31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Merawat Cinta di Persimpangan Jalan – [Catatan Jah Magesah Vol. 05]

Wendra WijayabyWendra Wijaya
February 26, 2020
inKhas
Merawat Cinta di Persimpangan Jalan – [Catatan Jah Magesah Vol. 05]

Para peserta acara Jah Magesah Vol.5 di Baler Agung Jembrana [Foto Mang Tri]

18
SHARES

Kota dan tanah kelahiran adalah Ibu. Sebagaimana seorang Ibu, kota menyediakan diri memberi kenyamanan bagi seluruh penghuninya; pemerintah dan warga yang dipimpinnya. Dalam analogi ini, pemerintah sebagai anak tertua berkewajiban hadir memimpin warga untuk menjaga dan merawat keberlangsungan sebuah wilayah, sebuah bangunan peradaban bernama Jembrana.

Merawat keberlangsungan daerah juga kota menjadi dedikasi yang menuntut kerja juga “pengorbanan” yang tak biasa. Dalam hal ini, konsep pembangunan kota mesti memiliki strategi terarah dengan orientasi target dan pencapaian yang jelas sehingga aktivasi pembangunan melalui desa/ kelurahan tidak menjadi liar. Rumusan strategi ini mesti berangkat dari potensi yang ada, entah itu dari biografi yang dimiliki ataupun sumber daya manusia dan karakteristiknya.

Seperti yang diungkap Jurnalis dan Budayawan Putu Fajar Arcana dalam Jah Magesah Vol. 05: Cinta Tanpa Syarat, kota adalah organisme yang hidup. Dalam pandangan pantheistik, ia diibaratkan memiliki jiwa; dilahirkan, tumbuh besar, dan tak bebas dari hukum kematian. Banyak kota di dunia, yang lahir dan besar secara tiba-tiba, tetapi untuk jangka waktu tertentu kemudian mati.


Para pembicara dalam Jah Magesah Vol. 05: Cinta Tanpa S [Foto Mang tri]

Mengacu pada biografi, Jembrana utamanya Kota Negara sesungguhnya tumbuh di atas puing pembataian 1965 dan kemudian Gempa Seririt tahun 1976. Idealnya, pengembangan dan pembangunan kota mengikuti alur biografinya sendiri, tidak terburu nafsu mengejar ketertinggalan dengan kota-kota lain yang memiliki sejarah berbeda. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah pengembangan ekosistem kebudayaan yang mengarah pada rekonsiliasi, mengingat adanya sejarah kelam di masa 1965.

“Persoalan ini tidak bisa dianggap tidak ada. Problem-problem sosial seperti gesekan antar kelompok dan kemiskinan menjadi hal utama yang bisa digarap untuk mengarahkan agar kota tumbuh menjadi organisme yang sehat. Kota sehat adalah kota inklusif, kota yang menerima siapa pun penghuninya dalam kedudukan yang setara,” terang keynote speaker dalam diskusi yang digelar pada Jumat (21/2) lalu di Wantilan Kantor Lurah Baler Bale Agung.

Ia mengambil kisah Afrika Selatan sebagai cermin pembangunan ekosistem kebudayaan yang mengarah pada rekonsiliasi. Pada satu periode, Afrika Selatan dikuasai oleh orang-orang kulit putih. Sementara “pemiliknya yang sah” yaitu orang-orang kulit hitam, disingkirkan. Nelson Mandela yang melakukan perlawanan terhadap politik apartheid dalam hampir setengah hidupnya diganjar hukuman. Di titik ketika perlawanan Mandela untuk menghapus politik ini berhasil dan mengantarkannya menjadi presiden, ia merangkul seluruh orang-orang kulit putih sebagai salah satu upaya rekonsiliasi.

“Orang-orang kulit putih ini tidak diusir dari tanah Afrika Selatan karena kultur saat itu mereka lebih maju dari orang-orang kulit hitam. Justru di sinilah kekhasan wilayah itu kemudian tercipta,” terangnya.

