3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Andai Pariwisata Tak Merasuki, Siapa Yang Peduli Sampah Plastik di Nusa Penida?

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
November 28, 2019
inOpini
Andai Pariwisata Tak Merasuki, Siapa Yang Peduli Sampah Plastik di Nusa Penida?

Sumber: https://www.mongabay.co.id/ Penyelam asal Inggris, Rich Horner menyelam di antara lautan sampah di Nusa Penida, Bali yang diunggah di akun facebooknya pada 3 Maret 2018. Foto : screenshot YouTube The Guardian.

403
SHARES

Andai pariwisata tidak berkembang di Nusa Penida, saya yakin tidak akan ada yang peduli dengan sampah plastik. Sampah-sampah itu pasti berserakan baik di tegalan, sungai kering, tambak-tambak, di pinggir jalan raya, pantai maupun di lautan. Syukurnya, pariwisata cepat merasuki pulau ini. Edukasi dan kesadaran tentang sampah plastik dari warga Nusa Penida mulai sedikit menggeliat. Pasalnya, isu lingkungan (sampah plastik) berdampak langsung dengan citra daerah destinasi.

Karena itu, belakangan mulai muncul (komunitas) gerakan-gerakan peduli sampah plastik. Gerakan ini masih bersifat sporadis, dilakukan oleh segelintir praktisi pariwisata, kalangan milenial. Jumlahnya pun tidak begitu banyak.

Dari akun-akun pribadi maupun grup tentang Nusa Penida yang saya ikuti, isu sampah plastik kurang menyedot perhatian orang banyak. Boleh dikatakan, hampir tidak mendapat respon serius dari masyarakat Nusa Penida. Coba kalau menyangkut isu tentang minimnya infrastruktur, maka respon netizen mendadak sengit. Seluruh pelosok-pelosok sosmed (ketog semprong) mengeluarkan diri untuk unjuk komentar. Komentar-komentarnya pun sangat bervariatif. Ada yang serius memberi solusi, ada yang sekadar nyeleneh, ngumpat-ngumpat(memaki-maki), provokatif, hingga membullypemda.

Jika kita buka kembali halaman-halaman akun pribadi (atau grup Nusa Penida), maka lebih banyak kita jumpai tentang keluhan air, listrik, dan kondisi jalan. Kedua, tentang sopir yang ugal-ugalan, kemacetan, situasi keramaian wisatawan. Sisanya, tentang status “ngetrip”, promo akomodasi, ribut soal retribusi, dan belakangan kontroversi soal rencana pemda Klungkung dalam penataan sertifikat tanah pinggir pantai di Nusa Penida.

Sementara itu, halaman-halaman tentang peduli sampah plastik kurang mendapat respon dari masyarakat. Kalau toh ada yang mengunggah status bersih-bersih sampah plastik, biasanya sepi komentar. Jarang para netizen mau keluar dari sarang persembunyiannya. Mereka lebih nyaman memilih diam. Yaa, mungkin karena diam adalah emas (Aah, bercanda kali).

Di samping sering “dikacangin”, unggahan bersih-bersih sampah plastik tak jarang dianggap sebagai pencintraan. Mungkin dari beberapa komunitas itu, memang ada yang sekadar pencintraan (kali, ya). Akan tetapi, menurut saya pencintraan atau murni, mereka telah nyata berbuat. Merekalah yang pantas kita jadikan teladan atau inspirasi untuk berbuat nyata. Atau setidaknya, para peduli lingkungan ini akan dapat menginspirasi lahirnya komunitas-komunitas sosial lingkungan yang baru.

Untuk saat ini, komunitas-komunitas pencinta lingkungan masih stagnan. Masih dihuni oleh segelintir anak milenial. Sisanya, lebih memilih apatis sama seperti masyarakat umum (old). Mereka pura-pura tidak peduli dan benar-benar tidak peduli.

