dan menggantinya dengan ketentuan yang mengatur bahwa besaran modal dasar PT ditentukan berdasarkan keputusan pendiri perseroan. Semakin fleksibelnya ketentuan modal pendirian PT membawa angin segar bagi pelaku usaha yang terkendala batasan minimal ketika akan mendirikan PT.
UU Cipta Kerja ini juga telah mengubah mengenai ketentuan terkait modal perseroan. Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Perseroan wajib memiliki modal dasar perseroan, modal di tempatkan dan modal di setor minimal 25 % dari modal dasar pasal 4 angka 1 PP 8 tahun 2021) Namun untuk PT UKM besaran modal tersebut ditentukan berdasarkan keputusan pendiri perseroan ( pasal 4 angka 2 PP 8 tahun 2021) Sedangkan di dalam UU PT disebutkan bahwa modal dasar perseroan paling sedikit Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Setoran modal minimal harus ada dan dibuktikan dengan penyetoran yang sah. artinya tidak cukup hanya surat pernyataan dan disampaikan pada saat mendaftarkan untuk mendapatkan pengesahan badan hukum PT ke Kemenkumham dalam 60 hari sejak akta pendirian, dan sejak pernyataan pendirian PT perseorangan. ( Pasal 4 ayat 2 PP 8 tahun 2021)
Selanjutnya, UU Cipta Kerja, PP 8 tahun 2021, juga menentukan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan bukti pendaftaran. Hal tersebut diatur berbeda di dalam UU PT yang menyatakan perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.
Dalam hal pengesampingan Ketentuan PT didirikan oleh dua orang atau lebih, Pasal 109 (Angka 2) UU Cipta Kerja, PP 8 tahun 2021 dan Pasal 7 Ayat 1 UU PT menyebutkan bahwa perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta Notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. UU PT mengatur bahwa ketentuan pendirian PT harus dua orang atau lebih tidak berlaku bagi persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara atau perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan Undang-Undang tentang Pasar Modal. Melalui UU Cipta Kerja, ketentuan tersebut ditambah dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Didirikan oleh WNI dan sudah berusia 17 tahun ( pasal 6 angka 2 PP 8 tahun 2021). Dari ketentuan umur ini apa dasar pertimbangan pemerintah, apakah usia dewasa dalam berusaha dan dapat melakukan tindakan sendiri di depan hukum, mengingat ketentuan umur 18 tahun baru dapat membuat akta otentik dihadapkan Notaris sebagaimana ketentuan Undang- Undang Jabatan Notaris ( UUJN Nomor 30 tahun 2004 jo UUJN Nomor 2 Tahun 2014)
Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil
Selanjutnya, UU Cipta Kerja juga menyisipkan 10 pasal mengenai perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha Mikro dan Kecil. Perseroan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil dapat didirikan oleh satu orang. Pendiriannya dilakukan berdasarkan surat pernyataan pendirian yang didaftarkan secara elektronik kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Sehingga, tidak diperlukan akta Notaris dalam mendirikan perseroan untuk Usaha Mikro dan Kecil. Pemegang saham dalam perseoran ini merupakan orang perseorangan. Lebih lanjut lagi, pemerintah memberikan keringanan biaya kepada pelaku Usaha Mikro dan Kecil dalam mendirikan PT.
Pelaku Usaha Mikro dan Kecil akan mendapat beberapa keuntungan jika mendirikan badan hukum, yakni akan memiliki akses yang mudah untuk memperoleh pinjaman modal usaha dari perbankan dan mudah dalam melakukan kegiatan ekspor barang produksinya ke luar negeri. Pemegang saham perseroan untuk Usaha Mikro dan Kecil juga tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.
Dengan semakin ringkasnya proses perizinan tersebut, diharapkan dapat mengundang banyak investor untuk menanamkan modal di Tanah Air dan memompa ambisi masyarakat untuk memulai usaha.
Hilangnya Peran Notaris Dalam Pendirian PT UMK
Pendirian PT bagi UMKM disatu sisi mesti diakui memang merupakan sebuah terobosan positif, akan tetapi menurut pendapat saya, semangat pemerintah semata-mata hanya untuk kepentingan kemudahan berusaha serta pemberdayaan UMK dengan alasan UMK ini bisa cepat bangkit dari krisis dan sebagai sektor pengerak pemulihan ekonomi nasional.
Dan sejalan dengan itu, pemerintah juga berupaya mendorong UMK untuk memperoleh status hukum badan usaha sebagai bentuk pemberdayaan dan perlindungan terhadap keberlanjutan pengusaha kecil. Hanya saja, banyak kalangan Notaris melihat ada risiko hukum, dan problematika hukumnya pasti ada dalam praktiknya, mengingat PT merupakan entitas yang sangat dominan dalam kegiatan ekonomi dan bisnis yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan pihak ketiga termasuk kreditur.
