25 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan

Perempuan-Perempuan Gede Aries Pidrawan

Ketut Sugiartha by Ketut Sugiartha
December 9, 2019
in Ulasan
56
SHARES
  • Judul Buku: Perempuan Pemuja Batu
  • Penulis: Gede Aries Pidrawan
  • Penerbit: Mahima,
  • Cetakan kedua, Oktober 2019
  • Jumlah halaman: vi + 144
  • ISBN: 978-623-7220-21-3

____

Empati seorang pengarang sangat mungkin dapat kita kenali lewat hasil karyanya karena sikapnya pada aspek-aspek yang cenderung menjadi objek garapannya tidak mungkin disembunyikan. Kumpulan cerpen Gede Aries Pidrawan berjudul Perempuan Pemuja Batu, misalnya,memberi petunjuk kepada kita bahwa pengarangnya memiliki kepekaan hati yang dalam atas keresahan dan penderitaan perempuan; apakah karena perempuan itu dirundung ketidakadilan,  kesemena-menaan atau pun yang lainnya.

Perempuan-perempuan yang digarap Gede dalam antologi ini adalah mereka yang terpojok ke posisi marjinal, menjadi pecundang nilai-nilai usang yang menempatkan perempuan sebagai subordinat dalam tatanan sosio-kultural kita, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Dalam konteks ini perempuan seakan kehilangan identitasnya sebagai subjek dan cenderung dimanipulasi sebagai objek.

Dengan gamblang hal ini dapat kita baca pada alinea pembuka cerpen berjudul “Tembang Tengah Malam”: Menjadi perempuan di desaku, Legong Sari, sangat rumit, mungkin pula berat. Perempuan di desaku adalah manusia kelas dua, laki-laki kelas satu, lebih-lebih bagi yang telah bersuami, di hadapan suami perempuan harus tunduk setunduk-tunduknya.

Akan tetapi, jika ada pendapat yang mengatakan bahwa perempuan makhluk lemah, jelas tidak bisa diterima sepenuhnya. Sudah terbukti, dalam beberapa hal perempuan justru lebih kuat dari laki-laki. Satu kekuatan perempuan yang patut kita puji bisa disimak pada cerpen “Perempuan Pemuja Batu.” Di sini dikisahkan, di tengah keterpurukan dan hidup terpinggirkan oleh lingkungan karena tidak berdaya secara ekonomi, Luh Gudem masih mampu menggedor nurani suaminya agar berpasrah diri dalam menghadapi kenyataan hidup, dan dalam hal ini jusru Luh Gudem yang mengambil keputusan menggantikan suaminya yang tidak berhasil menemukan jalan keluar dari kemelut hidup keluarganya.

Pada cerpen-cerpen lain Gede juga menyingkap kekuatan laten perempuan yang pada titik tertentu dapat membalikkan keadaan dengan cara mengejutkan. Bisa dikatakan ibarat anjing, jika sudah terpojok, mereka pasti akan jadi demikian reaktif dan bisa berbalik menyerang pemojoknya. Pesan yang bisa ditangkap: janganlah memperlakukan perempuan secara semena-mena karena perempuan memiliki naluri balas dendam yang terbungkus rapi, yang walaupun tidak pernah menampakkan ancaman tetapi tidak dapat diangap sepele. Cerpen-cerpen seperti, “Bangkung Buang”, “Tangis Seorang Baluan” dan “Keris” merepresentasikan hal tersebut dengan baik.

Gede memang tidak hanya mengangkat isu tentang perempuan dalam buku ini. Secara tesirat kita juga diingatkan akan kumunafikan makhluk yang disebut laki-laki, yang sebagian dari mereka mengalami masalah serius dalam hal pengedalian diri: mudah takluk menjadi budak birahi. Anehnya, di saat sudah menjadi pecundang masih saja sanggup mempertontonkan drama heroik seperti yang dapat kita baca pada salah satu cerpen dalam antologi ini. Semua dilakukan untuk satu hal: demi harga diri.

