10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Siasat Kerja Panggung Digital

Wayan SumahardikabyWayan Sumahardika
July 2, 2020
inEsai
Siasat Kerja Panggung Digital

Wayan Sumahardika [ilustrasi tatkala.co | Nana Partha]

62
SHARES

Bagaimana panggung digital yang berkembang hari ini ditempatkan sebagai situs baru pertunjukan teater? Hal-hal apa saja yang hilang, hal-hal apa saja yang akan muncul kemudian, sebagai konsekuensi logis atas bergesernya orientasi kerja pertunjukan dari panggung nyata ke panggung digital? Saya buka tulisan terkait pertunjukan digital ini dengan komentar Gusbang Sada, seorang kawan seniman tari dan koreografer muda Indonesia yang kini aktif mengajar di ISI Denpasar.

“Halo sahabat Teater Kalangan, izinkan saya untuk memberikan sedikit komentar sekaligus masukan atas pertunjukan apik semalam. Yang menarik bagi saya dari pertunjukan virtual semalam, terutama karya Bro Suma ialah peran aktif penonton pada kolom komentar. Awalnya terus terang saja saya terganggu, namun beberapa saat kemudian saya mulai menyadari sesuatu sekaligus tertawa, setelah membayangkan hal serupa terjadi ketika menonton sebuah pertunjukan live. Dan sebenarnya peristiwa itu juga sering terjadi. Bagi saya, hal ini menunjukan betapa dekatnya sebuah karya dengan penontonnya, sehingga bisa direspon langsung on time pada saat pertunjukan sedang berlangsung.”

Kutipan percakapan itu disampaikan Gusbang setelah menonton pementasan ‘Waiting for Gering’ dalam acara Playing Kontraborasi Dini Ditu Teater Kalangan. Acara Dini Ditu Kalangan merupakan program tatap muka kami Teater Kalangan bersama publik via live instagram yang rencananya digelar dari bulan Juni sampai November. Saya bertugas menginisiasi sub-acara ‘Playing Kontraborsi’, sebuah pentas karya tumbuh dan diskusi bersama seniman lintas disiplin. ‘Playing Kontraborasi’ diniatkan untuk mengetahui lebih jauh bagaimana suatu tema direspon dalam panggung digital oleh dua seniman melalui kerangka kerja disiplin seninya masing-masing.

Pada acara yang digelar 10 Juni kemarin, saya ber-kontraborasi bersama Gusti Made Aryana dengan tema Lelintasan Gering pada Suatu Hari. Saya meresponnya melalui kacamata teater. Gusti meresponnya dalam bentuk wayang. Meski sama-sama berangkat dari satu tema, pada ruang digital sebagai situs pertunjukan, kedua pentas justru menyajikan penyikapan berbeda satu sama lain. Gusti menyikapi gering dengan mengangkat kisah kesaktian Prabu Salya menggunakan ajian candrabirawa dalam perang Barata Yudha. Ajian raksasa yang mampu membelah dirinya menjadi berlipat ganda ini, kemudian disejajarkan oleh Gusti dengan eksistensi virus corona.

Sementara dalam ‘Waiting for Gering’, saya meminjam teks-teks tentang gering yang berserak di media sosial sebagai modus penciptaan. Olahan teks-teks ini kemudian menjadi stimulus, dalam rangka memunculkan memori kolektif penonton akan situasi pandemi di tengah kehidupan masyarakat hari ini. Alhasil, tak ada aktor dalam pentas. Ada hanya gambar-gambar dan rangkaian video yang direspon oleh penonton mana suka. Jika ingin menyebut aktor, barangkali teks-teks yang dikirimkan oleh penonton itulah aktornya, sebagaimana yang kerap hadir pada aktivitas masyarakat dalam media sosial.

Agar tak terlalu masuk menjadi ulasan pentas, saya tak akan menguraikan lebih lanjut bagaimana proses dan eksekusi kedua pertunjukan ini berjalan. Yang ingin saya ulik kemudian adalah ketika penyikapan kedua pertunjukan ini ditautkan dengan komentar Gusbang, Bahwasanya, kehadiran tubuh aktor dalam panggung digital menjadi berbeda kualitasnya dengan yang biasa dihadirkan pada panggung nyata.

Meski telah diwarnai dengan ornamen audio visual yang memanjakan mata dan telinga, tampilan tubuh aktor dalam panggung digital tetap saja terkesan cacat. Berjarak dengan penonton. Tak ada aroma tubuh yang tercium, tak ada rasa, tak ada yang bisa dicecap. Lebih jauh lagi, energi tubuh para aktor seperti disekap dalam kotak layar kaca. Membuat penonton seperti kehilangan spirit pertunjukan.

