31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Apa Kabar Fotografer Teater Bali?

Wayan SumahardikabyWayan Sumahardika
December 23, 2019
inEsai
Festival Penonton, Penonton Festival
95
SHARES

Bicara soal fotografi, tentu perbincangan tak jauh-jauh tertuju pada yang namanya kamera. Saat melihat orang menenteng kamera, khususnya ketika saya memikirkan bagaimana membuka tulisan kali ini, entah kenapa ingatan jadi tertuju pada pengalaman masa kecil. Betapa saat itu, saya merasa kamera menjadi barang mahal yang tak sembarang orang bisa memakainya. Jika bukan wartawan, pastilah ia fotografer. Jika ia fotografer, tentu foto-foto yang dihasilkan bukan sembarang foto.

Memang, begitu naif pikiran saya kala itu, hampir sama naifnya dengan pikiran yang beranjak dewasa kini, ketika kian lazim menatap orang penantang-penenteng membawa kamera. Entah memang bisa membidik dengan benar atau hanya sekadar gaya. Namun pada mereka yang menenteng kamera dalam acara teaterlah saya masih meyakini, bahwa orang-orang ini pasti benar-benar fotografer. Bagaimana tidak? Jika cuma fotografer sekadarnya, dijamin 100% ia takkan memilih teater sebagai objek foto. Jangankan memoto, datang saja belum tentu ingin.

Misal ia adalah fotografer sekadar pingin cari cewek, cewek seperti apa yang bisa difoto dalam pertunjukan teater yang kebanyakan ditutupi make up? Iya, kalau memainkan karakter perempuan pesolek, kalau memerankan tokoh nenek-nenek? Betapa sial nasib mereka. Lain lagi dengan fotografer sekadar cari uang, teater tentu tak akan mampu memberi mereka peluang materi selain hanya ucapan terima kasih. Apalagi fotografer sekadar eksis di instagram. Jelas, teater bukanlah pilihan objek yang tepat jika dibandingkan dengan view pemandangan, acara budaya dan tradisi yang mahapariwisatanya bagi kelestarian Bali.

Dari sekian banyak fotografer yang bertebaran ini, adalah Agus Wiryadhi Saidi salah satu fotografer yang senantiasa hadir secara sukarela untuk mengabadikan pentas teater. Pada 28 November lalu, pada diskusi ‘Pertimbangan Fotografis dalam Pentas Teater’ acara Parade Teater Canasta 2019, kami cukup beruntung menyimak Guswier ngobrol ihwal proses kreatifnya selama 15 tahun dalam mendokumentasikan pertunjukan teater.

Secara implisit, Guswier menjelaskan bahwa foto teater bukanlah sebatas foto dokumentasi atau foto berindah-indah yang menggambarkan kegarangan atau kegantengan wajah aktor di atas panggung. Lebih dari itu, foto teater adalah foto peristiwa di atas peristiwa yang melahirkan peristiwa. Artinya, teater yang notabene merupakan  pemanggungan peristiwa sehari-hari, bertransformasi jadi peristiwa baru baik di mata penonton dan fotografer. Ketika dibekukan dalam mata kamera, ia hadir sebagai bentuk peristiwa tersendiri lagi.

Dalam konteks ini, kerja fotografi teater sebenarnya beda tipis dengan fotografi jurnalistik yang kerap diungkapkan sebagai satu gambar sejuta kata. Foto teater juga berupaya untuk melahirkan sejuta kata atau narasi lain di luar apa yang ‘tampak’ dalam fotonya. Bagaimana posisi bidik foto jurnalistik misalnya, yang fokus pada sepatu tentara dan senjata api dengan berjubel rakyat yang duduk saling peluk sebagai latarnya, begitu pula kualitas yang hadir dalam pertimbangan fotografer teater dalam menentukan pilihan bidiknya di tengah permainan aktor, set properti, dekor dan komposisi pentas.

Lebih khusus lagi, pada kerja fotografi teater, hadir tawar-menawar fotografer dalam menyesuaikan cahaya, desain panggung, penonton dan durasi pentas. Jika diumpamakan, fotografi teater merupakan seni melukis cahaya dalam medan perang berdurasi, sesuai durasi pentas teater. Sementara dalam fotografi jurnalistik, perang bisa berhari-hari lamanya, disertai kemungkinan tewas yang senantiasa menghantui sang fotografer. Sedang pada foto teater, tewasnya fotografer adalah selama pentas berlangsung, ia tak mendapatkan foto yang membuat dirinya puas. Lebih-lebih setelah pentas, ada pemain teater yang minta foto kepadanya, ‘Pak.. tadi bapak foto saya, kan?’

‘Ha? Ehm… ah.. ehm.. coba ta cek dulu di kamera, ya..’

Lalu…..

Tewas.

Demikianlah, foto jurnalistik dan foto teater punya kecenderungan yang mirip namun tak sama. Yang paling berbeda mungkin adalah apresiasinya di ruang publik. Hingga kini, kian banyak penghargaan yang dibuka untuk kerja-kerja foto jurnalistik, seperti Pulitzer, NPPA, Picture of The Year International dan lain sebagainya. Ini tentu jauh berbeda dengan foto teater yang notabene seringkali disikapi sama dengan foto dokumentasi biasa. Bukan hanya oleh penikmat foto saja, bahkan oleh seniman teater dan pihak penyelenggara pentas sendiri. Buktinya, seberapa banyak sih digelar acara yang khusus mendiskusikan fotografi dalam teater atau memberi ruang karya seni fotografi teater untuk berhadapan pada panggung publik?

