18 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kisah Perjalanan Mangga dan Pisau Menuju Titik Nirwana

Wayan PurnebyWayan Purne
December 18, 2019
inDongeng
Kisah Perjalanan Mangga dan Pisau Menuju Titik Nirwana
19
SHARES

Pisau telentang di meja dapur. Di sampingnya, Mangga terkapar tak bergeming. Wajah Pisau merona merah cemburu pada langit sore. Ulat menggeliat cemas di daging Mangga menunggu irisan Sang Pisau. Tiba-tiba tangan berjemari lentik mengambil Sang Pisau. Ia tancapkan membelah Mangga itu.

“Aku takkan makan Mangga ini.”

Jemari lentik itu meletakkan kembali Sang Pisau di meja. Di sampingnya, terdengar teriakan Ulat sayup-sayup di antara belahan Mangga.

“Nyaris saja tubuhku ikut terpotong.”

Ulat menggerak-gerakkan tubuhnya ke bagian daging Mangga yang berair.

Rona merah wajah Sang Pisau di antara belahan Mangga. Kecemburuannya pada langit sore telah sirna.

“Aduhhh. Ada apa dengan biji tubuhku?”

Mangga bangun meringis dari lamunannya. Ia merasakan perih di biji tunasnya.

“Kamu tadi tertancap Sang Pisau,” ucap Ulat yang masih menggerogoti daging Mangga. Ia mengerti kalau Si Mangga baru sadar akan keadaan dirinya.

“Mengapa tidak kamu cegah Sang Pisau menancap di biji tubuhku? Aku sudah memberikan semua isi dagingku kepadamu,” keluh Si Mangga.

“Mana mungkin aku berani menghadang kegarangan Sang Pisau yang sudah dirasuki oleh ketamakan roh manusia,” sanggah Ulat membela diri.

“Paling tidak, kamu berteriak agar didengar oleh Sang Pisau,” gerutu Si Mangga.

“Tahukah kamu, Mangga? Kalau sudah berada di genggaman jemari manusia, Sang Pisau akan mati rasa tak mendengar apupun itu,” terang Ulat.

“Ternyata begitu Sang Pisau,” gumam Si Mangga meringis.

“Tahukah kamu, Mangga? Manusia adalah mahluk yang aneh. Ia mengumpulkan semua hal yang tidak dibutuhkannya, tetapi menghancurkan semuanya sebagai kekenyangan batinnya,” ucap Ulat mempertegas pemikirannya.

Sang Pisau masih telentang di meja dapur yang telah kehilangan jati dirinya. Di sebelahnya, Si Mangga dan Ulat termenung menunggu nasibnya di dapur mewah itu.

Si tangan jemari lentik menggenggap kantong plastik. Ia letakkan plastik itu dengan mulut menganga yang siap menelan apapun yang masuk.

“Seharusnya, aku tidak salah memilihmu. Mengapa kamu harus terbawa ke dapurku ini?”

Si Mangga dimasukkan ke dalam kantong plastik itu. Tanpa perlawanan, Si Mangga dan Ulat terbungkus plastik. Udara tak diijinkan lagi masuk memberikan napas kehidupan bagi Ulat. Ulat hanya berteriak-teriak memantulkan suaranya sendiri di dinding plastik itu. Jika pun suaranya mampu menembus dinding plastik itu, suara Ulat tidak akan pernah dimengerti oleh manusia berjemari lentik itu. Manusia berjemari lentik itu hanya akan mengerti suara keuntungan.

“Mangga, apa yang harus kita lakukan?” ucap Ulat mangap-mangap mulai kehabisan udara.

“Kita tidak perlu melakukan apapun. Kita tidak sedang berada di tanah kehidupan, tetapi kita berada di tangan puncak kejeniusan Manusia.” sahut Si Mangga seolah-olah sudah sadar telah mencapai nirwana. Nirwana yang membawa dirinya tak lagi bereinkarnasi menjadi tunas yang tumbuh besar dan berbuah manis. Buah manis yang akan selalu ditunggu-tunggu oleh kicauan merdu burung-burung. Mungkin saja, semua kicauan burung sudah diawetkan oleh para manusia jenius.

Weessssssssssssss, buuuuk! Bungkusan plastik itu melesat di antara rerumputan di tanah lembab.

“Aduhhh, apa yang menimpaku ini?” ucap anak-anak cacing kaget.

“Nak, menjauh dari bukusan benda itu,” pinta Ibu Cacing berteriak dari kejauhan.

“Memang kenapa, Bu?” tanya anak-anak cacing bingung dengan permintaan ibunya.

“Itu adalah plastik, Nak. Jika sampai menyentuh dan menelan plastik itu, kamu akan sakit perut seperti ayahmu. Ayahmu akhirnya meninggalkan kita,” terang Ibu Cacing.

“Ya, Bu.” Si anak-anak cacing menjauh dari bungkusan plastik itu. Bungkusan yang mungkin tak pernah ia ketahui isinya.

“Nak, ayo kita pindah dari sini!” pinta Ibu Cacing.

“Mengapa harus pindah dari sini, Bu? Di sini masih banyak makanan, Bu,” protes si anak-anak cacing.

“Jika kita terus ada di tempat ini, lama-kelamaan sampah plasti akan menumpuk di sini,” jawab Ibu Cacing.

“Mengapa bisa numpuk banyak sampah, Bu? Padahal itu cuman ada satu plastik,” si anak-anak cacing masih protes.

“Kalau sudah sekali ada yang membuang sampah plastik di sini, sampah-sampah plastik lainnya akan ikut dibuang di sini,” terang Ibu Cacing memperjelas.

