10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Apa Kabar Fotografer Teater Bali?

Wayan SumahardikabyWayan Sumahardika
December 23, 2019
inEsai
Festival Penonton, Penonton Festival
95
SHARES

Bicara soal fotografi, tentu perbincangan tak jauh-jauh tertuju pada yang namanya kamera. Saat melihat orang menenteng kamera, khususnya ketika saya memikirkan bagaimana membuka tulisan kali ini, entah kenapa ingatan jadi tertuju pada pengalaman masa kecil. Betapa saat itu, saya merasa kamera menjadi barang mahal yang tak sembarang orang bisa memakainya. Jika bukan wartawan, pastilah ia fotografer. Jika ia fotografer, tentu foto-foto yang dihasilkan bukan sembarang foto.

Memang, begitu naif pikiran saya kala itu, hampir sama naifnya dengan pikiran yang beranjak dewasa kini, ketika kian lazim menatap orang penantang-penenteng membawa kamera. Entah memang bisa membidik dengan benar atau hanya sekadar gaya. Namun pada mereka yang menenteng kamera dalam acara teaterlah saya masih meyakini, bahwa orang-orang ini pasti benar-benar fotografer. Bagaimana tidak? Jika cuma fotografer sekadarnya, dijamin 100% ia takkan memilih teater sebagai objek foto. Jangankan memoto, datang saja belum tentu ingin.

Misal ia adalah fotografer sekadar pingin cari cewek, cewek seperti apa yang bisa difoto dalam pertunjukan teater yang kebanyakan ditutupi make up? Iya, kalau memainkan karakter perempuan pesolek, kalau memerankan tokoh nenek-nenek? Betapa sial nasib mereka. Lain lagi dengan fotografer sekadar cari uang, teater tentu tak akan mampu memberi mereka peluang materi selain hanya ucapan terima kasih. Apalagi fotografer sekadar eksis di instagram. Jelas, teater bukanlah pilihan objek yang tepat jika dibandingkan dengan view pemandangan, acara budaya dan tradisi yang mahapariwisatanya bagi kelestarian Bali.

Dari sekian banyak fotografer yang bertebaran ini, adalah Agus Wiryadhi Saidi salah satu fotografer yang senantiasa hadir secara sukarela untuk mengabadikan pentas teater. Pada 28 November lalu, pada diskusi ‘Pertimbangan Fotografis dalam Pentas Teater’ acara Parade Teater Canasta 2019, kami cukup beruntung menyimak Guswier ngobrol ihwal proses kreatifnya selama 15 tahun dalam mendokumentasikan pertunjukan teater.

Secara implisit, Guswier menjelaskan bahwa foto teater bukanlah sebatas foto dokumentasi atau foto berindah-indah yang menggambarkan kegarangan atau kegantengan wajah aktor di atas panggung. Lebih dari itu, foto teater adalah foto peristiwa di atas peristiwa yang melahirkan peristiwa. Artinya, teater yang notabene merupakan  pemanggungan peristiwa sehari-hari, bertransformasi jadi peristiwa baru baik di mata penonton dan fotografer. Ketika dibekukan dalam mata kamera, ia hadir sebagai bentuk peristiwa tersendiri lagi.

Dalam konteks ini, kerja fotografi teater sebenarnya beda tipis dengan fotografi jurnalistik yang kerap diungkapkan sebagai satu gambar sejuta kata. Foto teater juga berupaya untuk melahirkan sejuta kata atau narasi lain di luar apa yang ‘tampak’ dalam fotonya. Bagaimana posisi bidik foto jurnalistik misalnya, yang fokus pada sepatu tentara dan senjata api dengan berjubel rakyat yang duduk saling peluk sebagai latarnya, begitu pula kualitas yang hadir dalam pertimbangan fotografer teater dalam menentukan pilihan bidiknya di tengah permainan aktor, set properti, dekor dan komposisi pentas.

Lebih khusus lagi, pada kerja fotografi teater, hadir tawar-menawar fotografer dalam menyesuaikan cahaya, desain panggung, penonton dan durasi pentas. Jika diumpamakan, fotografi teater merupakan seni melukis cahaya dalam medan perang berdurasi, sesuai durasi pentas teater. Sementara dalam fotografi jurnalistik, perang bisa berhari-hari lamanya, disertai kemungkinan tewas yang senantiasa menghantui sang fotografer. Sedang pada foto teater, tewasnya fotografer adalah selama pentas berlangsung, ia tak mendapatkan foto yang membuat dirinya puas. Lebih-lebih setelah pentas, ada pemain teater yang minta foto kepadanya, ‘Pak.. tadi bapak foto saya, kan?’

‘Ha? Ehm… ah.. ehm.. coba ta cek dulu di kamera, ya..’

Lalu…..

Tewas.

Demikianlah, foto jurnalistik dan foto teater punya kecenderungan yang mirip namun tak sama. Yang paling berbeda mungkin adalah apresiasinya di ruang publik. Hingga kini, kian banyak penghargaan yang dibuka untuk kerja-kerja foto jurnalistik, seperti Pulitzer, NPPA, Picture of The Year International dan lain sebagainya. Ini tentu jauh berbeda dengan foto teater yang notabene seringkali disikapi sama dengan foto dokumentasi biasa. Bukan hanya oleh penikmat foto saja, bahkan oleh seniman teater dan pihak penyelenggara pentas sendiri. Buktinya, seberapa banyak sih digelar acara yang khusus mendiskusikan fotografi dalam teater atau memberi ruang karya seni fotografi teater untuk berhadapan pada panggung publik?

