Cupak Grantang, Pan Balang Tamak, I Lutung lan I Kakua, hingga Lomba Desa itulah sederetan cerita yang ditampilkan puluhan siswa SMP pada pawimba (lomba) lawak banyol di Penggak Men Mersi, Jalan WR Supratman nomor 169 Denpasar, Sabtu, 8 Februari 2020.
Ajang seni komedi itu dimeriahkan sebanyak 13 kelompok siswa yang kreatif mengolah satua (cerita) Bali menjadi lawakan segar dan lucu. Sontak penampilan siswa ini mampu membuat penonton terpingkal-pingkal dengan penampilan mereka.
Bukan hanya itu, para lawak cilik ini tampil lihai mereka juga tampak kreatif menggunakan kostum sesuai karakter mereka. Untuk menguatkan karakter dalam adegan, para peserta ada yang menggunakan gambelan sebagai backsound. Walau belum sempurna sekali, namun pemampilan mereka bole jadi sebagai ajang umtuk melestarikan bahasa Bali. Ya, karena dalam setiap dialog dari para pemain itu menjadi media untuk lebih mengenal dan membiasakan bahasa Bali, baik dalam pergaulan seehari-hari atau dalam kegiatan formal.
Kepala Dinas Kota Denpasar I Wayan Gunawan, usai membuka secara resmi mengungkapkan apresiasi terhadap ajang PARASARA ini.” Kegiatan ini untuk memperkenalkan bahasa Bali di kalangan milenial, sehingga tidak lupa dengan bahasa ibu, ” kata Gunawan.
Adi Siput salah satu dewan juri mengatakan, penampilan anak-anak dalam pacentokan itu sudah tampil baik. Para peserta berhasil membangun kesan awal dan kesan akhir, sehingga membuat peetunjukan itu menarik. Jika mau jujur, semua peserts itu akan menjadi generasi pelawak Bali. “Ajang ini sebagai cara untuk mengajak generasi muda mulai memakai bahasa Bali dalam komunikasi sehari-hari,” ungkapnya.
Kelian Penggak Men Mersi, Kedek Wahyudita mengatakan acara ini dilaksanakan untuk ikut memeriahkan bulan Bahasa Bali. Lomba Satua Banyol ini merupakan rangkaian dari Pekan Remaja Sadar Aksara (Parasara). “Kami memandang bahwa Bahasa Bali menjadi unsur kebudayaan yang sangat penting untuk dilestarikan, namun belakangan di sekolah bahasa Bali bahkan kini mulai dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit bahkan lebih sulit dari Bahasa Inggris,” kata Wahyudita.
Oleh karenanya pihaknya mengajak generasi muda untuk terbiasa menggunakan bahasa Bali lewat acara ini. Masatua banyol ini diperuntukkan untuk siswa tingkat SMP se-Kota Denpasar dengan pendaftar sebanyak 13 kelompok. Peserta masatua banyol wajib menyajikan sebuah garapan pertunjukan drama lucu yang sumber cerita dapat digali dari cerita atau satua Bali yang telah ada atau pun dibuat baru. “Masing-masing peserta menyajikan garapan dengan durasi 5 sampai 10 menit. Personal dibatasi antara 3 – 5 orang dengan iringan musik live atau playback,” imbuhnya.
Usai lomba, dewan juri mengumumkan pemenang secara langsung. Juara 1 diraih SMP Wisata Sanur, Juara II diraih SMP Negeri 1 Denpasar dan Juara III diraih SMP Negeri 3 Denpasar.
Selain itu kegiatan ini juga diisi dengan workhsop belajar aksara bersama Made Taro, serta diskusi sastra bersama Komunitas Suara Saking Bali. Acara ini berlangsung selama dua hari hingga Minggu (9/2/2020). Pada hari kedua diisi dengan workshop memperkenalkan aksara Bali lewat permainan yang akan diisi oleh Made Taro. Peserta dari workshop ini merupakan guru SD dan SMP di Kota Denpasar sebanyak 60 orang.
Acara ini pun ditutup dengan diskusi atau pabligbagan yang bekerjasama dengan Komunitas Suara Saking Bali dengan narasumber sastrawan dan pegiat lontar IGA Dharma Putra. Diskusi ini sangat berbeda dengan diskusi-diskusi sastra Bali pada umumnya, karena bahasa yang digunakan yakni bahasa Bali kepara atau bahasa yang digunakan layaknya sedang ngobrol di warung tuak.
Diskusi ini juga akan menyandingkan antara sastra modern dengan lontar.
“Intinya untuk memupuk kesadaran generasi untuk melestarikan budaya Bali khususnya bahasa Bali. Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat, khususnya kepada generasi muda lebih mengenal dan mencintai bahasa Bali, serta menjadi sumber pendidikan norma dan etika,” katanya. [T] [*]