Bagi masyarakat Nusa Penida, peduli (bermusuhan) dengan sampah plastik merupakan budaya baru. Budaya yang sulit dilakukan, karena mereka telanjur bersahabat dengan plastik puluhan tahun. Mereka memanfaatkan plastik dalam berbagai keperluan sehari-hari, termasuk dalam ritual adat dan keagamaan. Pemanfaatannya cukup masif. Akan tetapi, limbahnya (sampah) dibuang begitu saja.

Sampah plastik menciptakan masalah baru. Namun, belum menimbulkan gagasan, kesadaran, dan solusi kreatif dari kalangan masyarakat. Di Nusa Penida misalnya, belum ada budaya memilah-milah sampah, proses daur ulang apalagi solusi baru lainnya. Penanganan sampah plastik masih konvensional yakni dibakar di lahan yang kosong. Bagi petani, biasanya sampah plastik dibakar bersama sampah organik lainnya di ladang kosong, ketika musim kemarau. Di samping mengurangi, pembakaran sampah plastik sekaligus dimanfaatkan sebagai pupuk.

TOSS, No List, dan Nyawa Pariwisata

Hingga sekarang, cara-cara konvensional ini masih diterapkan oleh masyarakat di Nusa Penida. Padahal, pemda Klungkung sudah merintis pengolahan sampah dengan sistem TOSS (Tempat Olah Sampah Sementara) pada penghujung tahun 2017. Program kerjasama dengan  Sekolah Tinggi Teknik Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan PLN (STT-PLN) Jakarta dan Indonesia Power ini dipercaya menjadi solusi modern dalam menangani sampah, terutama sampah plastik. Karena sistem TOSS dapat mengolah sampah (kecuali besi dan kaca) secara langsung menjadi briket dan pelet yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk proses memasak dan energi listrik.

Sistem TOSS mengolah sampah secara langsung melalui proses peuyeumisasi, briketisasi/peletisasi, dan gasifikasi dengan menggunakan bio activator. Mekanisme pengolahan TOSS ini dapat menghilangkan bau sampah dalam waktu tiga hari dan dapat mengurangi volume sampah dalam waktu 10 hari. Selanjutnya, hasil olahan (briket dan pelet) nantinya dijual sebagai bahan bakar/pembangkit listrik ke pihak Indonesia Power. (bali.tribunnews.com).

Rencananya, pemda Klungkung akan menerapkan konsep TOSS ini di setiap desa/kelurahan. Namun, hingga saat ini program TOSS masih berkutat di tempat terbatas di TPA Sente dan Lepang, di Klungkung daratan. Belum terdengar kabar melebar ke Pulau Nusa Penida. Padahal, sebagai daerah yang melejit pariwisatanya, Nusa Penida sangat membutuhkan terobosan sistem TOSS ini, sebagai solusi alternatif atas keberadaan sampah plastik yang sangat sensitif dengan daerah pariwisata.

Saya pikir, pemda Klungkung pasti menyadari bahwa isu lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap citra daerah pariwisata, karena akan berimbas langsung pada jumlah kunjungan wisatawan. Lebih parah lagi, isu lingkungan bisa menjadi sandungan suatu daerah wisata tidak layak untuk dikunjungi. Situasi inilah yang melanda pariwisata Bali sekarang.

Baru-baru ini media ternama asal Amerika Serikat, Fodor’s Travel, merilis daftar destinasi yang tak layak dikunjungi pada 2020. Dari daftar Fodor’s No List 2020 itu, Bali masuk dalam 13 destinasi yang dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi. Salah satu pertimbangannya ialah soal isu sampah. Bali dinyatakan sebagai kawasan darurat sampah lantaran banyaknya sampah plastik di perairan dan pantai. Dikutip dari Fodor’s Travel, Badan Lingkungan Hidup di Bali mencatat bahwa pulau Bali menghasilkan 3.800 ton sampah setiap hari, dengan hanya 60 persen berakhir di tempat pembuangan sampah (travel.kompas.com).

Apa pun kepentingan Fodor’s Travel, kita harus menanggapi positif, sebagai catatan introspeksi diri. Catatan untuk bebas dari kasus sampah yang melilit Bali. Karena faktanya, persoalan sampah plastik di Bali, khususnya Nusa Penida, memang belum ada solusinya.