Dalam ingatan saya sendiri, sedari tahun 2011, hanya ada dua acara yang secara khusus menghadirkan karya fotografi teater di Bali. Pertama adalah pameran foto pentas ‘Kereta Kencana’ karya Iuginne Iunesco yang diselenggarakan oleh Teater Kampus Seribu Jendela Undiksha. Pameran foto yang bertempat di Kampus Bawah Undiksha Singaraja ini menyajikan foto-foto karya fotografer yang sempat membidik pentas Kereta Kencana dalam acara Parade Teater Arti Foundation 2011. Hardiman Adiwinata, sebagai sutradara pentas sekaligus inisiator pameran saat itu meyakini, bahwa teater tak boleh hanya berhenti pada panggung semata. Fotografi justru merupakan satu medium yang berpotensi melahirkan narasi-narasi lain di luar konteks pertunjukan teater itu sendiri.

Kedua adalah pameran Fotografi “Teater Kita: Panggung Baru” pada tahun 2014 yang diinisai oleh tiga fotografer Bali, yakni Agus Wiryadhi Saidi, Phalayasa Sukmakarsa dan (alm) Ida Bagus Darma Suta. Pameran yang digelar di Six Point Restaurant & Bar, Denpasar ini jadi penting artinya dalam konteks fotografi teater Bali saat itu, mengingat pilihan ruang restorant yang tak biasa dipilih sebagai tempat pameran. Justru pada ruang restaurant inilah, hadir semacam interaksi liyan di luar penonton yang pernah menyaksikan teater dalam foto yang dipamerkan.

Lain daripada itu, event fotografi pertunjukan hanya hidup pada lomba-lomba saja. Parahnya, lomba-lomba ini justru hanya sebatas lomba, yang tak jauh beda penyelenggaraannya dengan lomba fashion show, karaoke, atau mc tingkat sekolah. Hanya mengejar piala, tanpa ada gagasan dan wacana. Event yang tampak begitu gagap berhadapan dengan publiknya. Bagaimana tidak gagap? Jangankan ada kurasi dan pertanggung jawaban lomba, jurinya pun tak jelas siapa. Tiba-tiba saja ada lomba, tiba-tiba saja nama-nama juara terpampang di instagram, tiba-tiba saja penyerahan piala dan tiba-tiba saja hilang. Lalu apa yang bisa diharapkan dengan penyelenggaraan event yang tiba-tiba saja semacam itu?  

Makin ironis kiranya jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk kerja teater yang berkembang hari ini, seperti program teater arsip yang dilakukan oleh Dewan Kesenian Jakarta yang mengeksplorasi arsip sebagai bahan pertunjukan dan acara teater. Ada pula kerja berbasis fotografi seperti yang dilakukan Radar Panca Dahana. Yang dalam salah satu esai pertunjukannya, sempat menggunakan foto sebagai sumber data dalam rangka membedah pentas tanpa pernah sekalipun melihat pertunjukannya secara langsung. Atau pada kerja seniman teater Riyadhus Shalihin dengan naskah Cut Out-nya yang ditulis berdasar pada dokumentasi foto sejarah dan lukisan Indonesia. Dari kerja-kerja ini, teater tak lagi dibatasi pada kepentingan membuat pertunjukan semata, melainkan mewujud dalam berbagai produk kerja seni seperti pameran, workshop, diskusi pun sebagai metode menciptakan pertunjukan baru yang berdasar pada arsip. Salah satu arsipnya, yafotografi tadi.

Kini, sudah lima tahun berlalu sejak pameran foto terahkir “Teater Kita: Panggung Baru” digelar. Saya yakin, foto-foto di kantung kawan-kawan fotografer teaterpun banyak yang sudah berbiak lagi. Demikian pula dengan kehadiran fotografer muda yang kian marak menghadiri dan mengabadikan acara-acara teater, seperti Putu Sayoga, Syafiudin Vifick, Wayan Martino, Dodik Cahyendra, Hadhi Kusuma, dan kawan-kawan lainnya. Dalam diam dan kesenyapannya, mereka senantiasa mengisi ruang-ruang kosong dalam pertunjukan teater. Tentu jadi pertanyaan yang penting kemudian untuk diajukan pada hadirin, penyelenggara, dan khususnya seniman teater yang kerap diabadikan pertunjukannya. Tak adakah yang bisa direspon dari kerja-kerja fotografi teater kita sampai hari ini? Atau jangan-jangan memang sudah cukup puas oleh kerja fotografi teater, yang hanya berhenti pada tanda jempol di FB dengan komentar, ‘toooooopppp’ saja? [T]

Denpasar, 2019

Tags: balifotografiTeater
Previous Post

Hari Ibu Bagi Anak yang Tak Tahu Ibu

Next Post

Maha Berat Beban Sosial Seorang Sarjana untuk Pulang ke Kampung Halaman

Wayan Sumahardika

Wayan Sumahardika

Sutradara Teater Kalangan (dulu bernama Teater Tebu Tuh). Bergaul dan mengikuti proses menulis di Komunitas Mahima dan kini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Pasca Sarjana Undiksha, Singaraja.

Next Post
Maha Berat Beban Sosial Seorang Sarjana untuk Pulang ke Kampung Halaman

Maha Berat Beban Sosial Seorang Sarjana untuk Pulang ke Kampung Halaman

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co