“Oh, begitu ya Bu.”

Si Cacing-cacing mulai berkemas-kemas siap pindah mencari tempat baru.

“Nak, kita harus pindah ke tempat tidak ada manusianya. Jika kita tinggal di dekat pemukiman manusia, bencana akan selalu lebih cepat mendekat,” ucap Ibu Cacing.

Si anak-anak Cacing hanya bisa mengangguk tidak mengerti dengan maksud perkataan ibunya. Mereka pergi jauh mencari hutan belantara dengan harapan tak terusik. Tak terusik oleh penyakit kangker bumi. Penyakit kangker yang paling menakutkan merupakan manusia.

Buuk! Sebuah bungkusan plastik bergulung-gulung jatuh terkapar di dekat Mangga.

“Suara apa itu? Seperti ada yang jatuh?” ucap Ulat kaget menggeliat lemah. Mangga membuka matanya, “Itu teman baru kita.”

“Mengapa semua ini terjadi kepada kehidupan kita?” keluh Ulat.

“Selama kita dipikirkan sebagai bagian dari makanan dan keuntungan manusia, maka selama itu kita dianggap sebagai penyakit yang dibuang begitu saja. Anggapan itu akan menjadi kenyataan sesuai harapan manusia,” terang Mangga seolah-olah sudah melihat masa depan manusia.

“Oh, sungguh menyedikan kita hidup di tengah kejeniusan manusia,” gumam Ulat.

Puluhan tahun Ulat dan Mangga terkurung di tempat itu. Silih berganti, ia kedatangan teman senasib. Tidak membutuhkan waktu ratusan tahun, mereka menjelma sebagai gunung yang telah lama mendendam. Dendam yang siap meledak memuntahkan miliaran malaikat pencabut nyawa.

Kini datanglah lagi si tangan jemari lentik terkekeh-kekeh ke tempat itu. Jemarinya tak lagi lentik. Ia tak mampu menggenggam erat pisaunya, tetapi Sang Pisau masih berpegangan erat di jemarinya. Sang Pisau tampak semakin muram.

“Aku tidak membutuhkanmu lagi. Aku akan membebaskanmu dari genggaman ini. Toh, tidak ada lagi yang bisa dipotong atau ditancapkan,” ucap si jemari lentik sebagai perpisahan.

Dilemparnya pisau itu.  Sang Pisau menancap di pingggul gunung itu.

“Sekarang kita bebas, Mangga. Kita sekarang memiliki tubuh baru. Ini adalah hasil nasihat dan kesabaranmu Mangga,” teriak Ulat. Akan tetapi, Mangga tidak menghiraukan ucapan si Ulat. Mangga hanya berkonsentrasi membentuk cakra nirwana dengan tubuhnya sendiri.

“Dengan tubuh cakra nirwana ini, aku akan menelan semua ruang dan waktu,” ucap Mangga.

Tubuh cakra nirwana itu membentuk pusaran besar. Semua yang ada di dalam ruang dan waktu tertelan oleh tubuh cakra nirwana itu. Ruang dan waktu telah tertelan. Menjadi gelap. Tubuh cakra nirwana menjadi titik nirwana. Titik Nirwana melahirkan kemurnian ruang dan waktu yang baru. Semoga manusia tidak lagi tercipta! [T]

Tags: dongengPendidikanpendidikan usia dinisampah plastik
Previous Post

Zaman Patung Bali Membaca Lontar – Catatan Harian Sugi Lanus

Next Post

Tabu Dan Batasan-Batasan yang Mengekang Tubuh

Wayan Purne

Wayan Purne

Lulusan Undiksha Singaraja. Suka membaca. Kini tinggal di sebuah desa di kawasan Buleleng timur menjadi pendidik di sebuah sekolah yang tak konvensional.

Next Post
Tabu Dan Batasan-Batasan yang Mengekang Tubuh

Tabu Dan Batasan-Batasan yang Mengekang Tubuh

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mengkaji Puisi Picasso : Tekstualisasi Karya Rupa Pablo Picasso

by Hartanto
May 18, 2025
0
Mengkaji Puisi Picasso : Tekstualisasi Karya Rupa Pablo Picasso

SELAMA ini, kita mengenal Pablo Picasso sebagai pelukis dan pematung. Sepertinya, tidak banyak yang tahu kalau dia juga menulis puisi....

Read more

“Study Tour”, Bukan Remah-Remah dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 18, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KONTROVERSI seputar pelarangan study tour sempat ramai menjadi perbincangan. Beberapa pemerintah daerah dan sekolah melarang siswa, mulai dari TK hingga...

Read more

Rasa yang Tidak Pernah Usai

by Pranita Dewi
May 17, 2025
0
Rasa yang Tidak Pernah Usai

TIDAK ada yang benar-benar selesai dari sebuah suapan terakhir. Kadang, bukan rasa yang tinggal—tapi seseorang. Malam itu, 14 Mei 2025,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar
Panggung

Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar

AMFLITEATER Mall Living World, Denpasar, ramai dipenuhi pengunjung. Sabtu, 10 Mei 2025 pukul 17.40, Tempat duduk amfliteater yang bertingkat itu...

by Hizkia Adi Wicaksnono
May 16, 2025
Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa 
Kuliner

Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa

ADA beberapa buah tangan yang bisa kalian bawa pulang untuk dijadikan oleh-oleh saat berkunjung ke Singaraja Bali. Salah satunya adalah...

by I Gede Teddy Setiadi
May 16, 2025
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co