Sampah plastik tidak cukup hanya diselesaikan dengan regulasi-regulasi formal seperti pergub, perda atau “per-per” lainnya. Apalagi “per-per” yang lahir hanya bersifat himbauan,  tidak ada sikap tegas dari pemerintah. Padahal, ketegasan, konsistensi, dan kontinyuitas dari pemerintah dibutuhkan sebelum Bali benar-benar ditimbun oleh sampah plastik.

Selain itu, regulasi-regulasi formal tersebut dianjurkan tidak berdiri sendiri. Optimalisasi pelaksanaan harus menggandeng desa pekraman, sebab masyarakat Bali masih dominan bermental desa pekraman. Regulasi-regulasi formal (dinas) biasanya berjarak dengan krama Bali, terutama yang tua-tua. Masyarakat Bali cenderung lebih percaya dan tunduk dengan awig-awig desa pekraman. Sanksi-sanksi desa pekraman dirasakan lebih mengikat dan “meranen” bagi masyarakat Bali.


BACA ESAI DAN OPINI TENTANG NUSA PENIDA

  • Pariwisata Nusa Penida, Menggeser Perspektif Ternak Kaki Empat Menjadi Roda Empat
  • Menyoal Attitude Wisatawan di Nusa Penida: Dari Drama Komplain, Abai, Bengkung, Hingga Isu Moratorium
  • Legenda Pasih Uug (Broken Beach), Alarm Leluhur yang Tak Pernah Tidur
  • Pariwisata Nusa Penida: Antara Broken Beach dan “Broken-Broken” Lainnya
  • Ekspansi Pariwisata Atas “Rompok-Rompok” (Ruang Agraris) di Nusa Penida
  • Imbas Pariwisata, Nusa Penida Mendadak “Kebule-Bulenan”

Karena itu, ada baiknya pemerintah merangkul desa pekraman di Nusa Penida dalam memerangi sampah plastik. Regulasi penanggulangan sampak plastik produk pemerintah dipresentasikan dan disinkronkan ke desa pekraman. Kemudian, dampingi desa pekraman menerjemahkannya ke dalam awig-awig. Misalnya, desa pekraman membuat awig-awig pembatasan (tidak boleh) secara bertahap tentang penggunaan plastik sehari-hari di rumah maupun dalam ritual upacara adat dan keagamaan di wilayah desa pekraman.

Untuk memotivasi desa pekraman konsisten dalam memerangi sampah plastik, pemerintah juga dapat membuat lomba-lomba desa pekraman bebas sampah plastik. Lomba ini dilaksanakan secara kontinyu untuk menstimulus krama dalam memerangi sampah plastik. Di samping itu, pemerintah juga bisa merancang penghargaan desa pekraman dan tokoh lingkungan krama peduli sampah plastik. Siapa tahu dari gagasan ini, masyarakat termotivasi untuk menjadi semakin peduli dengan sampah plastik (palemahan) secara mandiri.

Namun demikian, pemerintah tetap harus aktif mendorong program peduli sampah plastik dengan menjadi teladan, fasilitator, dan mediator bagi krama desa pekraman—sehingga pelan tapi pasti masyarakat terus teredukasi. Harapannya ke depan, akan tumbuh kesadaran krama tentang lingkungan (peduli sampah plastik), yang menjadi tabungan untuk memperpanjang nyawa pariwisata di Nusa Penida.[T]

Tags: Nusa PenidaPariwisata
Previous Post

Cara Dosen Merespons Kondisi Kekinian – Catatan Pameran Seni Rupa Dosen Undiksha

Next Post

Lihatlah, Nikmatilah, Itu Saja! – Catatan Pameran Seni Rupa Dosen Undiksha Singaraja

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Lihatlah, Nikmatilah, Itu Saja! – Catatan Pameran Seni Rupa Dosen Undiksha Singaraja

Lihatlah, Nikmatilah, Itu Saja! – Catatan Pameran Seni Rupa Dosen Undiksha Singaraja

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co