23 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Lukisan capung di dinding Kulidan Kithen

Lukisan capung di dinding Kulidan Kithen

Tentang Capung – Pendidikan Ekologi dari Dinding Kulidan Kitchen and Space

Doni Sugiarto Wijaya by Doni Sugiarto Wijaya
February 11, 2020
in Ulasan
13
SHARES

Kulidan Kitchen merupakan tempat makan yang unik terletak di Jalan Salya, Guwang, Sukawati , Gianyar. Hidangan kentang goreng di sini amat lezat dan memuaskan. Di Kulidan Kitchen, terdapat taman indah yang terdapat beberapa jenis tanaman hias dan rumput. Di samping dan di belakang adalah sawah yang menjadi sumber makanan pokok di Bali. Saat duduk menikmati hidangan , angina dari sawah membawa kesejukan alami di tengah cuaca panas. Bunga bunga berwarna warni menghiasi taman menambah keelokan. Di gedung kulidan kitchen terdapat ruang galeri seni berlantai dua. Pada dinding lantai satu di bawah tangga terdapat satu lukisan menarik bergambar capung yang terbang membawa pestisida.

Pada bagian atas lukisan ini terdapat tulisan dilarang melintas. Di bawah capung terdapat botol botol pestisida yang berserakan. Botol ini biasanya terbuat dari plastik atau kaca. Tanah telah dicemari oleh cairan pestisida dan kemasannya yang tidak dapat terurai. Tiga kawanan capung pergi menghindari lingkungan yang tercemar bahan beracun. Ini menandakan menurunnya populasi capung yang tidak dapat diremehkan dampaknya pada ekosistem lahan pertanian. Pada sisi kiri bawah , salah satu kemasan pestisida terlihat akan hanyut ke lingkungan air.

Pestisida pada Lahan Pertanian

Pada lukisan ini terdapat beberapa gejala ekologi yang telah tampak yaitu maraknya penggunaan pestisida, limbah dari kemasan yang mencemari tanah dan perairan, dan residu pestisida yang berdampak pada organisme di tanah, darat dan perairan. Di Bali ketiga gejala ini diakibatkan oleh revolusi hijau yang menyemarakkan pertanian industry. Revolusi hijau yang ditandai maraknya penggunaaan pestida dimulai saat setelah perang dunia ke 2 dimana terjadi produksi berlebihan dari industry kimia dan minyak.

Produksi berlebihan ini tidak terserap di pasar sehingga ilmuwan mengolah bahan kimia sisa perang dunia dan minyak bumi untuk pestisida supaya muncul pasar baru yang dapat melebihi era tahun 1940-1945. Dunia termasuk Bali memasuki massa “boom” untuk produk petrokimia. Fenomena “boom” pada pestisida dan kemasannya ditandai dengan pesatnya penjualan. Berbagai perusahaan pestidia bersaing untuk memasarkan produknya kepada petani. Perusahaan kemasan plastik mendapat cipratan dari “boom” ini. Bahan baku dari dua perusahaan ini bersumber pada korporasi raksasa migas yang asetnya melebihi PDB banyak Negara.

Sistem pertanian berbasis petrokimia dilakukan demi kepentingan korporasi minyak dan gas untuk mendapatkan laba. Bahan baku pestisida , kemasannya , proses pengolahan di pabrik, dan distribusinya dengan peralatan transportasi mengonsumsi minyak. Penjualan minyak terus bergerak tanpa henti. Dengan sistem pertanian industry, kita memakan minyak secara tidak langsung untuk memproduksi , dan mendistribusikan makanan ke atas meja.

Pestisida jenis neonicotinoids dan fipronil (keduanya adalah jenis neonics) menyebabkan penurunan serius pada serangga bermanfaat termasuk lebah madu yang bernilai komersil. Pestisida jenis neonics adalah racun syaraf yang dalam jangka panjang meskipun sedikit digunakan, merusak sensor serangga, yang berfungsi untuk mencium, berkembang biak dan mencari makanan. Ketidakmampuan serangga bermanfaat untuk mencari makanan memicu masalah  pada pertanian(1).

