31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Misi Pembuangan di Nusa Penida: Antara Gagasan Akulturasi, Meminimalisir “Social Distance” dan Penjinakan Bibit Separatisme

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
March 29, 2020
inOpini
Misi Pembuangan di Nusa Penida: Antara Gagasan Akulturasi, Meminimalisir “Social Distance” dan Penjinakan Bibit Separatisme

Tari Rejang Renteng karya asli dari NP. Kini gencar dikembangan di Bali. Sumber foto: travel.tempo.com

153
SHARES

Anda boleh tertawa membaca judul di atas. Nadanya kental dengan bau politik. La, iyalah! Sebab, berbicara soal hubungan Nusa Penida (NP) dan Bali (khususnya Klungkung) pada zaman kerajaan, tidak bisa dilepaskan dari unsur politis. Artinya, ketika NP dijadikan tempat pembuangan oleh kerajaan Klungkung, pasti ada tujuan politis, kan? Betulkah berkaitan dengan misi akulturasi, mengurangi social distance dan penjinakan bibit separatisme di NP?

Sebelum ditetapkan sebagai pulau pembuangan, ada kecenderungan para penguasa kerajaan Bali mengadakan suatu akulturasi terhadap masyarakat NP. Caranya ialah dengan menempatkan para pejabat kerajaan Klungkung, atau sebagian laskar untuk menetap di NP. Pindahan ini diharapkan akan mengurangi jarak sosial (social distance) antara masyarakat NP dengan Bali. Tujuannya, agar tidak terjadi lagi pemberontakan terhadap negeri induk (Sidemen, 1984). Nah, kebayang, kan?

Mungkin peristiwa pemberontakan yang dimaksudkan adalah gerakan separatis yang dilakukan oleh I Dewa Bungkut dan Ratu Sawang. I Dewa Bungkut melakukan pemberontakan pada masa pemerintahan dinasti Kresna Kepakisan di Bali (1380-1650 M). Sementara, Ratu Sawang pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong. Dua kali pemberontakan ini meletus sebelum Bali terpecah menjadi 9 kerajaan kecil.

Ketika Pulau Bali pecah menjadi sembilan kerajaan, NP dinyatakan sebagai milik I Dewa Agung Putra, raja kerajaan Klungkung. Pernyataan ini tidak digugat oleh kerajaan-kerajaaan lainnya. Saya tidak tahu, masa pemerintahan raja Klungkung siapa yang menjadikan NP sebagai tempat pembuangan. Ini mungkin tugas peneliti, ya.

Saya lebih tertarik mengapa NP dijadikan tempat pembuangan oleh kerajaan Klungkung? Terkait dengan hal ini, Sidemen mengungkapkan bahwa ada 4 alasan logis politik dari kerajaan Klungkung yakni (1) keadaan geografi NP yang serba kering, berkapur, dengan musim kemarau panjang menyengat, (2) faktor jarak (lautan yang luas, arus kuat dan gelombang besar) antara NP dengan Bali (Klungkung), (3) NP sebagai kekuatan ilmu hitam, dan (4) NP penghasil komodoti ekspor (ekonomi seperti kacang merah, gaplek, jagung, tenun dsb).

Menurut saya, alasan geografis, magis dan ekonomi hanya kemasan halus untuk membungkus misi. Kerajaan Klungkung menyadari bahwa implementasi misi di NP memang harus dengan cara yang cerdas dan hati-hati. Sebab, dua kali kejadian separatis (pada zaman kerajaan Bali) mungkin menjadi bayang-bayang paranoid bagi Klungkung yang membawahinya. Ada semacam ketakutan bahwa gerakan separatis di NP bisa bangkit lagi. Ya, sejenis bahaya laten mungkin.

Sayangnya, tidak dijelaskan dalam sejarah faktor-faktor pendorong munculnya gerakan separatisme di NP. Sejarah Bali hanya mencatat pernah terjadi pemberontakan, tetapi nihil dari faktor pemicu. Apakah ini sebuah kesengajaan atau memang belum ditemukan literatur yang mampu mengungkapnya.

Seandainya, sejarah dapat menuliskan secara gamblang faktor pendorong itu, mungkin bisa lebih akurat menjawab isu social distance(jarak sosial) yang dikemukakan oleh Sidemen. Jarak sosial seperti apa yang dimaksudkan Sidemen? Lalu, sejauh mana pengaruhnya terhadap pemberontakan yang terjadi pada zaman Dewa Bungkut dan Ratu Sawang?

