2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

“Ngerebeg”, Tradisi Desa Adat Tegal, Abiansemal : Berkah dan Meriah

I Wayan Adi GunartabyI Wayan Adi Gunarta
March 9, 2020
inKhas
“Ngerebeg”, Tradisi Desa Adat Tegal, Abiansemal : Berkah dan Meriah
513
SHARES
Barong dan Rangda Sasuhunan masyarakat Desa Adat Tegal melinggih di Bale Agung pada saat ritual Ngerebeg {foti Adi Gunarta]

Wraspati kliwon wuku langkir, hampir seluruh warga masyarakat Desa Adat Tegal, Abiansemal, Badung, Bali, tumpah ruah ke Pura Dalem atau yang lebih populer disebut Pura Gede. Mereka berpakaian sembahyang dan ekspresi wajahnya tampak sangat bergembira. Sungguh pemandangan yang menakjubkan.

Hari itu krama Desa Adat Tegal sedang menggelar ritual Ngerebeg. Sorak sorai bergemuruh disertai bunyi gambelan menjadikan suasana desa sangat meriah, ramai, dan tentunya kental dengan nuansa kesakralannya. Ngerebeg dilaksanakan setiap enam bulan sekali serta masih serangkaian dengan perayaan Galungan dan Kuningan, tepatnya pada hari Kamis, lima hari setelah hari raya Kuningan.

Ngerebegberasal dari kata gerebeg/grebeg yang artinya berjejal (orang banyak), riuh, bergemuruh. Para tetua di desa yang sempat penulis wawancarai beberapa tahun silam sekitar tahun 2012 mengatakan bahwa, istilah ngerebeg memiliki arti yang sama dengan kata ngerebak atau ngerejeg yang berarti ‘besar-besaran’.

Berdasarkan arti tersebut dan dilihat dari prosesi pelaksanaannya, maka ngerebeg dapat dimaknai sebagai suatu upacara yang dilakukan secara besar-besaran serta melibatkan seluruh kramadesa dari delapan banjar yang ada di desa itu. Warga dari tiap-tiap banjar tersebut telah dijadwalkan secara bergantian (setiap enam bulan sekali) oleh pihak prajuru desa adat, baik sebagaipangiring barong sasuhunan, banjar pengramen/ngeramaiang,dan lain-lainnya, mulai dari awal sampai berakhirnya ritual ngerebeg. Bahkan warga setempat yang tinggal di luar desa ataupun telah menikah keluar desa, mereka akan selalu berusaha menyempatkan diri pulang untuk mengikuti upacara ini.

Tujuan utama dari ritual ini ialah untuk memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/betara-betari sasuhunan,agar seluruh warga desa diberikan perlindungan, kemakmuran, dan terhindar dari wabah penyakit maupun mara bahaya. Tempat pelaksanaan ritual ngerebeg dipusatkan di Pura Gede (Pura Dalem Batan Dulang), Desa Adat Tegal, tepatnya di Bale Agung.

Iring-iringan pengawin (tombak/panji-panji) dalam ritual Ngerebeg {foto: Adi Gunarta]

Oleh masyarakat setempat,ngerebeg sering pula disebut wraspati ngepik atau wraspati pangepikan. Ngepik artinya menghitung. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan adanya suatu prosesi dalam ritual ngerebegyang disebut tek cor, yaitu cara (sistem cacah jiwa/sensus) yang dilakukan untuk mengetahui atau menghitung jumlah penduduk (krama)Desa Adat Tegal. Dahulunya dalam tek cor ini setiap keluarga melaporkan jumlah anggota keluarganya dengan menghaturkan jinah bolong (uang kepeng), dimana tiap-tiap orang dihitung satu keping jinah bolong. Ini berarti setiap keluarga menghaturkan uang kepeng sesuai dengan jumlah anggota keluarganya masing-masing. Berdasarkan jumlah dari seluruh uang kepeng yang terkumpul, maka dapat diketuhui pula jumlah penduduk desa. Namun kini, oleh karena keberadaan uang kepeng asli ‘cukup sulit’ dan seiring perkembangan serta perjalanan waktu, uang kepeng tersebut seringkali diganti dengan uang rupiah.