Pesitida kimia membunuh capung dan predator pembasmi hama sehingga memicu menimbulkan kerugian ekonomi di kemudian waktu yang tidak sedikit. Zat ini juga membahayakan kesehatan petani dan penduduk sekitar. Petani sebagai pelaku utama produsen makanan mengalami empat kerugian,pertama mengeluarkan uang untuk beli pestisida yang terkadang dengan pinjaman. Kedua, rawan keracunan, ketiga rusaknya lingkungan hidup dan lahan pertanian dengan tercemarnya air , dan tanah. Pestisida membunuh belut sawah yang menjadi tambahan ekonomi dan nutrisi warga. Ke empat, ledakan hama tak terkendali akibat predator alami musnah sehingga timbul kerawanan pangan akibat gagal panen.

Proses pembuatan pestisida kimia dari mengebor minyak sampai mengolahnya di pabrik mengeluarkan gas rumah kaca. Ini berperan dalam pemanasa global. Dari bencana ekologi, kesehatan dan sosial akibat ini, ada satu pihak yang diuntungkan. Mereka adalah pemegang saham besar dan eksekutif korporasi minyak, plastik dan agrobisnis. Bank bank yang memberi pinjaman pada pertanian industry meraih pendapatan tidak sedikit.

Peran Capung Dalam Lingkungan

Lima puluh lima tahun yang lalu sebelum revolusi hijau, populasi capung di Bali dua kali lipat. Di Bali , spesies capung yang paling sering dijumpai adalah capung sambar hijau. Capung ini paling adaptatif terhadap kondisi lingkungan. Di Beberapa sawah, hanya dijumpai empat spesies capung yaitu capung sambar hijau, capung sayap oranye , capung sambar garis hitam dan capung  tengger jala tunggal.

Untuk dapat hidup layak capung membutuhkan kualitas air yang ideal sehingga dapat dijadikan indicator lingkungan. Ketika capung jarang muncul, kualitas air untuk sawah menurun.  Setiap capung mengalami tiga fase utama dalam hidup yaitu telur, nimfa, dan capung dewasa. Istilahnya, metamorfosis tidak sempurna. Dalam keseluruhan fase tersebut, dua fase di antaranya mengharuskan mereka hidup di dalam air yaitu ketika menjadi telur dan nimfa.Seekor nimfa bisa hidup di air dalam kurun waktu berbeda-beda. Ada yang hidup beberapa bulan. Ada pula yang hidup empat sampai lima tahun di air. Namun, umur capung dewasa rata-rata hanya sampai empat bulan. Karena daur hidupnya bergantung air, maka capung selalu tinggal di dekat perairan atau sumber air(2).

Manfaat capung pada ekosistem untuk kepentingan manusia sungguh tidak diduga. Ketika capung berwujud nimfa, mereka memangsa jentik jentik nyamuk. Ini mengurasi resiko penularan penyakit sehingga membuat kesehatan penduduk terjaga. Setelah tumbuh dewasa capung membantu petani dalam memerangi serangga hama pertanian seperti wereng, lalat buah, lalat bibit, kutu, sundep dan beluk serta serangga hama lainya. Ini berarti capung memberikan manfaat ekonomi sekaligus ekologi secara alami bagi manusia(3).

Perubahan Paradigma

Untuk mengatasi gejala ini perlu dilakukan tiga langkah. Pertama mengubah paradigma ilmu pengetahuan  reduksionis mekanistik menjadi holistic ekologi. Segala sesuatu di alam saling terhubung. Capung, padi, tanah, sungai , manusia , burung dan laut sebagai contoh kecil saling terhubung. Orang Bali memakan nasi dari sawah yan dihuni oleh capung,dan burung. Tanah di sawah yang memiliki kekayaan mahluk hidup berupa cacing tanah dan mikroba penting untuk hidupnya padi. Sawah membutuhkan air hujan. Air ini berasal dari gumpalan awan dari penguapan lautan. Inilah bukti keterkaitan tersebut.

Yang harus dilakukan berikutnya adalah mengubah paradigma ekonomi ekstraktif menjadi regenerative. Sistem ekonomi ekstraktif dilandasi oleh mengerukan sumber daya alam tanpa memperhatikan daya regenerasinya. Sistem ekonomi ekstraktif menghasilkan pestisida berbahan minyak bumi dengan menambang tanpa henti. Tanah dianggap sebagai sumber daya yang dieksploitasi terus menerus. Tanah, hewan, tumbuhan dan sebagian besar manusia menjadi objek bagi kepentingan ekonomi korporasi yang hanya bertanggung jawab pada pemegang saham dimana hampir tidak terjangkau oleh pekerja dan masyarakat umum yang terdampak dan dibuang begitu saja setelah tidak diinginkan. Sistem ekonomi regenerative akan menjadikan agroekologi yang menghasilkan pangan dan sandang sebagai basis perekonomian. Pertambangan dilakukan dengan memperhatikan efek samping lingkungan bukan membebaninya pada pihak lain. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dihemat pemakaiannya.