Sebagai praktisi Notaris – PPAT, Saya menilai melalui UU Cipta Kerja, pemerintah memang telah memberikan kemudahan bagi pengusaha mikro dan kecil dalam hal pendirian PT, yaitu PT dapat didirikan oleh satu orang dan mendapat keringanan biaya pendirian badan hukum, juga cukup dilakukan dengan membuat surat pernyataan pendirian berbahasa Indonesia yang memuat maksud dan tujuan, kegiatan usaha, modal dasar, dan keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian PT.
Selanjutnya, surat pernyataan pendirian tersebut kemudian didaftarkan secara elektronik kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Menkumham”) dengan mengisi format isian. Dengan adanya ketentuan pendaftaran surat pernyataan pendirian secara eletronik tersebut, berdasarkan naskah akademik UU Cipta Kerja, pendirian PT dapat dilakukan tanpa melalui akta Notaris. (Ketentuan ini lebih lanjut mengenai pendirian Perseroan untuk Usaha Mikro dan Kecil diatur dalam Peraturan Pemerintah), dan telah dikeluarkan PP nomor 8 tahun 2021 demikian bunyi Pasal 153A ayat (3) UU Cipta Kerja.
Oleh karenanya, hal ini mesti menjadi catatan khusus kalangan Notaris, dengan hilangnya peran Notaris dalam Pendirian PT UMK. Berbeda dengan usaha menengah dan besar yang mekanismenya masih mengikuti pembentukan PT seperti biasa.
Bandingkan saja dengan pasal 8 UU PT, surat pernyataan pendirian bukan akta pendirian dan anggaran dasar perseroan.
Pertanyaannya, apakah pengaturan nama PT. UMK sama dengan PT Biasa sebagaimana diatur dalam PP nomor 23 Tahun 2011. Sebagai informasi, pemerintah juga akan menghapus kriteria nominal kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan yang sebelumnya tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008. Jadi kriteria penguncinya seperti aset, modal, omset, nanti akan di atur dalam PP saja agar bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Pada prakteknya dalam pelaksanaan jabatan Notaris harus dipahami, disini saya garis bawahi, dalam hal ini pemerintah bukan mewajibkan seluruh UMK untuk menjadi perseroan terbatas. Hanya memang, segala kemudahan dan fasilitas tersedia sebagai pilihan bagi UMK yang memutuskan untuk membentuk badan usaha PT. Dan kalau pengusaha tetap mau usaha perorangan, tidak masalah juga, tinggal daftar di OSS saja, Tapi kalau berbadan hukum kan sudah pasti dapat fasilitas, dan bisa lebih kredibel untuk melakukan ekspor produk ke luar negeri.
Bicara soal kewenangan Notaris sebagai pejabat umum tertuang pada UU 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan UU 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kewenangan Notaris sesungguhnya menjadi bagian penting dari negara Indonesia yang menganut prinsip Negara hukum (Ps.1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Dan akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat.
Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik, menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.
Pertanyaannya, lalu bagaimana BISA kewenangan pendirian PT UMK itu kemudian di mengHILANGKAN peran Notaris begitu saja ?
Menurut saya, kalau ada anggapan bahwa kemudian biaya pendirian PT UMK di nilai mahal oleh UMK dan juga pemerintah, semestinya pemerintah bisa berkoordinasi dengan perkumpualn Ikatan Notaris Indonesia, kalau memang harus berbiaya murah untuk UMK kan bisa dikompromikan kalau perlu GRATIS!.
TAPI BUKAN BERARTI justru malah menghilangkan peran Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta akta otentik dalam hal pendirian PT UMK sebagaimana yang biasa di dilakukan oleh Perseroan Terbatas pada umumnya. Dan pemerintah tidak perlu berdalih hanya semata-mata untuk kepentingan kemudahan berusaha saja, karena yang terjadi tapi justru menabrak kebijakan peraturan dan perundang-undangan yang mereka sudah atur dan dibuat sebelumnya.
Toh dalam hal ini, dengan berkoordinasi dengan PP INI, pastinya Notaris siap untuk mendukung kebijakan pemerintah itu, dan Notaris pastinya bisa berkontribusi untuk mendorong tumbuhnya usaha mikro dan kecil sebagaimana harapan UU Cipta kerja. Jangan karena satu atau dua Notaris yang bermasalah dianggap seluruh Notaris tidak memberi kontribusi dan mendukung kemudahan investasi di Indonesia. Sebagai bagian pelaksana tugas negara yang dipercayakan kepada Notaris tidak mungkin para Notaris tidak mendukung semua program pemerintah untuk memajukan dan mensejahterakan bangsa Indonesia..[T]