1 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Jejak Persahabatan Purba – [Tentang Pura Puseh Panjingan di Les-Penuktukan]

Jero Penyarikan Duuran BaturbyJero Penyarikan Duuran Batur
August 20, 2020
inEsai
“Mungkah Saka” dan Kisah-kisah Para Pendeta

Ada berbagai definisi tentang Bali di masa ini tak cukup mampu menggambarkan konsep-konsep peradaban purba. Satu diantaranya konsep tentang Pura Puseh.

Pura Puseh bersama Pura Desa dan Pura Dalem merupakan bagian dari pura kahyangan tiga desa adat. Pura Puseh dalam konsepsi Bali kekinian merupakan stana dari manifestasi Tuhan sebagai Dewa Wisnu. Di sanalah pusat kehidupan dijaga dan diputar untuk menjamin harkat martabat hidup semesta.

Demikian konsep-konsep itu telah dikonsumsi sedari kita mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar. Merujuk konsep-konsep itu, kahyangan tiga selalu mengacu pada pemujaan terhadap Dewata Tri Murti. Konon, Mpu Kuturanlah yang mencipta konsep tersebut sesaat setelah “perang ideologi” berkecamuk pada paruh abad terdahulu. Kini, konsepnya dianggap telah final, sehingga tak banyak diperbincangkan. Wacananya pun berhenti hanya sampai pada titik itu.

Suatu ketika pemahaman saya tentang kahyangan tiga digugat oleh penjelasan teks Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul. Teks ini terbilang komprehensif mengungkapkan tatanan konsep pemujaan ala Bali, dimana paparannya relatif dekat dengan praktik berbudaya masyarakat yang saya temui. Teks ini masih dapat ditemui berupa lontar yang disimpan di Perpustakaan Universitas Hindu Indonesia Denpasar. Wujud alih aksaranya dapat pula dibaca di Gedong Kirtya Singaraja, hanya saja ada satu lembar aliha ksara yang hilang.

Tentang konsep kahyangan tiga desa, Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul tak mengungkapkan nama Dewa Brahma, Dewa Wisnu, maupun Dewa Siwa sebagai kekuatan-kekuatan suci yang dipuja di kahyangan tiga desa. Dari awal sampai akhir, teks ini memang bercita rasa Siwaistik. Akibatnya, segala hal tentang Siwa mendominasi penjelasan. Dalam hal dewa pujaan di kahyangan tiga, Bhatara Guru, Bhatara Ganapati, dan Bhatari Umadewi disebut sebagai entitas-entitas suci yang masing-masing dimuliakan di Pura Desa, puseh, dan dalem.

Mengapa Bhatara Guru bukan Dewa Brahma, Bhatara Ganapati bukan Dewa Wisnu, Bhatari Umadewi bukan Dewa Siwa yang dipuja di pura kahyangan tiga? Teks ini tak memberi penjelasan secara tersurat. Namun, asumsi saya ini terkait dengan legitimasi Siwaisme di Bali. Pada tiga bab sebelumnya, Hyang Pasupati ditasbihkan sebagai dewata utama, yang kemudian memunculkan dewa-dewa dan rsi penjaga—yang kemudian dipuja—Bali. Mulai dari penurunan Bhatara Buncing Hyang Putrajaya dan Hyang Dewi Danuh,  penurunan Dewata Nawasanga, Panca Rsi, hingga Dewata Sad Kreti. Semuanya mengacu sebagai legitimasi pada entitas Pasupati sebagai Hyang Parameswara.

Jejak Persahabatan

Semasa mahasiswa, saya dan sejumlah rekan diajak berkunjung ke Desa Les di Tejakula, Buleleng oleh dosen saya. Kebetulan, beliau adalah putra asli Desa Les, yang secara tidak langsung memiliki relasi ekologis dan ideologis dengan Batur melalui tuturan Ida Ratu Ayu Mas Membah.

Sembari beristirahat menahan panas Agustus yang begitu menyengat, dosen saya menceritakan sejarah desanya kepada kami. Poin obrolan yang begitu saya ingat terkait dengan keberadaan Pura Puseh Panjingan. Pura ini bernilai begitu penting bagi masyarakat di sana, sebab menjadi simbol penyatuan Desa Les dan Penuktukan.

