10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Pementasan “Kaukah Itu, Ibu?” Katarsis Aktor di Tengah Lingkaran Penonton

Agus WiratamabyAgus Wiratama
April 6, 2020
inUlasan
Pementasan “Kaukah Itu, Ibu?” Katarsis Aktor di Tengah Lingkaran Penonton

Gek Santi, dalam pementasan teater Kaukah itu, Ibu dalam acara Mahima March March March 2020

30
SHARES

Beberapa lelaki membentuk lingkaran. Sarana upacara sederhana di tengah-tengah telah disiapkan oleh beberapa perempuan yang juga berada di sana. Upacara pun dipimpin oleh perempuan. Para lelaki bergerak sesuai dengan instruksi mereka sambil mengambil satu per satu sesajen dengan cekatan, mulai dari ­pembersihan tangan dengan Tirta, memberi instruksi gerak dari awal hingga akhir upacara. Upacara ini berlangsung di rumah saya setiap Pangerupukan, sehari menjelang hari raya Nyepi.

Dalam upacara tersebut, perempuan terlihat bekerja hanya untuk laki-laki, melakukan ritual, memanjatkan doa-doa untuk laki-laki. Tetapi pertanyaannya, apakah subjek ritual ini hanya laki-laki? Tentu saja tidak, di balik itu, para perempuan ini melangsungkan “pertunjukkan ritual”. Mereka eksis dalam upacara itu, mereka ditonton oleh laki-laki yang melingkarinya. Tangan yang cekatan mengambil sarana upacara, gerak tubuh yang tak ragu, mereka juga bisa saja membuka percakapan ringan di tengah ritual berlangsung. Sungguh, perempuan-perempuan itu adalah aktor yang sedang pentas!

Mungkin tidak berlebihan kiranya bila saya menyebutkan bahwa pada tanggal 13 Maret 2020, sebagai pembukaan acara “Mahima March March March” yang berlangsung di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Teater Perempuan Mahima mengelar sebuah “pertunjukkan ritual” yang berjudul “Kaukah itu, Ibu?”. Meski hanya potongan pentas karena masih dalam proses penggarapan, namun membuat saya sebagai penonton terngiang dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilempar oleh delapan perempuan itu.

Kadek Sonia Piscayanti yang merupakan sutradara dalam pementasan “Kaukah itu, Ibu?” mengangkat kisah seorang aktor, yaitu Santi Dewi yang merupakan seorang anggota Komunitas Mahima yang juga aktif di Teater Kampus Seribu Jendela, Undiksha. Kisah Santi Dewi sendiri kemudian diolah kembali oleh Kadek Sonia piscayanti menjadi sebuah naskah teater.

Mengangkat kisah seorang aktor untuk dipanggungkan bukanlah berarti hanya mencatat peristiwa kemudian memindahkannya ke panggung. Tentu saja dalam hal ini ada seleksi yang kemudian menjadi bingkai pementasan. Namun, seperti yang dikatakan oleh Kadek Sonia Piscayanti pada diskusi setelah pentas, ketika latihan, Santi Dewi yang menjadi pemeran utama dalam pentas “Kaukah itu, Ibu?” terkesan berjarak dengan serpihan kisah yang telah disusun menjadi naskah, sehingga ia mesti mendekati kisah itu lagi.

Pementasan ini dimulai dengan munculnya beberapa perempuan secara perlahan dengan tatapan yang tajam. Diikuti senandung dari seorang pemain yang muncul dari sisi lain panggung. Mereka masing-masing menuju ke beberapa bangku panjang yang telah dijejer. Terlihat setiap pemain memiliki panggung kecilnya masing-masing, yaitu bangku itu sendiri untuk bermain.  

Kursi berjejer di panggung adalah teks pementasan yang paralel. Para pemain yang kadang naik, kadang turun dari kursi, seperti realita abstrak manusia. Ketika memiliki masalah misalnya, kita memiliki ruang kecil yaitu diri, adalah sebuah keniscayaan pula ketika kita adalah bagian dari kosmos yang pada pementasan diwujudkan sebagai panggung besar.

