Perda No.3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk mewujudkan Ruang Wilayah Provinsi Bali yang berkualitas, aman, nyaman, produktif, berjatidiri, berdaya saing, ramah lingkungan, dan berkelanjutan sebagai pusat pengembangan pariwisata, pertanian, dan industri berbasis budaya dijiwai oleh filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi dalam satu kesatuan Wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola.
Melakukan survei wilayah agar memperoleh data yang akurat tentang rencana pengembangan menjadi prioritas Dinas Pariwisata dan Lingkungan Propinsi Bali. Tapi tentu saja, tidak semua obyek akan dikembangkan, melainkan wisata tertentu saja yang didahulukan. Pembangunan wisata berbeda dengan pembanguan fisik. Jika pembangunan fisik bisa dibenahi tapi kalau wisata hancur, pastinya akan sulit sekali benahi, bahkan bisa jadi akan hancur.
Berikutnya adalah sebagaimana amanat Perda No.3 Tahun 2020 tentang RTRW Bali Tahun 2009 -2029, Pemerintah Propinsi Bali perlu kembali menata kembali obyek wisata yang sudah ada dan melakukannya kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan dan juga destinasi wisata yang ada. Dalam hal pengawasan perlu kembali di galakan Polisi Wisata yang dikerjasama Dinas Pariwisata dan Lingkungan Hidup serta Dinas Kehutanan.
Gairah Wisata Bali perlu dibangkitkan, dan masyarakat juga harus di bangunkan untuk ikut bersama-sama bisa berkonstribusi membangun kembali Pariwisata Bali yang agak terpuruk di tengah kondisi Pandemi Covid19. Pemuda-pemudi juga bisa diajak ikut serta untuk menguatkan pariwisata Bali yang di didik oleh Pemprov sebagi Kader wisata ataupun duta-duta wisata yang diharapkan bisa menularkan nilai-nilai untuk tidak membuang sampah di area pantai, tidak menagkap ikan dengan bom ataupun merusak terumbu karang di laut.
Ada sedikit energy baru kebangkitan pembangunan pariwisata Bali. Ini tercermin dari perubahan RTRW di tengah era New normal. Mewujudkannnya, tidak ada cara lain selain memperkuat pembangunan wisata Bali di seluruh wilayah Kabupaten dan Kota sehingga menjadi kuat dan mandiri. Selanjutnya kekuatan itu akan kembali mengairah pariwisata Bali dan akan menjadi posisi tawar dunia bahwa Bali sudah bisa menjadi destinasi pilihan para turis sebagaiu tempat kunjungan mereka.
Kata kuncinya: Fokus dan Inovatif
Dengan Pemprov Bali melakukan perubahan RTRW maka harus dibarengi dengan kebijakan yang fokus dan terukur secara konsisten sehingga bisa menjadi mesin goal untuk merealisasikan mimpi itu.Peruabahan di maksud tentu mengairahkan kembali Pariwisata Bali yang sempat porak poranda dihantam badai pandemic Covid-19. Dan untuk mengetahui batas pemberlakuakan kebijakan penting mendalami kata “PERUBAHAN”.
Terlebih pascapandemi COVID-19 memasuki new normal tren berwisata Bali diharapkan berubah dan lebih mengarah pada pariwisata yang fokus pada kesehatan dan kenyamanan wisatawan. Masyarakat Bali bisa terus berkolaborasi guna berbenah diri menghadapi tren berwisata baru, termasuk soal penanganan sampah, sanitasi, higienitas, hingga kenyamanan. Masyarakat Bali juga dituntut tinggi akan pariwisata bersih. Penetapan Bali sebagai destinasi terpopuler di dunia menunjukan bahwa sesungguhnya potensi destinasi Pulau Dewata tak perlu diragukan lagi, hanya saja Pemerintah juga harus tegas dan sigap menjaga lingkungannya tertutama dalam hal penangganan sampah yang menjadi PR besar hingga saat ini.
