15 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Saat Sang Murid Telah Siap, Sang Guru Akan Tiba – [Kebijaksanaan Zen]

dr. Ketut Suantara by dr. Ketut Suantara
April 11, 2020
in Esai
47
SHARES

Sebelum pencerahan

Menimba air, membelah kayu

Setelah pencerahan

Menimba air, membelah kayu

___ (ajaran Zen)


Kalimat ini saya baca beberapa tahun yang lalu, dan tetap tak bisa saya pahami sampai detik ini. Kebijaksanaan Zen telah ada di Asia timur (Jepang, China) sejak ratusan tahun yang lalu. Dan banyak yang percaya bahwa ajaran ini  salah satu yang menjiwai keseharian mereka, seperti yang terlihat oleh kita yang jauh dari sana. Banyak buku ditulis tentang ajaran Zen dalam bahasa Indonesia. Untaian kalimat seperti yang tertulis diatas akan banyak kita temui disana.

Salah satu kalimat lain yang mungkin telah dapat saya rasakan kebenarannya adalah yang tertulis seperti ini : “ Saat seorang murid telah siap, maka sang guru pun akan datang “.

Akal sehat kita pasti akan sulit mengartikan kalimat ini. Apa tandanya seseorang telah siap? Dan apakah guru itu pasti hadir saat seseorang telah merasa siap? Apakah ungkapan ini sejalan dengan sistem pendidikan kita saat ini. Satu yang pasti, ungkapan ini pasti tak cukup layak untuk dijadikan pedoman bagi sang menteri muda untuk merumuskan kebijakan beliau terkait pendidikan kita. Ungkapan ini lebih tepat untuk sebuah pendidikan informal, untuk jiwa jiwa yang tetap dahaga menambah pengetahuan dan ketrampilan baru yang membuat hidup mereka lebih bermakna.

Pandemi Covid 16 memberi sedikit hikmah untuk keseharian kita. Kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga tercinta pasti adalah salah satunya. Bagi saya sendiri waktu luang tersedia untuk mengenang masa masa indah yang telah lewat dan selama ini luput dari pantauan kita. Teman masa kecil saya meninggalkan ibukota karena situasi ini, dan kami berdua bisa melewatkan malam bersama mengenang masa kecil kami di puncak perbukitan yang dingin ini.

Sambil mendengarkan lagu lagu lama kesukaan kami dulu, kami berbincang tentang banyak hal, baik yang ringan ataupun menjurus serius.       

“Tut Nik,“ katanya malam itu. “Tidakkah Ketut merasakan di masa masa sekarang ini kita kehilangan sosok panutan? Sosok guru yang memberikan kita nasehat, petuah dan cerita cerita bijaksana tentang kehidupan?“

Dia lalu menyebut beberapa nama yang kita ingat, seorang guru senior (almarhum ) yang sangat berwibawa, lalu dia menyebut juga nama almarhum bapak saya yang memang dulu sangat gemar mengumpulkan anak anak kompleks kami di malam hari untuk didongengkan cerita-cerita pewayangan.

Berbilang malam kami berkumpul mengelilingi lampu petromaks untuk mendengarkan cerita beliau tentang jalannya perang Barata Yuda, matinya sang Karna dan banyak cerita lain yang tak bisa saya ingat. Jujur saya sangat terharu mendengarnya, ternyata apa yang menurut saya sesuatu yang biasa saja, ternyata dianggap sebuah kenangan indah oleh sahabat saya.

Saat itu saya bersepakat dengan keprihatinannnya tentang kerinduan kita akan sosok teladan, sosok guru, yang bisa kita gugu dan tiru selain guru guru formal kita di sekolah.

Tetapi setelah merenung lama, dan menyimak berbagai tulisan bijak di buku dan jagat maya yang sering juga memberikan pencerahan. Saya merasa teman saya terjebak dalam sebuah romantisme masa lalu yang indah tapi dangkal.

Saya coba membandingkan situasi saya saat ini dengan dua kegemaran  yang menghiasi keseharian saya. Bermain tenis dan menulis. Hari hari ini, ditengah situasi yang  tak bersahabat ini, salah satu kebahagiaan saya adalah saat bisa ke lapangan, dan sempat menulis yang kemudian tulisan itu bisa dibaca oleh khalayak luas. Kebahagiaan ini tak akan bisa saya nikmati tanpa kehadiran seorang guru. Seorang senior tempat saya berkeluh tentang tulisan yang belum dimuat dan tetap memberi dorongan untuk tak patah semaangat.

