3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Hal yang Timbul Usai Menonton “PM TOH” Oleh Benni Andika dari Aceh

Agus Noval RivaldibyAgus Noval Rivaldi
November 29, 2019
inUlasan
Hal yang Timbul Usai Menonton “PM TOH” Oleh Benni Andika dari Aceh

Benni Andika dari Aceh membawakan PM Toh di Canasta Creative Space Denpasar

26
SHARES

Penonton dipersilahkan memasuki halaman belakang Canasta, lalu dipersilahkan untuk duduk bebas sesuka hati. Di halaman sudah dipersiapkan beberpa tikar yang membentang untuk menjadi alas untuk penonton duduk lesehan. Ditiap sisi halaman ditutupi kain hitam dan terpasang beberapa lampu warna di tiap sudut halaman.

 Kami sebagai penonton yang tidak tahu apa yang akan terjadi duduk dengan tenang, sambil bercakap-cakap kecil dengan teman disebelah kami. Kemudian tak lama datang seorang berpakaian hitam panjang, dengan bordiran mote berwarna emas dan dengan topi yang menyerupai mahkota khas Aceh. Entah apa namanya.

Di depan mata kami atau dari seberang area penonton ada sebuah benda yang berbentuk kotak yang dibungkus dengan tikar dan alat pukul tongkat di atasnya, mungkin yang di dalam tikar tersebut adalah bantal yang dibungkus. Kemudian ada nampan dari rotan, yang di atasnya ada kain biru bercorak terlipat rapi. Orang dengan baju hitam berbodir mote emas dan bertopi mahkota tersebut adalah Benni Andika berasal dari ISBI (Institut Seni Budaya Indonesia) Aceh.

Benni adalah salah satu penampil dalam rangkaian Parade Teater Canasta 2019. Benni berasal dari pulau yang sangat jauh dari Bali, bahkan katanya untuk naik pesawat saja memerlukan transit dahulu di kota Jakarta. Di tempatnya yang jauh di sana ada satu kesenian yang amat menarik bernama PM Toh.

PM Toh adalah sebuah kesenian mendongeng yang menceritakan legenda ataupun mitos-mitos dari Aceh, pada penampilan tersebut Benni membawakan cerita tentang Mitos Ahmad Ramanyang. Benni membuka dengan dendang Aceh dan disertai dengan tarian Saman, kami penonton merasa tertuju melihat pembukaan dalam penampilan Benni. Karena pada kehidupan sehari-hari di lingkungan memang tidak ada dendang atau kidungan seperti yang dibawakan Benni, apalagi disertai dengan tarian Saman yang hanya menggunakan gerakan tepuk tangan dan menepuk bagian badan.

Ini hal baru yang saya jumpai dalam pertunjukan, walaupun mungkin bagi orang Aceh ini udah menjadi keseharian bagi mereka. Tapi saya sendiri yang menyaksikan pertama kali ya saya sangat merasa unik dan menarik.

Kemudian setelah Benni berdendang dan mengucap salam dengan suara sedikit melengking, lalu perlahan mulai memasuki ke cerita tentang Ahmad Ramanyang dalam cerita tersebut ada beberapa tokoh seperti tokoh bangsawan, Ahmad Ramanyang, ibu Ahmad Ramanyang, serta istrinya.

 Tokoh-tokoh tersebut dimainkan oleh Benni sendiri, terkadang dia menjadi salah satu dari tokoh tersebut tentunya sesuai dengan alur cerita dan pembawaan khas dari tiap tokoh. Ditambah dengan improvisasi yang sangat lucu dan pas, membuat saya sebagai penonton merasa seperti didongengkan. Kemudian  setelah cerita selesai Benni menutup kembali dengan dendang dan salam.

Saya merasakan bagaimana fenomena yang sering terjadi di sinetron atau film ketika ada orang tua mendongengkan anak kecil, yang membuat anak tersebut menjadi ketakuan karena ceritanya atau bahkan menjadi tertidur lelap karena terlalu indahnya.

Saya merasa seperti itu ketika melihat dan mendengar Benni membawakan cerita tersebut, karena pada masa kecil saya sendiri tidak ada hal semacam itu di dalam lingkungan keluarga. Apalagi saya yang kecil di kampung tentunya hal semacam di dongengkan sebelum tidur itu menjadi sebuah hal yang tak terpikirkan saat kecil di kampung. Boro-boro didongengkan sebelum tidur, saya di kampung waktu kecil benang layangan saya semput atau kusut saja sudah sedihnya minta ampun jadi taka da waktu untuk bertanya ke orang tua saya apakah saya tidak didongengkan sebelum tidur.


Benni Andika dari Aceh membawakan PM Toh di Canasta Creative Space Denpasar

Nah kembali ke PM Toh yang dibawakan Benni, sebenarnya Mitos Ahmad Ramanyang ini ceritanya hampir sama dengan Legenda Malin Kundang. Hanya saja Mitos Ahmad Ramanyang ini versi Acehnya. Kemunculan seni mendongeng atau PM Toh ini pertama kali dipopulerkan oleh orang bernama Tengku Adnan, Tengku Adnan adalah pedagang obat berasal dari Aceh yang berdagang antar lintas provinsi ataupun pulau.

Tengku Adnan untuk berdagang ke tiap daerah tersebut memerlukan transportasi tentunya. Di Aceh pada masa itu ada transportasi pertama kali bernama PM Toh, jadi sebenarnya PM Toh itu berasal dari nama sarana transportasi pertama di Aceh yang ditumpangi Tengku Adnan untuk berdagang. Seperti kebanyakan dagang obat di pasar, saya sendiri baru menyadari bahwa tiap dagang obat tersebut ternyata pembawaanya seperti berdendang atau berlagu. Kadang sesekali untuk menyampaikan suatu info produk itu, dagang obat tersebut mempunyai cara menyampaikan sangat unik yang membuat orang datang penasaran.