Dalam ingatan saya sendiri, sedari tahun 2011, hanya ada dua acara yang secara khusus menghadirkan karya fotografi teater di Bali. Pertama adalah pameran foto pentas ‘Kereta Kencana’ karya Iuginne Iunesco yang diselenggarakan oleh Teater Kampus Seribu Jendela Undiksha. Pameran foto yang bertempat di Kampus Bawah Undiksha Singaraja ini menyajikan foto-foto karya fotografer yang sempat membidik pentas Kereta Kencana dalam acara Parade Teater Arti Foundation 2011. Hardiman Adiwinata, sebagai sutradara pentas sekaligus inisiator pameran saat itu meyakini, bahwa teater tak boleh hanya berhenti pada panggung semata. Fotografi justru merupakan satu medium yang berpotensi melahirkan narasi-narasi lain di luar konteks pertunjukan teater itu sendiri.

Kedua adalah pameran Fotografi “Teater Kita: Panggung Baru” pada tahun 2014 yang diinisai oleh tiga fotografer Bali, yakni Agus Wiryadhi Saidi, Phalayasa Sukmakarsa dan (alm) Ida Bagus Darma Suta. Pameran yang digelar di Six Point Restaurant & Bar, Denpasar ini jadi penting artinya dalam konteks fotografi teater Bali saat itu, mengingat pilihan ruang restorant yang tak biasa dipilih sebagai tempat pameran. Justru pada ruang restaurant inilah, hadir semacam interaksi liyan di luar penonton yang pernah menyaksikan teater dalam foto yang dipamerkan.

Lain daripada itu, event fotografi pertunjukan hanya hidup pada lomba-lomba saja. Parahnya, lomba-lomba ini justru hanya sebatas lomba, yang tak jauh beda penyelenggaraannya dengan lomba fashion show, karaoke, atau mc tingkat sekolah. Hanya mengejar piala, tanpa ada gagasan dan wacana. Event yang tampak begitu gagap berhadapan dengan publiknya. Bagaimana tidak gagap? Jangankan ada kurasi dan pertanggung jawaban lomba, jurinya pun tak jelas siapa. Tiba-tiba saja ada lomba, tiba-tiba saja nama-nama juara terpampang di instagram, tiba-tiba saja penyerahan piala dan tiba-tiba saja hilang. Lalu apa yang bisa diharapkan dengan penyelenggaraan event yang tiba-tiba saja semacam itu?  

Makin ironis kiranya jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk kerja teater yang berkembang hari ini, seperti program teater arsip yang dilakukan oleh Dewan Kesenian Jakarta yang mengeksplorasi arsip sebagai bahan pertunjukan dan acara teater. Ada pula kerja berbasis fotografi seperti yang dilakukan Radar Panca Dahana. Yang dalam salah satu esai pertunjukannya, sempat menggunakan foto sebagai sumber data dalam rangka membedah pentas tanpa pernah sekalipun melihat pertunjukannya secara langsung. Atau pada kerja seniman teater Riyadhus Shalihin dengan naskah Cut Out-nya yang ditulis berdasar pada dokumentasi foto sejarah dan lukisan Indonesia. Dari kerja-kerja ini, teater tak lagi dibatasi pada kepentingan membuat pertunjukan semata, melainkan mewujud dalam berbagai produk kerja seni seperti pameran, workshop, diskusi pun sebagai metode menciptakan pertunjukan baru yang berdasar pada arsip. Salah satu arsipnya, yafotografi tadi.

Kini, sudah lima tahun berlalu sejak pameran foto terahkir “Teater Kita: Panggung Baru” digelar. Saya yakin, foto-foto di kantung kawan-kawan fotografer teaterpun banyak yang sudah berbiak lagi. Demikian pula dengan kehadiran fotografer muda yang kian marak menghadiri dan mengabadikan acara-acara teater, seperti Putu Sayoga, Syafiudin Vifick, Wayan Martino, Dodik Cahyendra, Hadhi Kusuma, dan kawan-kawan lainnya. Dalam diam dan kesenyapannya, mereka senantiasa mengisi ruang-ruang kosong dalam pertunjukan teater. Tentu jadi pertanyaan yang penting kemudian untuk diajukan pada hadirin, penyelenggara, dan khususnya seniman teater yang kerap diabadikan pertunjukannya. Tak adakah yang bisa direspon dari kerja-kerja fotografi teater kita sampai hari ini? Atau jangan-jangan memang sudah cukup puas oleh kerja fotografi teater, yang hanya berhenti pada tanda jempol di FB dengan komentar, ‘toooooopppp’ saja? [T]

Denpasar, 2019

Tags: balifotografiTeater
Previous Post

Hari Ibu Bagi Anak yang Tak Tahu Ibu

Next Post

Maha Berat Beban Sosial Seorang Sarjana untuk Pulang ke Kampung Halaman

Wayan Sumahardika

Wayan Sumahardika

Sutradara Teater Kalangan (dulu bernama Teater Tebu Tuh). Bergaul dan mengikuti proses menulis di Komunitas Mahima dan kini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Pasca Sarjana Undiksha, Singaraja.

Next Post
Maha Berat Beban Sosial Seorang Sarjana untuk Pulang ke Kampung Halaman

Maha Berat Beban Sosial Seorang Sarjana untuk Pulang ke Kampung Halaman

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co