Di masa silam, nama Desa Les adalah Desa Panjingan. Sebagai desa pesisir, desa ini sering dilalui oleh pedagang dari luar Bali. Suatu ketika digelar hiburan sabung ayam. Pesertanya warga desa dengan orang-orang perahu atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Wong Bajo. Ketika itu Wong Bajo kalah, hingga akhirnya terjadi keributan. Pada tahun-tahun setelahnya, desa ini sering diserang hingga membuat penduduknya berpindah-pindah. Lama kelamaan, adalah Desa Les dan Penuktukan. Pura Puseh Panjingan disungsung oleh kedua desa ini sebagai simbol jalinan lampau.

Konsep Pura Puseh Panjingan sebagai tanda jalinan persahabatan antar Les-Penuktukan juga dapat dilihat di desa kami. Pura Puseh Batur yang dimuliakan saban Purnama Kasa—bulan pertama tahun Saka—tak hanya dipuja oleh masyarakat adat Batur. Situs ini juga menjadi orientasi pemujaan lima desa lain, yakni Desa Sangkaduan, Bonyoh, Belatungan, Blancang [Belancan], dan Petak Cemeng atau Selulung.

Dalam sebutan masyarakat kami, komunitas-komunitas tersebut disebut sebagai Batun Sendi Ida Bhatari Sakti. Konsep batun sendi tampaknya menyerupai konsep banua yang selama ini dikenal luas di desa-desa Bali pegunungan. Konsep batun sendi kemungkinan diambil dari konsep sendi dalam bangunan Bali yang berfungsi sebagai penyokong bangunan. Konsep ini sejalan dengan praktik di lapangan, dimana desa-desa yang tergolong Batun Sendi Ida Bhatari Saktimemiliki kewajiban sebagai penunjang eksistensi Pura Batur. Selain kelima desa tersebut, desa batun sendi Batur lainnya adalah Bayung Gede, Buahan, Sebatu, dan Sekardadi.

Raja Purana Pura Ulun Danu Batur menyebut hak dan tanggungjawab kelima desa itu tatkala pemujaan Pura Puseh tiba. Masyarakat Bonyoh menghaturkan babi seberat 500, beras 30 catu, tuak 2 takeh, kelapa 10 butir, gula 5 buah. Kepada I Ratu Puseh Blancang, masyarakat Blancang dikenai beras satu pikul, tuak satu pikul, serta seekor bebek yang diolah seraten.

Ketika tiba pemujaan kepada I Ratu Puseh Petak Cemeng, masyarakat Selulung menghaturkan seekor kijang dan segala sarana pujawali. Penghormatannya menggunakan sarana bebek seraten. Sementara, penghormatan pada I Ratu Puseh Sangkaduan berupa bebek maserotutu.

Merawat Jejak

Pembacaan terhadap narasi-narasi di atas tentu tak bisa dilakukan secara kasar di permukaan saja. Sebuah wacana yang disusun oleh bahasa tak lain merupakan simbol. Bahasa adalah tanda-tanda yang harus dikuliti terus menerus, hingga kedalaman makna maksimal yang dapat dijangkau para pembacanya.

Artinya, pembacaan terhadap fenomena-fenomena budaya seperti di atas harus dilakukan secara perlahan. Dalam kasus keterhubungan komunitas-komunitas masyarakat melalui Pura Puseh Panjingan dan Pura Puseh Batur, pesan yang ingin disampaikan agaknya bukan sekadar ritus dan berhenti di papeson atau persembahan. Ritus tampaknya hanya penanda untuk menunjukkan keterhubugan masa silam yang barangkali pernah dijalin oleh para leluhur. Ritus dan situs sangat mungkin menunjukkan titik keasalmulaan atau kawitan.

Kata pusêh memiliki kedekatan bentuk dengan pusêr. Bunyi [h] dan [r] memang sering menggantikkan dalam sejumlah kata yang mengcu pada arti yang sama, misalnya pada kata pasih dan pasir terkait arti kata laut, campuh dan campur terkait arti kata campur, dan seterusnya. Kata pusêr dapat diartikan ‘pusat’, ‘bagian tengah’, dan ‘puncak’. Oleh karenanya, keberadaan Pura Puseh pada masanya bukan tidak mungkin merupakan simbol kekuatan “koalisi antar desa-desa”. Di wilayah pura itu kekuatan terhimpun dan dipusatkan. Mungkin semacam markas komando di era kekinian.