Pandangan Gusbang boleh jadi juga mewakili apa yang dirasakan oleh penonton lain dalam menyaksikan pertunjukan digital yang marak digelar belakangan ini. Tak hanya mengisolasi panggung nyata pertunjukan, pembatasan fisik yang dialami masyarakat di tengah pandemi corona ini rupanya juga merangsek hingga ke panggung-panggung digital. Dalam konteks ini, panggung digital yang diniatkan sebagai ruang alternatif pertunjukan, justru kian meneguhkan pentingnya interaksi fisik yang mesti terjalin antara aktor dengan penontonnya, seperti yang senantiasa kita saksikan dalam panggung nyata pertunjukan.

Melihat eksekusi kebanyakan pertunjukan digital tergelar, paling tidak ada dua siasat yang umum digunakan. Yang pertama adalah melalui pengambilan gambar dengan kacamata kamera seperti kerja perfilman. Yang kedua adalah merekam pertunjukan yang sedang berlangsung secara utuh dengan satu sudut pengambilan gambar secara menyeluruh.

Pada siasat pertama, saat pertunjukan direkam menggunakan cara pandang kamera, pentas cenderung terjebak menjadi karya film. Meski sama-sama menampilkan tokoh, menyuguhkan tubuh para aktor, kerja teater dan film sesungguhnya mempunyai perbedaan yang cukup siginifikan. Film lebih banyak bekerja dalam proses pengambilan gambar cut to cut. Seni film adalah seni memotong gambar. Intensi akting tertuju pada mata kamera. Disertai kerja memilih gambar yang terbaik, menggabungkan lalu mengedit menjadikannya bentuk utuh.

Hal ini juga yang membuat film dikategorikan sebagai sebuah karya reproduktif, yang bisa diproduksi masal, dinikmati di manapun, dalam waktu kapanpun dengan kualitas yang sama. Berbanding terbalik dengan teater sebagai seni peristiwa yang harus terjadi kini, di sini, antara pemain dan penonton. Tak seperti film yang bisa memilih potongan gambar terbaik, kerja teater justru terbuka dengan kemungkinan improvisasi pemain atas situasi panggung dan penonton yang menyertai.

Sementara pada siasat kedua, meski digelar secara live pada media sosial, interaksi antara pemain dengan penonton juga sulit dialami satu sama lain. Alih-alih menjadikan pertunjukan teater sebagai peristiwa bersama, penyajian pentas dengan satu sudut gambar secara menyuluruh menjadikan kualitasnya mirip seperti menonton dokumentasi video usai pentas. Sebab yang paling penting dalam pertunjukan teater, dalam segala keterbatasan produksi dan distribusinya ialah mesti mampu membangkitkan hasrat purba manusia sebagai makhluk sosial. Menjalin aksi-reaksi yang terjadi dan dialami secara kolektif antara pemain, penonton, tim produksi, serta semua yang hadir dalam pentas disaat yang sama, pada ruang yang itu juga.

Adakah kemudian kualitas teater sebagai seni peristiwa mampu dihadirkan dalam panggung digital? Bagaimana agar pertunjukan tak dibaca sebagai usaha memindahkan panggung nyata ke panggung digital begitu saja? Bagaimana agar teater tak terperosok menjadi karya film atau tak hanya menjadi dokumentasi pentas semata? Atau jangan-jangan, pada panggung digital inilah kita jadi kian diyakinkan bahwa sudah tidak penting lagi membahas sekat-sekat antar seni teater, film, atau seni lainnya?

Jika diumpamakan, panggung digital serupa belantara liar yang begitu menantang untuk dijamah. Di sisi lain, boleh jadi suatu entitas yang mesti dikoreksi kehadirannya. Sejauh manakah kemungkinan panggung digital bisa dimanfaatkan dan dikembangkan kemudian? Terutama jika wabah pandemi berhasil diatasi atau sebaliknya, kita benar-benar harus bernegosiasi dengan kehadiran wabah selamanya.

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini menjadi penting untuk digulirkan lebih lanjut dalam rangka menemukan siasat kerja ketiga. Mengembangkan modus, format, dan visi penciptaan pertunjukan digital agar sama nilainya dengan yang dihadirkan pada panggung nyata. Agar panggung digital tak sekadar jadi ruang evakuasi, semacam media pelarian bagi pentas teater yang kehilangan eksistensinya di panggung nyata. [T]

Denpasar, 2020

Tags: digitalpanggungpentas virtualTeaterTeater Kalanganvirtual
Previous Post

“Paspampres” Jualan Nasi Jinggo? Tak Apa, Siapa Tau Pembelinya Paspampres Beneran

Next Post

Tujuan Pulang Kampung yang Tidak Terduga

Wayan Sumahardika

Wayan Sumahardika

Sutradara Teater Kalangan (dulu bernama Teater Tebu Tuh). Bergaul dan mengikuti proses menulis di Komunitas Mahima dan kini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Pasca Sarjana Undiksha, Singaraja.

Next Post
Tujuan Pulang Kampung yang Tidak Terduga

Tujuan Pulang Kampung yang Tidak Terduga

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co