Senior lainnya tempat mengadu saat saya tak diajak main oleh teman di lapangan tenis karena saya baru belajar, dan selalu punya cara untuk menyemangati saya agar tak putus asa dan tetap terus berlatih. “Makin banyak keringat keluar saat latihan,makin sedikit yang tertumpah saat pertandingan, “ katanya pada suatu waktu.

Mereka berdua barangkali adalah guru guru yang disediakan alam untuk saya dalam meningkatkan ketrampilan, maupun menambah kebijaksanaan kita. Tanpa menafika peran pihak lain, teman di lapangan, rekan sesama penyuka tulisan. Mereka pun adalah guru guru lainnya yang ikut membentuk saya sampai pada kemampuan (bermain dan menulis) seperti sekarang. Mereka pun adalah guru guru untuk kita dalam skala yang lebih kecil.

Tapi saya tak akan mendebat teman saya tentang kerinduannya akan sosok guru ataupun panutan. Saya hanya akan menceritakan kepadanya sebuah fragmen dalam drama Galileo yang dikutip Goenawan Mohamad di salah satu tulisannya. Saat itu Galileo sedang diinterogasi oleh tim inkuisitor gereja terkait pandangan barunya yaitu Helio sentris, yang menyatakan bahwa pusat dari tata surya atau dunia ini adalah matahari. Dimana saat itu gerja masih meyakini bahwa pusat dari alam semesta adalah bumi.

Saat interogasi berlangsung sampai tengah hari, Galileo ditunggui oleh para muridnya yang setia di luar gereja. Tepat saat petang menjelang terdengar lonceng gereja yang menyatakan kemenangan gereja atas Galileo, artinya Galileo menarik pandangan heliosentris tersebut dan bertekuk lutut atas kekuasaan gereja. Begitu pintu dibuka, terdengar kencang sang murid, Andrea Sarti berteriak “ Betapa malang sebuah negeri yang tak mendapatkan pahlawan “

Sambil menoleh, Galileo membalas ringan : “Lebih malang lagi sebuah negeri yang mengharapkan hadirnya seorang pahlawan.“

Tulisan Zen tentang guru tadi yang kita dapat dari Timur, dan ungkapan Galileo yang saya rasa mewakili semangat barat tentang kebebasan berpikir. Menurut saya adalah pilihan jawaban untuk teman saya itu, dan pasti jawaban untuk kita semua yang masih terjebak pada romantisme masa lalu dan selalu ingin adanya kekuatan dari luar untuk sesuatu yang semestinya kita bisa lakukan sendiri.

Jangan terlalu berharap lingkungan akan menyediakan kita apa yang kita perlukan sesuai keinginan kita. Alam pasti punya caranya sendiri untuk melakukannya. Dan seandainya pun tidak, kita masih punya hadiah terindah Tuhan untuk kita yaitu akal budi.

Akhirnya, untuk saat ini saya masih bisa mempercayai ajaran Zen, tanpa menyepelekan kebebasan pikiran ala Galileo, Tabik.

Tags: kehidupanrenunganZen
dr. Ketut Suantara

dr. Ketut Suantara

Dokter. Lahir di Tista, Busungbiu, Buleleng. Kini bertugas di Puskesmas Busungbiu 2 dan buka praktek di Desa Dapdaputih, Busungbiu

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Arya Wedakarna (foto Google)
Opini

Populisme Arya Wedakarna dan Politik Kita

Banyak kalangan menghujat hadirnya politik populisme, namun tak banyak yang mengulas mengapa ia bisa hadir ditengah demokrasi kita – Arya ...

January 20, 2020
Esai

Etos Kerja Orang Bali, “Jengah” & “De Ngadén Awak Bisa”

Pada era kekinian orang Bali dihadapkan pada kehilangan identitas, terlebih-lebih urusan etos kerja. Orang Bali kerap kali dicap memiliki etos ...

July 18, 2019
Esai

Kamu Itu Daku

Kamu sama denganku. Sama-sama manusia yang lahir dari kandungan ibu dan kebingungan mencari ayah. Ibu adalah bumi, tempatmu berpijak. Ayah ...

October 1, 2019
Esai

Dokter, Dalam Catatan Sejarah

Apa yang terbayang di benak anda saat mendengar profesi Dokter. Barangkali tak akan jauh dari dua hal berikut. Sebuah profesi ...

November 7, 2019
Ulasan

Cerita Cinta, Bukan Love Story – Ulasan Buku Celia dan Gelas-gelas di Kepalanya

Buku : Celia dan Gelas-Gelas di Kepalanya Penulis : Lugina W.G dkk Hal : 256 hlm ISBN : 978-602-391-147-9 Cetakan ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In