Wacana mengenai pengembangan dan arah pembangunan Jembrana sesungguhnya telah banyak mengemuka melalui pendekatan sosial budaya, bahkan sejak bertahun-tahun silam. Jembrana sebagai Indonesia Kecil oleh Penyair Umbu Landu Paranggi, Taman Sari Bhinneka Tunggal Ika oleh Mantan Bupati Jembrana IB Indugosa, hingga Bali yang Lain yang berangkat dari karya film dokumenter seni kontemporer Jembrana karya Dwitra J. Ariana dan lain sebagainya, menjadi gagasan yang dibangun berdasarkan potensi dan karakteristik yang dimiliki.


Peserta Jah Magesah Vol 5 di Baler Bale Agung Jembarana [Foto Mang Tri]

Dewa, warga Baler Bale Agung mengungkap adanya keberjarakan antara sesama warga. Di pasar, misalnya, warga Muslim cenderung hanya berbelanja pada pedagang Muslim saja. Begitu pula sebaliknya untuk warga yang beragama Hindu. Kondisi ini  terjadi di Perumnas, Baler Bale Agung. Kondisi ini harus menjadi perhatian karena Jembrana juga adalah wilayah yang kental dengan keberagaman.

Keberjarakan, meski dalam ruang yang kecil, tidaklah bisa dipandang remeh. Saat ini, masyarakat Bali pada umumnya, termasuk Jembrana, masih memiliki euforia terhadap simbol. Pendekatan simbol seperti ini bisa dimanfaatkan untuk memerkuat silaturahmi-komunikasi antar umat. Maka mencuatlah gagasan mengenai pembangunan tempat ibadah dalam satu area, seperti Puja Mandala yang hadir di kawasan Nusa Dua, dengan memperkuat spirit kebangsaan. Pembangunan ini tidak lagi berbicara tentang citra pariwisata, namun lebih pada penguatan toleransi dan kesadaran multikulturalisme di Jembrana.

Budayawan dan sastrawan Nanoq da Kansas juga memandangnya sebagai sebuah peluang untuk mengentalkan semangat toleransi yang sesungguhnya telah dimiliki dan dipahami warga Jembrana. Cara sederhana yang bisa dilakukan adalah optimalisasi apa yang sudah ada, semisal membangun konektivitas antara pura dan masjid yang jaraknya berdekatan. “Misalnya area Pura Majapahit dan Masjid Nurul Amin yang berjarak sekitar 50 meter dikondisikan agar berada dalam satu kawasan,” sarannya dalam diskusi yang dimoderatori W. Sumahardika.

Gagasan semacam ini pada akhirnya membutuhkan identifikasi, rumusan dan eksekusi melalui partisipasi aktif warganya. Pusat koordinasi yang dipegang oleh pemerintah daerah, harus diturunkan melalui kebijakan publik di tingkat desa/ kelurahan dan menjadi pemahaman bersama. Sementara pada tingkat desa/ kelurahan, diupayakan sebisa mungkin memiliki konektivitas, saling terhubung satu sama lain. Dengan demikian, segala aktivasi yang dilakukan menjadi terarah dan memiliki tanggung jawab, baik secara vertikal maupun horizontal.

“Menggunakan kulkul atau kentongan untuk merayakan pergantian tahun, misalnya. Kita tidak harus melulu ‘membakar’ uang untuk kembang api. Spirit-spirit seperti ini yang sebaiknya digunakan dan kita coba dengan pelibatan seluruh warga,” ucap Nanoq.

Persimpangan Jalan

Jah Magesah yang diinisiasi Jembrana Creative City Oriented (JCCO) berkolaborasi dengan Kelurahan Baler Bale Agung menekankan pentingnya merawat kecintaan warga kepada daerahnya yang ditunjukan melalui kerja nyata di lingkungan masing-masing. Namun yang terlihat hari ini adalah Jembrana tengah berada di persimpangan jalan, mengalami kebimbangan ke arah mana akan menuju.

Tak ayal, Jah Magesah menjadi semacam ruang curhat yang terorganisir agar tidak berkembang menjadi gosip. Kondisi ini tentu mengacu pada kesadaran memertemukan warga dengan pengambil kebijakan. Wakil Bupati Jembrana, Made Kembang Hartawan, yang juga didapuk sebagai pembicara menjelaskan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk membangun daerah dengan optimalisasi desa/ kelurahan. Karena memiliki kekhasan sendiri, terutama menyangkut karakteristik penghuninya, maka strategi pendekatan yang dilakukan tentu berbeda pula. Hal kecil yang dilakukan misalnya memberi tantangan untuk membangun gang hijau di sebuah desa/ kelurahan secara mandiri.

