Sastra menurut Mursal Esten merupakan pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan mayarakat melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia. Sastra sudah berkembang sejak dulu. Ada berbagai jenis sastra yang berkembang, mulai dari sastra lisan sampai sastra tulis.
Sebuah karya sastra tidak dapat terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat. Salah satu karya sastra adalah cerpen. Cerpen memiliki pengertian salah satu ragam dari jenis prosa (Kbbi, 2007: 211). Sesuai namanya cerpen merupakan cerita pendek dan merupakan suatu kebulatan ide. Cerpen ditulis berdasarkan kenyataan kehidupan atau berkaitan dengan kehidupan.
Dengan berkembangnya jaman, cerpen tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia tapi banyak cerpen yang sudah menggunakan bahasa daerah. Salah satunya cerpen yang berhasa Bali. Banyak penulis-penulis yang sudah membuat suatu karya cerpen menggunakan Bahasa Bali seperti Dewa Putu Ayu Carma Citrawati, IBW Widiasa Keniten, IDK Raka Kusuma, Made Sanggra, dan masih banyak lagi.
Begal demikianlah judul Buku I Dewa Nyoman Raka Kusuma atau lebih dikenal IDK Raka Kusuma (2012). Buku ini memuat kumpulan cerpen berbahasa Bali yang terdiri dari 20 cerpen yang ditulis selama rentang waktu 2010-2011. Begal tidak hanya menceritakan tentang kekerasan fisik yang dialami seseorang, namun lebih dari itu. begal menceritakan tentang bagaimana kehidupan masyarakat yang penuh dengan kebencian, penuh dengan kemarahan, penuh dengan kekerasan psikis. Kekerasan seperti ini yang terkadang meninggalkan trauma yang pada akhirnya menjadi dendam. Wujud kekerasan dan kemarahan itu bisa dikeluarkan dalam berbagai bentuk, mulai dari perampokan, pembunuhan, sampai kekerasan politik.
Begal menceritakan tentang bagaimana kehidupan masyarakat yang penuh dengan politik yang berkaitan dengan PKI pada tahun 1965. Bagaimana kehidupan masyarakat yang pada saat itu harus berpisah dengan keluarga, dikucilkan dalam masyarakat, diusir dari desa kelahirannya. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa cerita dalam cerpennya yang berjudul “Ogoh-ogoh”, “Kota Palekadan”, “Wak Jum”.
“Ogoh-ogoh” menceritakan tentang tokoh tiang (aku) yang terus dihina dan dicaci oleh masyarakat desa sebagai keturunan Gerwani atau PKI. Namun tokoh aku tidak marah, ia berusaha memendam rasa marahnya itu. Karena apa yang dikatakan oleh masyarakat desa memang benar ibunya seorang gerwani, bapaknya seorang PKI. Hingga suatu ketika masyarakat membuat ogoh-ogoh raksasa bermuka manusia. Ogoh-ogoh raksasa tersebut memiliki wajah yang mirip dengan tokoh aku. Karena tidak tahan dan merasa selalu dihina, diapun marah dan meminta anak buahnya untuk membakar ogoh-ogoh tersebut. Belum sempat melakukan, masyarakat mengetahui terlebih dulu rencananya. Tokoh aku pun diminta pergi dari desa oleh anak buahnya karena masyarakat akan datang membakar rumahnya.
Cerpen “Ogoh-ogoh” ini memotret fenomena sosial yang terjadi di mayarakat berupa dendam seseorang karena terus dihina dan dicaci. Bagaimana seseorang dikucilkan oleh masyarakat karena orang tuanya seorang gerwani dan PKI. Hal ini dapat kita lihat dalam petikan
“Teken krama banjare pang kuda kaden suba tiang temahe. Pang kuda kaden tiang sikut kopingina aji pisuna. Luire : tendas keleng, tendas peletan, tendas kawah, tendas kacut, tendas plunger…………… (hal. 11)”
Terjemahannya: “Oleh warga banjar, entah sudah berapa kali saya dimaki. Entah berapa kali saya dikata-katai dengan makian. Antara lain: tendas keléng, tendas pelétan, tendas kawah, tendas kancut, tendas plunger……”
Dikucilkan, cacian, sudah sering kita lihat dalam mayarakat. Tidak hanya dulu, hingga kini hal itu sering terjadi hanya karna politik semata. Selain cerpen “Ogoh-ogoh”, pengarang juga menuliskan cerita serupa dalam beberapa cerpennya yaitu cerpen “Kota Palekadan” dan “Wak Jum”
“Kota Palekadan”, menceritakan tiang (aku) yang masih berusia 12 tahun menyaksikan sendiri orang tuanya dibunuh oleh sepuluh orang namun hanya delapan orang yang ia tahu karena dianggap PKI. Tokoh aku kemudian dibawa oleh Pak Moril ke Badung karna pak moril takut jika tokoh aku berada di rumahnya membuat ia juga dianggap PKI. tokoh aku di titipkan di rumah saudaranya yang merupakan orang PNI. Disana tokoh aku diangkat sebagai anaknya. Dengan diangkat sebagai anak, memungkinkan ia bisa melakukan apa saja. ia bisa menyewa pembunuh bayaran untuk balas dendam kepada orang yang membunuh orang tuanya.
Dan yang terakhir, “Wak Jum” menceritakan tentang Wak Jum dan kedua orang tuanya yang diusir oleh sanak saudaranya karena tidak mau masuk dalam PKI. Tokoh tiang (aku) selalu bertanya tanya kepada ayahnya dan Wak Jum kenapa PKI melakukan hal seperti itu, namun jawabannya selalu sama. Hingga suatu hari ayah tokoh tiang (aku) yang merupakan orang PNI dicari oleh orang-orang PKI. Disana Wak Jum melawan orang-orang PKI hingga semuanya lari. Wak Jum ingin mencari pemimpin PKI itu, namun ayah tokoh aku tidak mengijinkan karena pemimpin PKI sakti kabinawa. Keesokan harinya terdengar kabar bahwa pemimpin PKI itu sudah meninggal. Namun tidak ada yang tau siapa yang telah membunuhnya.
Dalam kumpulan cerpen Begal dapat dianalisis menggunakan teori sastra sosiologi sastra. Menurut Kamus Besar Bahasa Indoneesia (1989 : 85 ), Sosiologi Sastra “merupakan pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau mengenai sastra karya para kritikus dan sejarahwan yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya. Dalam cerpen “Ogoh-ogoh”, “Kota Palekadan”, dan “Wak Jum” dapat kita lihat bagaimana kehidupan masyarakat pada jaman PKI. Seperti dalam cerpen ogoh-ogoh yang harus mendapatkan hinaan, cacian, dari masyarakat, serta dalam Kota Palekadan dan wak Jum bagaimana seseorang yang harus berpisah dengan keluarganya hanya karna berbeda politik dan tuduhan masyarakat.
Dari ketiga cerpen ini, adanya persamaan dalam pemilihan tema yang kita dapat dilihat bagaimana kerasnya kehidupan masyarakat yang dipengaruhi oleh politik pada jaman PKI. Banyak terjadi konflik dalam masyarakat yang menyebabkan terjadinya perpecahan. Pembunuhan yang dilakukan tanpa memandang siapa dia. Walaupun dia benar atau salah. Hal ini dapat kita lihat dari petikan cerpen tersebut. Hal ini sudah biasa terjadi pada jaman PKI. [T]