Perkara ketakjelasan itulah yang menyebabkan jarak sosial yang dikemukakan menjadi bias. Banyak tafsir dan dugaan yang muncul. Bisa jadi karena faktor internal, misalnya Nusa memiliki rasa ke-Nusa-an yang tinggi atau memang merasa diri berbeda (baca: budaya) dengan Bali, merasa mampu otonom mengatur pemerintahannya, merasa geografisnya terintegrasi-terpisah dengan Bali dan lain sebagainya.

Mungkin pula dipicu oleh faktor eksternal yaitu Nusa diperlakukan deskriminatif (dianaktirikan) dalam berbagai aspek misalnya, pembangunan ekonominya, infrastruktur, dan pendidikan SDM-nya. Atau jangan-jangan memang sejak dulu dipandang kelas 2 oleh Bali karena terisolir secara geografi. Anda Mungkin punya tafsir lain?

Pastinya sumber pemicu itu tidak jauh dari faktor internal, eksternal dan atau kombinasi keduanya. Yang jelas, 2 kali terjadi pemberontakan di NP menandakan bahwa besar kemungkinan ada perlakuan yang kurang beres dari kerajaan induk, Bali. Ditambah pula, penanganan kasus separatisme diakhiri dengan cara represif (adu power dan senjata), yang rawan menimbulkan dendam historis. Mungkin, jalur diplomasi memang buntu zaman itu atau kerajaan Bali merasa superior.

Belajar dari sejarah sebelumnya, wajar kerajaan Klungkung merasa cemas. Takut jika muncul gerakan separatis untuk ketiga kalinya di Nusa. Karena itu, kerajaan Klungkung pandai mencari cara untuk menghilangkan bibit separatisme agar tak muncul lagi. Kerajaan Klungkung menciptakan “gagasan akulturasi”. Mereka menempatkan pejabat-pejabat dan sebagian laskar di NP.

Saya menduga, cara ini kurang berhasil. Karena yang muncul justru rasa elit/ superior (dari pihak kerajaan Klungkung). Sementara,  masyarakat NP tentu merasa tidak nyaman dan penuh curiga.

Akulturasi, Gagasan Brilian

Karena itulah, (mungkin) gagasan menjadikan NP sebagai tempat pembuangan termasuk ide yang brilian. Kerajaan Klungkung membuat semacam legitimasi pembuangan. Nusa sebagai bawahan, tentu tidak bisa menolaknya. Dari sinilah, kerajaan Klungkung mendapatkan ruang untuk meng-goal-kan misi akulturasi tersebut secara besar-besaran.

Berapa pun jumlahnya orang dievakuasi ke NP, masyarakat Nusa tidak bisa komplain apalagi menolaknya. Kerajaan Klungkung punya dasar yang kuat. Cukup berkata, “Mereka orang bermasalah (narapidana) yang harus dibuang ke sini!” Kalimat ini memiliki dasar regulasi yang kuat. Tak membutuhkan celah perdebatan. Anda tidak perlu bertanya karena kasus apa. Apalagi bertanya begini, “Betulkah mereka (yang dibuang ke NP) orang yang bermasalah?”

Bagi kerajaan induk (Klungkung), peluang menempatkan sebanyak-sebanyaknya orang Klungkung daratan ke NP merupakan misi utama. Bisa jadi, di dalamnya ada orang-orang yang tidak bermasalah. Yang penting banyak dan mempercepat proses akulturasi. Asal dibuang ke NP, maka anggapan kita adalah orang bermasalah.  

Jadi, nyaman tidak nyaman, suka tidak suka–orang Nusa harus menerima mereka tanpa tanya. Karena legitimasi pembuangan itu membuat Nusa menjadi tak berkutik. Sebaliknya, kerajaan Klungkung merasa di atas angin. Mereka sangat leluasa melempar orang-orang bermasalah dari Klungkung. Bahkan, bukan hanya dari Klungkung termasuk narapidana dari kerajaan Gianyar dan Bangli. Tentu atas seizin dari kerajaan Klungkung.

Jadi, pilihan Nusa sebagai tempat pembuangan merupakan gagasan sistematis untuk menghilangkan rasa ke-Nusa-an di kalangan masyarakat lokal. Semacam memabukkan atau membuat terlena orang Nusa  (secara halus, rapi) agar lupa dengan esensi dirinya. Ya, mabuk menjadi rasa orang Bali. Caranya, orang-orang buangan dibiarkan berbaur dengan penduduk lokal. Hingga, banyak diceritakan menikah dengan masyarakat asli Nusa.