Katanya, Tengku Adnan itu selalu melakukan hal tersebut di tiap kota yang disinggahi oleh transportasi PM Toh. Jadi dimanapun PM Toh berhenti untuk istirahat, Tengku Adnan menyempatkan diri untuk berdagang obatnya sambil menceritakan legenda ataupun dongeng dari Aceh. Sampai akhirnya PM Toh itu dikenal sebagai pertunjukan oleh orang-orang yang menyaksikan. Padahal nama PM Toh itu hanya berasal dari alat transportasi yang digunakan oleh Tengku Adnan.

Saya sangat membayangkan betul semisal ketika Tengku Adnan mampir di kota yang sudah pernah disinggahinya, mungkin respown masyarakat kala itu seperti melihat mobil sirkus datang. Dan sebagai isyarat berkumpul karena akan adanya sebuah pertunjukan. Saya membayangkan Tengku Adnan datang kemudian masyrakat berteriak “PM toh datang ee PM Toh datang!”, semua warga berbondong-bondong datang sambil membawa sanak saudaranya untuk mendengerkan kisah dari Tengku Adnan.

Karena apapun yang diceritakan dalam pertunjukan PM Toh pastilah tentang legenda yang mempunyai dampak baik bagi pendengarnya, untuk sekiranya menjadi sarana informasi dan menjadi penolong untuk orang tua ke anaknya. Saya sempat berfikir bahwa mungkin pada zaman dulu orang-orang Indonesia khususnya yang tinggal di desa atau perkampungan. Memang suka didongengkan, mengetahui Tengku Adnan lewat mas Benni saya menjadi ingat ketika saya masih MTs/SMP saat pelajaran SKI (Sejarah Kebudayaan Islam), guru saya pernah bercerita bahwa salah satu Wali Songo yaitu Sunan Kalijaga menyebarkan dakwah atau ajaran Agama Islam itu lewat wayang kulit. Ada suatu kesamaan saya rasa dalam menyampaikan sesuatu antara Tengku Adnan dan Sunan Kalijaga, hanya saja konteks tujuanya yang berbeda.

Menonton PM Toh, saya seperti merasa diajarkan kembali berbuat akan hal-hal baik. Saya rasa PM Toh dengan cara membawakan seperti itu punya peluang besar secara seni pertunjukan untuk memperluas pengenalanya, dan ini sangatlah cocok untuk ditonton oleh anak-anak. Kalau di Bali mungkin sama halnya seperti menonton Wayang saat acara-acara odalan di Pura. Menonton kesenian tradisi semacam itu mempunyai pengalaman serta perasaan batin yang sulit untuk dibicarakan kalau tidak merasakanya sendiri. Karena mungkin kendala Bahasa atau hal lainya. Seperti misal saat saya menonton PM Toh ada beberapa kosa kata yang saya tidak tahu artinya karena Bahasa daerah, kemudian dengan logat yang sangat berbeda pada umumnya saya sebagai orang yang tinggal di Bali menjadi suatu daya tarik tersendiri mengenai perbedaan logat.

Kalau dilihat pada hari ini, kesenian-kesenian seperti PM Toh mungkin sangat sedikit yang mengetahui. Tentu saja kalah popular dengan para Youtuber, akhirnya kesenian tua atau kesenian tradisi itu mulai sedikit peminatnya. Saya rasa mungkin kalau mau dikembangkan perlulah ada semacam pengembangan dari segi cerita atau hal-hal yang digunakan saat pertunjukan, agar sedikit lebih kekinian dan menjadikan efek penasaran masyarakat tentang kesenian semacam PM Toh atau kesenian tradisi lainya. Untuk menimbulkan dan mengembangkan kembali seni-seni tradisi saat ini, tanpa melepaskan hakikat dan akar-akar tradisi.

Saya ada perasaan takut ketika menuliskan ataupun membicarkan kesenian tradisi, karena tradisi itu dalam pandangan saya adalah hal yang suci dan sakral. Sehingga saya sebagai orang kampung yang besar dan tumbuh di kota yang urban, apalagi ditambah sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan kesenian tradisi merasa sangat berdosa ketika mengutiknya sedikitpun. Untuk menjaga hal tersebut saya akhirnya mencoba memberikan pandangan dari segi penonton saat saya menonton PM Toh. Tidak ada tujuan lain, dan untuk mengakhiri panjang lebar yang saya sampaikan tadi saya sangat dengan hati-hati pula menyelesaikanya. Sekali lagi, hanya sebuah pembacaan selesai menonton pertunjukan. Tidak lebih. Saya takut dosa. [T]

Tags: AcehCanasta Creative SpaceParade Teater CanastaPM Toh
Previous Post

Hujan dan Kampung Saya yang Semakin Memanas

Next Post

Teater Enter di Parade Teater Canasta dan Tindakan Lanjutannya

Agus Noval Rivaldi

Agus Noval Rivaldi

Adalah penulis yang suka menulis budaya dan musik dari tahun 2018. Tulisannya bisa dibaca di media seperti: Pop Hari Ini, Jurnal Musik, Tatkala dan Sudut Kantin Project. Beberapa tulisannya juga dimuat dalam bentuk zine dan dipublish oleh beberapa kolektif lokal di Bali.

Next Post
Teater Enter di Parade Teater Canasta dan Tindakan Lanjutannya

Teater Enter di Parade Teater Canasta dan Tindakan Lanjutannya

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co