Banyak cara untuk membangkitkan kembali gairah Pariwisata di Bali. Kuncinya adalah fokus pada keunggulan local dan inovatif dalam pengemasan maupun pengembangaannya. Sehingga kekuatan itu menjadi inti local, yang menjadi keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Bali tidak perlu bertepuk dada dengan keunggulan dan potensi yang ada. Dampak dari bencana pandemic Covid 19 menjadi pelajaran bahwa kesehatan begitu sangat mahal dan penting dalam setiap denyut nadi kehidupan termasuk bagi dunia wisata.
Untuk itu, m aka, persoalan mengenai kesehatan, kebersihan, keselamatan, dan keamanan akan menjadi isu utama bagi dunia pariwisata. Artinya apa, tatanan normal baru di sektor pariwisata yang produktif dan aman dari Covid-19 harus dapat diantisipasi oleh para pelaku industri pariwisata.
Perbaikan-perbaikan pelayanan dan juga fasilitas bisa cepat beradaptasi dengan perubahan tren yang kemungkinan besar nanti akan terjadi di dunia pariwisata global. Sejumlah tren dan pergeseran diperkirakan bakal terjadi selepas pandemi misalnya referensi berwisata yang berubah menjadi berlibur sendirian, tertarik pada wisata kesehatan, wisata virtual, hingga staycation. Perubahan dan pergeseran pola wisata tersebut menjadi sangat penting untuk dipahami.
Selain itu, isu mengenai keselamatan dan kesehatan akan lebih diprioritaskan para pelancong, maka diperlukan pula protokol tatanan normal baru bagi sektor pariwisata. Presiden menegaskan bahwa protokol tersebut nantinya harus mampu menjawab isu-isu yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan tersebut sehingga wisatawan dapat berwisata dengan aman dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Yang terpenting, Protokol kesehatan tersebut juga harus menjadi sebuah pedoman dan kebiasaan baru di sektor pariwisata yang diaplikasikan secara luas dan konsisten. Kepala Negara berpandangan bahwa hal tersebut dapat dicapai dengan cara melakukan sosialisasi masif disertai pengawasan, uji coba, serta simulasi terencana mengenai protokol kesehatan.
Untuk itu, Kawasan strategis provinsi merupakan bagian wilayah provinsi yang penataan ruangnya mesti diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup wilayah provinsi di bidang ekonomi, sosial budaya, sumber daya alam dan atau lingkungan hidup dimana penataannya disesuaikan dengan batasan fisik kawasan strategis provinsi dan lebih lanjut dimasukan dalam rencana tata ruang kawasan strategis.
Perlindungan terhadap kawasan-kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan suci dan kawasan tempat suci juga mesti diutamakan. Yang mesti juga dipahami lebih jauh adalah tata ruang bukanlah sebuah proses membagi-bagi lahan untuk berbagai kepentingan. Tata ruang dimaksudkan usaha melindungi daratan dari bencana lingkungan akibat adanya berbagai aktivitas manusia. Maka, secara prinsip tata ruang harus disusun dengan mengutamakan penetapan wilayah yang harus dipertahankan sebagai kawasan lindung dan konservasi untuk penyelamatan pembangunan bagi kesejahteraan kehidupan. Di daerah tersebut hampir tidak boleh ada aktivitas manusia, atau sangat dibatasi.
Perwujudan program visi Gubernur Bali Wayan Koster sebagai upaya menata secara fundamental dan komprehensif pembangunan di Bali yang mencakup tiga aspek utama yakni Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali berdasarkan nilai-nilai Tri Hita Karana yang dilaksanakan dengan konsep kearifan lokal yakni Sad Kerthi, yaitu atma kerthi, wana kerthi, danu kerthi, segara kerthi, jana kerthi, dan jagat kerthi tentunya patut diteruskan.
Namun begitu pembangunan fasilitas pariwisata harus semakin dikendalikan sesuai dengan tata ruang yang ada dimana pembangunan hotel di wilayah pesisir misalnya yang disebutnya seakan-akan pantai di kawasan itu menjadi milik hotel yang bersangkutan. Sebagai contoh; jalur upacara kerap kali ditutup pihak hotel sehingga masyarakat yang harusnya melakukan rangkaian melasti ke laut mejadi terganggu. Ke depan hal-hal semacam ini tak boleh terjadi lagi. Jangan sampai kepentingan binis kemudian malah meminggirkan atau mematikan kepentingan jalannya kearifan lokal di Provinsi Bali. [T]