Hasil penelitian Sidemen mengungkapkan bahwa tidak ditemukan ada bangunan khusus penjara di NP. Diduga, para narapidana dilepasliarkan dan menyatu dengan masyarakat lokal. Analisis ini tentu sangat logis jika dihubungkan dengan misi akulturasi. Konsep melepasliarkan itulah yang menghapus jarak sosial antara para napi (representasi orang Bali) dengan masyarakat lokal sehingga terjadi kontak fisik, psikis dan kebudayaan.

Misi akulturasi kerajaan Klungkung di NP berjalan sangat sukses. Bahkan, bisa dikatakan melampui target. Karena faktanya, budaya Bali menjadi sangat mendominasi di NP. Mungkin semacam praktik akulturasi deculturation (penggantian). Sifat budaya aslinya hilang digantikan dengan budaya yang baru. Hal inilah yang dikemukakan oleh Sidemen.

Menurutnya, terjadi gejala kepunahan unsur-unsur kebudayaan Nusa pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Hal ini banyak dipaparkan oleh Ketoet Grendeng dalam tulisan yang berjudul “Dari hal-hal di Noesa Penida”, yang diterbitkan oleh majalah Bhawanagara (Singaraja: Kirtya Liefrinck v.d. Tuuk, 1981; p.16-20). Lalu, seperti apa hasil akulturasi itu?

Dari pembahasan Sidemen, ada kurang lebih 5 bentuk akulturasi di NP. Pertama, bidang seni budaya. Orang-orang buangan telah mengembangkan beberapa seni tari seperti tari gambuh, sanghyang, topeng, dan parwa. Mereka juga mengambil alih beberapa seni tari penduduk asli, seperti tari baris Jangkang dan Gandrung, yang kemudian dikembangkan di Bali.

Kedua, orang buangan dari lapisan brahmana menyebabkan perubahan struktur pelapisan masyarakat Nusa. Walaupun seorang brahmana yang dibuang dipandang rendah (di tempat asalnya), tetapi di NP tetap dihormati dan menempati puncak pelapisan. Pada saat seperti ini, struktur pelapisan masyarakat NP menjadi sama dengan struktur di Bali.

Ketiga, hukuman kerja paksa, baik sebagai petani pada ladang-ladang milik pejabat kemanosan maupun dalam bentuk membuka perladangan yang baru, menjadi semakin sempit, sedangkan luas perladangan semakin melebar. Akibatnya, hutan digunduli dan geografi Nusa menjadi gersang.

Keempat, orang-orang ladangan dari golongan petani telah memperkenalkan intensifikasi sistem perladangan di Bali, dan alat-alat pertamalah yang pemakaiannya lebih hemat baik biaya maupun tenaga. Hal ini telah menyebabkan perubahan dalam teknologi perladangan.

Kelima, masyarakat NP mulai mengenal pengelompokan masyarakat berdasarkan kapuh atau kawangasan. Mereka mencari kawangsan dan menghubungkannya dengan yang ada di Bali. Yang tidak menemukan kawangsan, tetap dianggap soroh Bali Aga, seperti Desa Tohkan, Dungkap, Bingin, Buluh, Belalu, Bungkil dan Dalundungan. Mereka sering disebut soroh Pamesan.

Jika menyimak ranah dan bentuk akulturasi di atas, tampaknya bahwa orang NP telah tunduk secara mental (sikap dan perilaku) dan beralih menjadi identitas Bali. Terjadi perubahan cara pandang diri orang Nusa yang lebih mengglobal yaitu menjadi ke-Bali-an. Nusa adalah bagian dari Bali, khususnya Klungkung. Misi betul-betul berhasil dan Klungkung aman dari ancaman separatis. [T]

Tags: akulturasi budayaNusa Penidasejarah
Previous Post

Rumah, Masakan Ibu dan Gravitasi Kasur

Next Post

Menghadapi Virus Corona Secara Kejawen dan Bali – “Donyo Wis Kewolak Walik & Gumi Nungkalik”

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Menghadapi Virus Corona Secara Kejawen dan Bali – “Donyo Wis Kewolak Walik & Gumi Nungkalik”

Menghadapi Virus Corona Secara Kejawen dan Bali – “Donyo Wis Kewolak Walik & Gumi Nungkalik”

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co