Paradigma  kompetisi dan manupulatif pada masyarakat harus digantikan oleh koorperasi dan memulihkan. Memandang mahluk lain sebagai pesaing yang harus dibasmi dan bertujuan untuk mengubah lingkungan agar sesuai dengan kepentingan jangka pendek tanpa melihat saling keterkaitan adalah penyebab maraknya penggunaan zat beracun. Di alam lebih banyak koorperasi. Lingkungan yang telah terdegradasi seharusnya dipulihkan bukan dimanipulasi seperti dijadikan beton dan gedung. [T]

Sumber:

1.                   Pestisida Rusak Ekosistem Alami. https://hijauku.com/2014/07/01/pestisida-rusak-ekosistem-alami/ . Diakses tanggal 29 Desember 2019

2.                   Mencari Capung Terakhir. Teks Anton Muhajir Foto Agung    Parameswara. https://balebengong.id/mencari-capung-terakhir/. Diakses tanggal 29 Desember 2019

3.                   Capung Sahabat Petani . Layanan Informasi Desa. 15 Februari 2019. https://8villages.com/full/petani/article/id/5c66260fce212bb21780ad01. Diakses tanggal 29 Desember 2019

Tags: capungekologikulinerlingkunganSeni Rupa
Doni Sugiarto Wijaya

Doni Sugiarto Wijaya

Lulus Kuliah tahun 2017 dari Universitas Pendidikan Nasional jurusan ekonomi manajemen dengan IPK 3,54. Mendapat penghargaan Paramitha Satya Nugraha sebagai mahasiswa yang menulis skripsi dengan bahasa Inggris. Sejak tahun 2019 pertengahan bulan Oktober, Doni mulai belajar menulis di blog secara otodidak. Doni menulis untuk bersuara kepada publik mengenai isu isu lingkungan hidup, sosial dan satwa liar.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co [Satia Guna]
Cerpen

Kupu-Kupu Merah Bata | Cerpen I Putu Agus Phebi Rosadi

by I Putu Agus Phebi Rosadi
January 23, 2021
Esai

Aku dan Kemungkinan-Kemungkinan Lain Atas Diriku –Catatan Aktris Sebelum Pentas Sang Guru

Ini adalah catatan aktor sebelum pementasan Komunitas Senja dengan judul  “SANG GURU” adaptasi naskah monolog “Pidato 7 Menit” karya Hendra ...

May 17, 2019
Dewa Komang Yudi || Foto diolah dari sumber Facebook
Esai

Dewa Komang Yudi || Mengubah Lilin Menjadi Obor

Henry James, dalam buku Sungai yang Mengalir tulisan Paulo Coelho, mengibaratkan pengalaman sebagai semacam jaring laba-laba raksasa yang tergantung-gantung di ...

January 3, 2021
Opini

Politisasi Kalender Bali, Unik dan Absurd…

BAGI orang Bali, kalender Bali sangat penting. Apapun agamanya, selama orang itu tinggal di Bali, hampir wajib hukumnya memiliki kalender ...

February 2, 2018
Esai

Bintang Itu Kekasihku

MIMPI. Lima huruf yang tak aku mengerti. Mimpi. Dunia yang tak nyata, dimensi lain dari kehidupan. Tapi perasaan tetap berguna ...

February 7, 2018
Gus Bass [Foto dokumentasi penulis]
Esai

Gus Bass, Bumbu Sate dan Tempe | Catatan Orang Tua tentang Menu untuk Anak

Sejak mengenal makanan berupa nasi, Gus Bass tidak mau kalau makan dengan lauk beragam. Cukup satu jenis lauk saja. Satu ...

January 17, 2021

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

KEMUNCULAN SERIRIT DALAM PETA BALI UTARA | Kilas Balik Kemunculan Desa-Desa Buleleng Barat

by Sugi Lanus
January 22, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1354) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In