Di dalam upacara ngerebeg terdapat iring-iringan (arak-arakan) benda-benda pusaka berupa pengawin (tombak atau panji-panji kebesaran yang bergambarkan dewata nawa sanga/sejenisnya), keris pusaka, danberbagai macam bentuk barong mulai dari barong ket, barong bangkal, barong macan, barong landung, hingga rangda yang diusung beramai-ramai mengelilingi desa selama prosesi berlangsung. Barongdan rangda yang ditarikan dalam prosesi ngerebeg ini merupakan sasuhunan (disakralkan) serta disungsung dibeberapa pura kahyangan di desa itu dan sangat dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Sebelum upacara ngerebeg di mulai, seluruh barong maupun rangda dari masing-masing pura akan disthanakan di Bale Agung.

Secara keseluruhan jumlahsasuhunan atau sungsungan yang ada dalam ritual ngerebeg, yaitu: delapan barong yang terdiri dari: satu barong ket, tiga barong bangkal, dua barong macan, satu pasang atau dua barong landung (lanang-istri). Kemudian terdapat dua rangda, satu rarung, dan sepuluh sisia. Di dalam prosesi Ngerebegini, ketika seluruh petapakan barong, rangda, dan keris pusaka telah melinggih (distanakan) di Bale Agung, maka ritual pun dimulai sekitar pukul 15.00 Wita. Namun sebelumnya, sekitar pukul 13.30 Wita barong maupun rangda sasuhunan itu terlebih dahulu telah diusung (lunga)menuju Bale Agung.

Para pemangku menghaturkan sesajen pada saat ritual Ngerebeg {foto: Adi Gunarta]

Upacara ini diawali dengan menghaturkan sesaji berupa perasdaksina atau pejati, segehan agung, danpenyambleh kucit butuan (persembahan berupa anak babi, biasanya berwarna hitam) yang dipandu oleh belasan pemangku. Setelah mantra-mantra yang diiringi dentingan bunyi bajra selesai dipanjatkan, ritual kemudian dilanjutkan dengan pemotongan penyambleh kucit butuan yang dipotong dengan sebilah keris. Darah yang ada pada bagian kepala penyambleh itu kemudian dioleskan pada prerai/tapel (di bagian dagu) dari tiap-tiap barong, rangda, dan sisia, sertapada keris pusaka. Darah tersebut dapat dimaknai sebagai simbol sakralisasi pada petapakan ida betara atau barong sasuhunan.

Setelah prosesi menghaturkan sesaji itu selesai, acara dilanjutkan dengan persembahyangan bersama. Seluruh krama desa mengikuti persembahyangan dengan penuh hikmat. Areal pura yang luas itu pun bagaikan ‘lautan manusia’, penuh disesaki oleh kramayang begitu antusias mengikuti ritual, mulai dari area utama mandala (jeroan pura),madya mandala (jaba tengah), nista mandala (jaba sisi), bahkan hingga sampai memenuhi badan jalan yang berada di depan (jaba) pura. Selesai bersembahyang krama diberikan nunas tirta (air suci)danbija (biji beras yang telah direndam air)oleh para pemangku pura. Uniknya ialah bija pada ritual ngerebeg ini dicampurkan dengan darah dari penyambleh kucit butuan, sehingga warnanya menjadi agak kemerahan.

Barong dan Rangda Sasuhunan yang telah dihias di sthananya masing-masing, sebelum ritual Ngerebeg dimulai [Foto-foto: Adi Gunarta]

Ritual ini merupakan salah satu bentuk upacara Dewa Yadnyadan Bhuta Yadnya yang pelaksanaannya melibatkan seluruh elemen masyarakat desa. Tata pelaksanaan prosesi ritual ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:Ngiasin, yakni menghias barong dan rangda sasuhunan dengan bunga cempaka di sthananya masing-masing. Tiap-tiap barong maupun rangda sasuhunan itu penuh dihiasi bunga cempaka yang jumlahnya bisa mencapai ratusan bahkan mungkin ribuan serta dipadukan dengan bunga anggrek dan mawar.

Aroma wangi semerbak yang dihembuskan senantiasa memperkuat nuansa magis dari ritual ini; Mamendak ialah prosesi menjemput betara sungsungan (barong dan rangda sasuhunan) di sthananya masing-masing untuk diusung (lunga) menuju ke Bale Agung dengan diiringi tetabuhan baleganjur; Pujawali, yakni persembahan sesajen kepada betara-betariyang dipandu oleh pemangku dan dilanjutkan dengan persembahyangan; Murwadaksinaatau Mapurwadaksina, ialah prosesi dimana keris pusaka, barong, danrangda sasuhunan berputar (searah perputaran jarum jam) mengelilingi Bale Agungsebanyak tiga kali yang diawali arak-arakan pangawin(tombak/panji-panji).