Lebih jauh, menurut konsep banua, Reuter (2005)1, menyatakan pola hubungan sosial di Bali pegunungan ditentukan oleh jaringan regional aliansi ritual antara kelompok-kelompok di desa-desa bersangkutan. Banua sendiri diartikannya sebagai kawasan ritual, yang membangun perasaan identitas bersama di kalangan masyarakat pegunungan.

Jika Pura Puseh—dan pura lainnya—merupakan simbol-simbol keterjalinan identitas, pusat kekuatan, atau pusat keasalmulaan, lalu apakah pembangunan sejumlah pura baru sebagai pemenuhan atas pemekaran desa-desa adat adalah tindakan kemajuan peradaban Bali? Di dalam benak saya, ini justru semacam antitesis terhadap pesan-pesan masa silam yang telah dititipkan leluhur. Ketersediaan sumber daya saat ini sebagai alasan pendirian dan pemekaran pura-pura baru itu tidak dapat diterima, sebab saya pikir leluhur masa silam tidak lebih melarat dibanding manusia Bali saat ini.

Di luar itu, kita memang perlu memikirkan secara lebih jernih tentang konsep-konsep dasar untuk membangun Bali. Selama ini, saya melihat paradigma generalisasi budaya masih mendominasi dalam formulasi peradaban kita. Misalnya, desa adat harus diukur oleh keberadaan pura kahyangan tiga desa, pimpinan desa adat harus disebut bendesa, ngaben diukur dengan bade dan pembakaran, pemangku dianggap legal jika hidupnya sejahtera dan renta, puja astawa diukur dengan persentase penggunaan bahasa Sanskerta, bahkan banten seringkali diukur menurut tatanan suatu wilayah dan “dibawa secara paksa” ke wilayah lainnya.

Jika pola ini terus berlanjut tanpa sedikit direm, saya takut kita hanya akan beragama dan berbudaya umum. Tidak ada lagi kebinekaan. Tidak akan ada lagi ciri khas antar daerah. Pada titik ini, keragaman Bali akan melebur menjadi kesatuan budaya yang bukan tak mungkin kemudian dikuasi oleh elit-elit tertentu. Jika demikian, komersialisasi budaya pasti terjadi.

Kita tampaknya perlu menghentikan langkah sejenak dan bercermin pada jejak kearifan Pura Puseh. Jika puseh merupakan pemuliaan pada Bhatara Ganapati, maka menjadi penting kita melihat simbol yang dimiliki putra Siwa itu. Bukankah Bhatara Gana adalah simbol kecerdasan dan kebijaksanaan? Bukankah telinganya besar dan hidungnya panjang, yang memberi pesan kepada kita untuk lebih banyak mendengar dan mencium kondisi kekinian? Perut kita hendaknya juga diperbesar layaknya Bhatara Gana, agar dapat lebih toleran menerima keberagaman. Kebetulan, dalam bahasa Bali ada istilah “basang bawak” yang merujuk pada sifat-sifat emosional dan antikritik. [JPDB]

Batur, Agusus 2020

______

1Reuter, Thomas A. 2005. Custodians of the Sacred Mountains: Budaya dan Masyarakat di Pegunungan Bali (penyunting I Nyoman Dharma Pura, alih bahasa A. Rahman Zainuddin). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Tags: BaturbulelengTejakula
Previous Post

Kehidupan dan Konflik yang Tak Melulu Buruk

Next Post

Apa yang Paling Penting dalam Lontar Bali? Lontar Pangleakan?

Jero Penyarikan Duuran Batur

Jero Penyarikan Duuran Batur

Memiliki nama lahir I Ketut Eriadi Ariana. Pemuda Batur yang saat ini dosen di Prodi Sastra Jawa Kuna Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Senang berkegiatan di alam bebas.

Next Post
Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

Apa yang Paling Penting dalam Lontar Bali? Lontar Pangleakan?

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co