Terpujilah I Mario. Tari Oleg Tambulilingan yang diraciknya pada tahun 1951 hingga kini senantiasa abadi. Remaja putra dan putri selalu bermimpi untuk bisa menarikannya dengan sempurna. Selain sebagai simbol romantisme laki-perempuan, gerak tari Oleg juga mengandung karakter keindahan yang khas Bali.
Foto-foto Oleg selalu menghiasi majalah, iklan penerbangan, iklan bank, billboard pinggir jalan dan media lain yang ingin melukiskan khasnya keindahan Bali. Namun tidak banyak yang tahu awal mula koreografer I Mario menciptakan tari ini, apalagi mengetahui stil gerakannya yang asli.
I Mario lahir dengan nama I Ketut Maria. Hanya peneliti-peneliti dari Eropa dan
AS — dengan lidah Barat, tentunya — menyebutnya dengan nama I Mario. Nama itu
kemudian lebih populer dari nama sesungguhnya. Nama I Mario abadi, karena nilai
pemberontakannya yang kental terhadap gerak-gerak tari Bali. Ia dianggap
pencipta karakter gerak yang khas, keras sekaligus romantis.
Seniman tari I Gusti Agung Ngurah Supartha (alm) pernah mengaku cemas terhadap perkembangan Tari Oleg Tambulilingan yang karakter tariannya kadang jauh dari aslinya. Untuk itu, beberapa tahun sebelum seniman itu meninggal sempat beberapa kali memberi workshop ke sejumlah sanggar untuk memperkenalkan Tari Oleg yang asli.
Supartha yang pernah menjabat kepala Taman Budaya Denpasar memang termasuk murid terakhir dari Mario yang tentu sangat tahu bagaimana Oleg asli yang benar-benar tercipta dari tangan Mario. Supartha pernah menuturkan, dalam perkembangan tari Oleg dan Kebyar Terompong memang terdapat perubahan-perubahan gerak yang baik. Namun jika diamati dengan cermat, perubahan itu lebih banyak buruknya. Misalnya banyak terjadi penyederhanaan. Satu contoh dalam gerak tulak angsul. Menurutnya, dalam gerak ngrangrang menjadi ngelung kiri dan pacak gulu terdapat unsur gerak tulak angsul. Jika dihitung, kata Supartha, dalam rangkaian ini sesungguhnya terdapat enam gerakan, namun biasa disederhanakan menjadi dua gerak, yakni gerakan tangan tulak dan angsul saja. “Padahal di sana terdapat juga unsur ngeleog, ngelier dan sebagainya,” ujarnya.
Dari properti, katanya, kini penari laki-laki Oleg dan Kebyar Terompong banyak menggunakan kancut yang pendek. Padahal Mario sengaja menciptakan kancut sepanjang 5 meter untuk menciptakan kesempurnaan keindahan tari. Dulu, kenangnya, seorang penari belajar hingga berbulan-bulan hanya untuk ngampigan kancut. Begitu pula dengan kipas. Kipas, dalam stil Mario, biasa diputar dengan kesempurnaan gerak jari yang rumit. “Namun kini kipas biasa hanya gejer-gejer saja,” ungkapnya.
Pengenalan stil Mario yang dilakukannya secara gencar sekitar tahun 2000-an bukan untuk memasung kreativitas. Tetapi justru sebagai pemicu kreativitas dengan memperkenalkan kepada generasi muda bentuk-bentuk pemberontakan koreografi yang dilakukan Mario pada masanya. Dalam Oleg Tambulilingan, katanya, bisa dilihat simbol-simbol pemberontakan gerak yang dilakukan Mario dalam seni tari Bali.
Dari “Sleeping Beauty“
Kisah terciptanya tari Oleg Tambulilingan memang berbelit sekaligus unik. Dalam orasi ilmiah yang pernah disampikan saat pembukaan lomba Oleg Tambulilingan di Tabanan sekitar tahun 2002 Prof. Dr. I Made Bandem menceritakan, pada tahun 1950 datanglah seorang impresario Inggris Jhon Coast. Mantan staf Kedutaan Inggris di Jakarta ini bersama istrinya menetap di Kaliungu, Denpasar, selama dua tahun. Untuk mewujudkan suatu diplomasi kebudayaan, ia berhasrat membawa sebuah misi kesenian besar ke Eropa dan AS. Ia pun menghadap Presiden Soekarno, dan niatnya itu disetujui.
Jhon Coast menyiapkan misi keseniannya dari Bali. Dari buku-buku laporan peneliti asing yang menetap di Bali pada tahun 1920-an dan 1930-an, Coast akhirnya mengetahui tentang penari terkenal I Mario dan muridnya I Sampih dari Peliatan, Ubud. Coast bersahabat baik dengan pemain kendang dan Ketua Sekaa Gong Peliatan Anak Agung Gde Mandera, sehingga melalui Mandera, I Mario akhirnya bisa ditemukannya. Mandera mengutus I Sampih mencari I Mario ke Banjar Lebah, Tabanan. Awalnya I Mario menolak bergabung kembali ke Sekaa Gong Peliatan karena merasa tua dan sakit-sakitan. Saat itu umur Mario diperkirakan lebih dari 50 tahun. Namun, atas desakan bertubi-tubi dari I Sampih, penggemar sabungan ayam itu akhirnya mau ke Peliatan.
Pada April 1951, ketika Jhon Coast memiliki kepastian untuk membawa misi kesenian ke Eropa dan AS, ia meminta I Mario bersama Anak Agung Gde Mandera menciptakan tari baru untuk melengkapi repertori gong Peliatan yang saat itu hanya memiliki tari Janger dan Legong Keraton. Coast menawarkan I Mario menciptakan tari baru dengan menggunakan penari Legong Keraton, Ni Gusti Ayu Raka Rasmin, dan penari Kebyar Duduk, I Sampih. Maestro yang lahir di Belaluan, Denpasar, pada 1899 ini menyanggupinya, namun dalam waktu cukup lama ia merenung dan tak memiliki gagasan untuk menciptakan tari yang dimaksud Coast.
John Coast merangsang I Mario dengan memperlihatkan buku-buku tari klasik Ballet yang dilengkapi foto-foto tari duet Sleeping Beauty, kisah tentang percintaan Putri Aurora dengan kekasihnya Pangeran Charming. Imajinasi Mario pun bangkit. Dari foto-foto itu ia mendapat inspirasi untuk menciptakan tari Oleg Tambulilingan. Ia langsung mengajar I Sampih tabuh lagu-lagu sederhana agar bisa memulai latihan dengan Ni Gusti Ayu Raka Rasmin. Sesudah batang-tubuh tari terwujud secara kasar, giliran Sekaa Gong Peliatan diajarkan tabuh lagu. Lagu yang diajarkan sebuah lagu kebyar untuk tari laki-laki. Dari kisah itu akhirnya terciptalah tari duet yang hingga kini monumental.
Awalnya I Mario menyebut tari ciptaannya dengan nama Tumulilingan Mangisep Sari, namun dalam perkembangan berikutnya tari ini dikenal dengan sebutan Oleg Tambulilingan. Tari ini dipentaskan pertama kali akhir Juli 1951 di Peliatan, Ubud, ketika John Coast dan Sekaa Gong Peliatan menjamu sekitar 120 anggota Delegasi United Nations Organitation (PBB) usai. [T]