Prosesi ini diiringi tetabuhan menggunakan gambelan gong kebyar dengan gending gilak dan kale; Ngunya, yakni prosesi seluruh barong, rangda, dan keris pusaka mengelilingi wewidangan atau wilayah desa (diawali dengan arak-arakan pengawin) dengan menyusuri jalan-jalan desa atau bagian terluar dari desa serta diiringi gambelan baleganjur.

Prosesi Mapurwadaksina di Bale Agung dalam ritual Ngerebeg {foto-foto: Adi Gunarta]

Pada prosesi ngunya, seluruh barong, rangda, dan keris pusakaitu juga dihaturkan sesaji (segehan cacahan) di setiap pura kahyangan yang tersebar di wilayah Desa Adat Tegal.Ngunya dimulai dari Pura Gede yang menjadi pusat berlangsungnya ritual (berada disisi timur desa), selanjutnya menuju ke Pura Dalem Gegelangyang letaknya cukup berdekatan dengan Pura Gede (di sebelah barat), lalu menuju ke Catus Pata atau perempatan agung desa. Dari Catus Pata kemudian ke arah utara menuju Pura Desa Kaja/Aban dan Pura Puseh Kaja/Aban serta ke Pura Dalem Kaja/Aban dan Pura Ntegana, lalu kembali ke selatan menuju Pura Prajapati Alit(bertempat di Setra Alit) yang berada disisi barat desa dan berlanjut ke selatan menuju Pura Dalem Pesanggaran.

Dari Pura Dalem Pesanggaran dilanjutkan ke arah timur menuju Pura Puseh, kemudian ke utara menuju Pura Prajapati Agung (bertempat di Setra Agung/Setra Gede) dan kembali lagi ke Pura Gede. Terakhir, usai prosesi ngunya (sekitar pukul 19.30-an Wita), barong dan rangda sasuhunan itu pun kembali budal ke sthananya masing-masing diiringi dengan gambelan baleganjur.

Prosesi Ngunya (mengelilingi wilayah desa)padasaat ritual Ngerebeg [Foto_foto: Adi Gunarta]

Prosesi ritual ngerebeg ini merupakan ciri atau identitas dari Desa Adat Tegal yang menjadi suatu kebanggaan dan memiliki makna tersendiri dalam kehidupan sosial masyarakatnya. Dalam konteks spiritual, ngerebeg memiliki fungsi utama, yaitu sebagai sarana ritual yang bertujuan untuk memohon berkah dan keselamatan serta menetralisir kekuatan-kekuatan negatif (nyomia bhuta kala) untuk dapat menjadi kekuatan positif (kedewataan). Ritual ini dipercayai oleh masyarakat dapat memproteksi dari segala bentuk wabah penyakit, maupun pengaruh-pengaruh negatif lainnya.

Dilihat dari konteks sosialnya, ngerebeg dapat menjadi media untuk mempererat dan mempersatukan masyarakat desa diantara keanekaragaman strata sosial maupun golongan. Selain itu, kebersamaan saat mamundut (mengusung) barong dan rangda dalam ritual ini juga dapat membangkitkan dan memupuk rasa solidaritas, memperkuat rasa keakraban serta kerja sama di antara warga desa, sehingga satu dengan lainnya memiliki rasa saling memiliki, saling menghargai, dan saling menjaga. Semoga tradisi ngerebeg dapat terus dilestarikan, guna menjaga khazanah warisan seni dan budaya daerah. [T]

BACA JUGA:

  • Galungan-Kuningan di Desa Adat Tegal, Abiansemal: Ngelawang Sakral, 8 Barong, 6 Hari, 8 Banjar

Tags: Tradisiupacara
Previous Post

32 Fakta I Gede Winasa yang Perlu Anda Ketahui

Next Post

Panduan Hidup Praktis Tanpa Ponsel Pintar

I Wayan Adi Gunarta

I Wayan Adi Gunarta

Tamatan S2 Penciptaan Seni Tari di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang lahir dan tinggal di Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung

Next Post
Panduan Hidup Praktis Tanpa Ponsel Pintar

Panduan Hidup Praktis Tanpa Ponsel Pintar

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co