Perihal yang terjadi dalam penghayatan personal ini divisualkan secara sederhana dalam pentas. Pemain ulang-alik panggung. Keluar dari panggung kecil menuju panggung besar, keluar dari panggung besar menuju panggung kecil dengan bentuk gerak yang berbeda.

Kemudian masuklah Santi Dewi dari penonton dengan berbagai pertanyaan tentang Ibu. Tujuh pemain lainnya kemudian merespon pertanyaan Santi Dewi dengan menirukan, sesekali menanggapi, sesekali berpendapat, sesekali riuh, sesekali suara-suara terdengar kompak.

Hal yang disengaja ini membuat saya merasa mendengarkan sebuah nyanyian. Nyanyian pertanyaan-pertanyaan tentang Ibu yang tidak dikenal, tentang ibu yang diduga-duga wujudnya. Entah berambut ikal, lurus, berkulit putih, hitam, bertubuh tinggi, rendah, dan sebagainya. Sebuah pertanyaan yang gelisah seperti nyanyian sumbang yang menyiksa sehingga harus ditinggalkan namun terkadang harus dinikmati, bahkan berlangsung begitu saja tanpa disadari.

Pada bagian akhir, Santi Dewi mengambil sebuah kanvas, cat, dan kuas. Di panggung ia terlihat begitu sibuk melukis, begitu sibuk membayangkan wujud ibunya. Gambar abstrak yang dibuat dengan proporsi tidak utuh seolah adalah muntahan visual kusut dalam dirinya, bayangan tentang ibu yang sangat abstrak.

Para penonton yang melingkari panggung ini terlihat khusyuk, meski beberapa di antaranya terlihat gelisah mondar-mandir. Memang penonton tidak dibatasi untuk duduk rapi, seperti upacara yang saya ikuti, saya bisa saja berdiri melingkar mengikuti upacara sambil ngobrol dengan orang lain. Tetapi para perempuan tetap menjalankan “pementasan ritual”-nya dengan dimensi kesadaran berbeda yang mereka hayati. Begitu pula dalam pementasan Teater Perempuan Mahima.

Pementasan ini sungguh tidak bisa dilihat dari satu sisi. Hal inilah yang saya pikir mirip dengan ritual yang saya ikuti menjelang Nyepi— selain bentuknya yang sama, (perempuan pentas di dalam lingkaran) juga perasaan berjarak dengan kisah. Pada ritual yang saya ikuti pun, saya merasa tidak terlalu terlibat dengan apa yang dilakukan para perempuan dengan sarana upacara yang mereka buat. Ketika menonton pementasan ini, saya merasa tidak terlibat dengan masalah yang dibawakan, namun ditarik untuk tidak memalingkan pandangan lama-lama.

Pada akhirnya, pertunjukkan itu bukan hanya objek tontonan yang mempersembahkan pertunjukkan untuk hadirin. Bukan eksotisme semata. Pementasan ini menjadi sebuah katarsis bagi aktor itu sendiri. Aktor yang sedang berusaha secara sadar mendekati, mengenali, dan memilih jarak yang tepat terhadap kisahnya. Karena, kadang kala bukan hal yang baik ketika aktor terlalu dekat dengan kisah yang diangkat, tetapi akan buruk ketika tidak bisa mendekati kisah yang diracik menjadi naskah. [T]

Tags: Komunitas MahimaMahima March March March 2020PerempuanTeater
Previous Post

Jalan Kaki Tirtagangga-Tianyar-Trunyan – [Kenangan Lagu “Berita Kepada Kawan”]

Next Post

Arsitektur Pura Agung Besakih: Menjaga Tradisi

Agus Wiratama

Agus Wiratama

Agus Wiratama adalah penulis, aktor, produser teater dan pertunjukan kelahiran 1995 yang aktif di Mulawali Performance Forum. Ia menjadi manajer program di Mulawali Institute, sebuah lembaga kajian, manajemen, dan produksi seni pertunjukan berbasis di Bali.

Next Post
Arsitektur Pura Agung Besakih: Menjaga Tradisi

Arsitektur Pura Agung Besakih: Menjaga Tradisi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co