Masalah persekongkolan para pejabat untuk memperkaya diri dengan mengeksploitisi sumberdaya alam desa, peristiwa kelam masa silam terkait partai komunis, fenomena kafe remang-remang masuk desa dan kasus pedofilia yang pernah menjadi buah bibir di tengah masyarakat Bali juga turut memadatkan bobot kumpulan cerpen ini.

Kekenesan bahasa Gede dalam bertutur tentang perempuan dengan berbagai persoalannya yang menggunakan seting Bali, mampu membuat kita tenggelam menyimak cerpen demi cerpen tanpa mengalami kejenuhan. Teknik bercerita yang digunakan tidak terpaku pada satu jenis pendekatan. Walau sebagian besar menggunakan pendekatan perspektif orang pertama, ada juga yang digarap dengan pendekatan sudut pandang orang ketiga dan bahkan campuran dari keduanya.

“Maria” adalah salah satu cerpen yang mewakili teknik yang disebut terakhir. Selain menggunakan pendekatan sudut pandang orang ketiga, masing-masing pelaku yang terlibat dalam konflik juga dinarasikan lewat sudut pandang orang pertama. Bagi pembaca pemula mungkin ini sedikit mengganggu. Tidak banyak, memang, pengarang yang menggunakan teknik ini. Boleh jadi karena dipandang berpotensi mengacaukan persepsi.

Kental dengan konten lokal Bali dengan tradisinya yang khas, buku ini jelas memperkaya khazanah kesusastraan Indonesia dan perlu dibaca oleh siapa saja; mulai dari pelajar, mahasiswa, guru, kalangan umum dan tentu saja bermanfaat bagi mereka yang ingin menekuni kegiatan menulis cerpen. [T]

Tags: Bukukarangasemresensi buku
Ketut Sugiartha

Ketut Sugiartha

Sastrawan tinggal di Tabanan

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Foto: UWRF 2017
Kilas

Seleksi Penulis Emerging Indonesia UWRF 2018 Telah Dibuka!

  YAYASAN Mudra Swari Saraswati, lembaga nirlaba yang menaungi Ubud Writers & Readers Festival (UWRF), dengan bangga mengumumkan bahwa Seleksi ...

February 2, 2018
Peserta pelatihan juru bicara Pancasila di Permata Kuta Hotel
Khas

Catatan Pelatihan Juru Bicara Pancasila (1): Merajut Kebhinekaan dalam Keberagaman

TERLETAK di daerah Tuban, Kuta, berjarak 5 menit berkendara dari Pantai Kuta dan Bandara Internasional Ngurah Rai, berjarak 5 menit ...

November 4, 2018
Ilustrasi: Made Pangestu
Cerpen

Romantika Cewek Karaoke dan Lelaki Pelamun #1: Rayuan di Pasar Malam

  WAJAH manis itu namanya Ais. Perempuan yang kukenal dengan kebetulan yang direncanakan. Saat itu hampir tengah malam, di sudut ...

February 2, 2018
Esai

Aturan Baru, Kenapa Masih Bosan di Rumah?

Pendemi selalu membawa banyak cerita. Kegiatan yang tidak pernah kita lakukan selama di rumah membuat kita menjadi lebih kreatif untuk ...

July 5, 2020
Kawasan Desa Sakti Nusa Penida. Sumber foto: sakti.desa.id
Opini

Pariwisata Nusa Penida Melejit, Jangan Remehkan Sengketa Batas Desa

Jangan pernah meremehkan tapal batas desa! Keliru sejengkal saja, bisa menimbulkan pertingkaian serius. Cerita ini mungkin sangat rentan dialami oleh ...

April 10, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jaja Sengait dari Desa Pedawa dan benda-benda yang dibuat dari pohon aren [Foto Made Saja]
Khas

“Jaja Sengait” dan Gula Pedawa | Dan Hal Lain yang Bertautan dengan Pohon Aren

by Made Saja
February 25, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Iin Valentine | Teater Kalangan
Esai

Mencari Titik Temu antara Lintasan Teater dan Sekitarnya

by Iin Valentine
February 25, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1410) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (340) Kiat (19) Kilas (196) Opini (477) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In