Pidato Pak Jokowi seusai pelantikan tanggal 20 Oktober 2019 menyebutkan tentang kondisi, mimpi besar, cita-cita dan action plan yang akan dikerjakan selama lima tahun ke depan. Indonesia memiliki banyak potensi yang memungkinkan Indonesia lepas dari jebakan pendapatan kelas menengah. Indonesia juga berpotensi menjadi negara maju, masuk lima besar ekonomi dunia dan yang paling penting di tahun 2045 Indonesia bisa menggapai mimpi besar yakni kemiskinan mendekati nol persen. Untuk itu, Pak Jokowi mengajak masyarakat Indonesia bersatu, optimis, dan percaya diri.
Salah satu program prioritas yang akan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia adalah pembangunan sumber daya manusia (SDM). Pemerintah berkeinginan membangun SDM yang pekerja keras, yang dinamis, yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu tidak gampang diciptakan, perlu inovasi dan mendobrak cara-cara lama agar tujuan tersebut tercapai. Upaya untuk merealisasikan cita-cita besar tersebut diejawantahkan dengan pemilihan atau penunjukkan menteri dan staf khusus presiden yang umurnya relatif muda. Ini adalah contoh mendobrak rutinitas yang disampaikan oleh Pak Jokowi.
Salah satu menteri muda yang menjadi sorotan adalah Mas Nadiem Anwar Makarim, bos Gojek yang baru berusia 35 tahun. Ini adalah sejarah penting di Indonesia karena sejak Indonesia merdeka belum pernah menteri pendidikan dijabat oleh anak muda dan dari kalangan profesional. Lagi-lagi ini adalah contoh yang ditunjukkan oleh Pak Jokowi agar keluar dari cara berpikir lama atau mendobrak rutinitas. Inovasi mutlak diperlukan untuk mampu memenangkan persaingan di era revolusi industri 4.0.
Tiga bulan setelah pelantikan, Mas Nadiem mengeluarkan paket kebijakan yang menimbulkan daya kejut yang tinggi yakni kebijakan Kampus Merdeka. Kebijakan ini berisi empat hal penting seperti, terkait pembukaan program studi baru, mengenai sistem akreditasi perguruan tinggi, peralihan status perguruan tinggi ke PTN-BH dan terakhir tentang hak belajar mahasiswa selama tiga semester di luar program studi mahasiswa tersebut. Kebijakan ini mendapat perhatian serius bagi kalangan warga kampus. Saat ini pihak kampus sedang mempersiapkan diri untuk menyambut kebijakan mas menteri. Civitas akademika berkeyakinan bahwa kebijakan ini adalah upaya untuk menciptakan SDM unggul.
Saat warga kampus masih serius mempersiapkan diri untuk menyambut kebijakan mas menteri, kebijakan ini malah sudah menjalar ke kementerian desa. Kolaborasi Kemendikbud dan kementerian desa melahirkan kebijakan yang diberi nama Kampus Merdeka Untuk Desa. Kampus merdeka untuk desa adalah program baru untuk membangun SDM unggul di desa. Program ini akan menjadi model baru bagi pembangunan desa, khususnya desa tertinggal. Forum Perguruan Tinggi desa (Pertides) yang saat ini berjumlah 103 akan menjadi motor penggerak utama kampus merdeka untuk desa. Tujuan program ini sangat mulia, yakni membantu mempercepat pengentasan desa-desa tertinggal.
Saat ini, konsep operasional Kampus Merdeka Untuk Desa sedang dipersiapkan, tapi saat pembukaan Forum Pertides yang dilaksanakan tanggal 30 januari 2020 sudah dijelaskan gambaran umum terkait program tersebut, diantaranya 1) mahasiswa diperbolehkan mengambil mata kuliah di luar program studi (prodi) seperti pengabdian di desa selama tiga semester; 2) Pengabdian di desa bisa menjadi pengganti skripsi sebagai syarat kelulusan. Mahasiswa diberi kebebasan memilih skripsi atau pengabdian di sebuah desa sebagai syarat kelulusan. Pak Menteri memberikan contoh, misalnya Tugas akhir digantikan dengan pengabdian di desa selama empat bulan, selesai itu kinerjanya diverifikasi kemudian lulus; dan 3) Melalui program tersebut Kepala Desa yang berprestasi juga bisa mendapat penghargaan berupa gelar sarjana dari perguruan tinggi tertentu.
Ada dua hal yang menjadi kata kunci gagasan kampus merdeka untuk desa, 1) Peningkatan kualitas SDM pedesaan, dan 2) Peningkatan kegiatan ekonomi pedesaan (transformasi pedesaan). Pada program ini, perguruan tinggi akan melibatkan mahasiswa untuk beraktifitas di desa. Harapannya mahasiswa mampu menyelesaikan masalah di desa karena mahasiswa mempunyai kemampuan (tentu dengan bimbingan para dosen), jika tidak bisa menyelesaikan masalah, minimal mampu memetakan masalah.
Kecenderungan anggaran dana desa untuk tiap tahunnya terus meningkat. Tahun 2020 Pemerintah akan menggelontorkan dana desa sebanyak Rp 72 triliun. Angka yang sangat besar ini diharapkan dapat meningkatkan kesejehteraan masyarakat desa. Terkait anggaran ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani berpesan “Saya titip anggaran itu bukan untuk kepala desa, tapi untuk rakyat di desa”. Pesan ini sangat beralasan karena berbagai kasus pidana yang terjadi di desa banyak melibatkan kepala desa. Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa sebanyak 231 kepala desa di Indonesia terseret kasus korupsi sejak tahun 2015 – 2018.
Untuk kasus di Bali, sejak tahun 2014 ada lima kepala desa yang diproses hukum karena tindak pidana korupsi. Tahun 2014, oknum kepala Desa Bungamekar Klungkung diduga korupsi dana Gerbangsadu. Tahun 2015, oknum kepala desa Satra Klungkung korupsi APBDes. Tahun 2018, oknum Kepala Desa Baha Badung juga korupsi APBDes. Tahun 2019, kepala desa Celukan Bawang Buleleng diduga korupsi pembangunan kantor desa, dan Januari 2020 dilakukan oleh kepala desa Pemecutan. Tentu hal ini sangat mencederai semangat desa membangun yang tertuang dalam nawa cita ketiga.
Banyak pencapaian dan prestasi yang berhasil diraih dengan adanya dana desa. Kementerian desa bahkan sesumbar mengatakan bahwa anggaran dana desa yang paling besar di dunia ada di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri kehadiran dana desa yang begitu besar membuat masyarakat desa merasa diperhatikan dan merasa memiliki kemampuan dalam menentukan nasibnya sendiri. Namun, kondisi tersebut tidak membuat Kemendes merasa berpuas diri. Banyak juga kegagalan dana desa yang terdapat diberbagai daerah.
Hal ini lebih banyak disebabkan oleh rendahnya kapasitas atau kapabilitas aparat desa sehingga berbuntut pada kektidaktepatan dalam penyusunan maupun pelaksanaan program. Tidak bisa dipungkiri pula bahwa, tida semua kepala desa berpendidikan sarjana, ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi pihak Kemendes. Semoga program Kampus Merdeka Untuk Desa bisa segera rampung sehingga bisa diterapkan. Besar harapan bahwa program ini mampu mengurangi atau mampu menyelesaikan permasalahan yang ada di desa, karena sejatinya program ini adalah upaya untuk meningkatkan kualitas SDM desa. SDM pedesaan unggul Indonesia maju. [T]