“Ini hanya satu pola saja, dan bisa dikatakan efektif. Ketika itu berhasil diwujudkan (pembentukan gang hijau), ternyata gang-gang lainnya juga berkeinginan serupa. Nah, saya tekankan lagi, kita memang harus aktif membangun tempat tinggal sendiri secara mandiri. Sebisa mungkin tanpa bantuan pemerintah,” ucapnya.

Bantuan pemerintah yang selama ini digelontorkan bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, kebijakan populis ini bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemimpinnya. Sementara di sisi lainnya, pembiasaan-pembiasaan itu membentuk karakter masyarakat yang manja, bahkan cenderung melemahkan kreativitas dan partisipasi untuk membangun lingkungannya masing-masing.

Tentu tak bisa dinafikan, setiap pemerintah memiliki keinginan untuk mengakomodir kebutuhan dan keinginan warganya. Namun ada banyak faktor yang membuat realisasinya tersendat dan tidak bisa diwujudkan dengan segera. “Euforia gratis itu memang luar biasa. Misalnya saja tentang kesehatan gratis, kita ubah melalui Kartu Indonesia Sehat yang bisa mengcover seluruh masyarakat Jembrana. Dan di Bali hanya ada 3 (tiga) kabupaten di Bali yang mampu melakukannya; Badung, Klungkung, Jembrana. Tapi hari ini gratis itu sebenarnya juga menjadi beban. Kalau gratis melulu, itu akan jadi masalah di belakang. Misalnya diminta uang kebersihan, bayar Rp 5 ribu saja akan dianggap beban,” terang Kembang.

Diskusi yang berjalan hampir selama 4 (empat) jam itu berusaha menjembatani keinginan warga dengan kebijakan pemerintah agar timbul kesepahaman dua arah, sekaligus meminimalisir persepsi yang tak akurat. Diskusi ini juga menghadirkan Rindik Kru Usak (Pangkung Manggis, Baler Bale Agung, Negara) dan Karna (Denpasar) untuk membangun suasana diskusi yang lebih akrab.


Karna (Heri Windi Anggara dan Colby Aria) [Foto Mang Tri]

Materi lagu yang dinyanyikan Karna (Heri Windi Anggara dan Colby Aria), misalnya, tidak hanya hadir sebagai hiburan semata, namun juga berupaya merekam realitas hari ini. Terserah, Mimpi dan BooM, 3 (tiga) materi lagu yang dimainkan saat itu hadir dan berupa membangun kesadaran kolektif melalui jalan kesenian. “Musuh utama kita bukanlah perbedaan, tapi kebodohan!” pekik Karna dalam salah satu lagunya.

Karna mengajak pendengarnya menertawakan diri sendiri. Melompat dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya, namun lupa siapa diri kita saat ini. Mereka mengajak kita kembali mengingat obrolan ataupun gagasan yang terlewat, yang berlalu begitu saja tanpa mengendap menjadi pemahaman.

Usai Jah Magesah, mari kembali membuka hati; buka mata, buka telinga. Mari mendengar dan mengendapkan wacana yang hadir di mana saja. Barangkali, hal-hal yang terlewat itu, berangkat dari gagasan yang berkelindan itu bisa menjadi titik tolak memberikan sumbangsih bagi tanah kelahiran, bagi Ibu Jembrana.

Cinta seorang Ibu tidaklah bersyarat, maka cara terbaik untuk mencintainya adalah dengan mengagungkannya melalui kerja nyata.

Dengan cinta tanpa syarat. [T]

Tags: Jah Megesahjembrana
Previous Post

Gugusan Energi Alam Batin Wirantawan dalam Pameran Tunggal di Danes Art Veranda

Next Post

Ruang Hijau untuk Udara Sejuk – [Memandang Kebun Permakultur di Taman Baca Kesiman]

Wendra Wijaya

Wendra Wijaya

pengamat musik pengamat puisi, main musik juga menulis puisi

Next Post
Ruang Hijau untuk Udara Sejuk – [Memandang Kebun Permakultur di Taman Baca Kesiman]

Ruang Hijau untuk Udara Sejuk – [Memandang Kebun Permakultur di Taman Baca Kesiman]

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co