Masa depan yang tidak memberi garansi membuat saya mengendapkan ketakutan yang disampaikan orang-orang secara tidak langsung. Di tengah-tengah ketidakpastian itu, menjadi seorang PNS seolah menjadi jawaban atasnya. Kebimbangan terus saja bergulir sebab saya tak begitu yakin pada keputusan sendiri. Menjadi Pegawai Negeri Sipil atau tetap “gradag–grudug” seperti sekarang.
Gradag-grudug tak melulu berarti ke sana-sini tanpa kerjaan. Ia bisa saja disebut proses untuk menuju sesuatu yang belum kita ketahui dengan pasti. PNS itu pasti, gradag-grudugadalah ketidakpastian untuk menuju sesuatu yang diyakini lebih pasti. Bingung kan? Saya juga.
Ketika sore tiba, di tengah berseliwerannya pengumuman lowongan alias bukaan menjadi PNS, saya sengaja pergi ke kampus untuk sekadar bertemu siapa saja yang saya kenal untuk ngobrol. Tidak ada janji dengan siapa pun. Kebetulan seorang teman lewat yang akhirnya memilih ngobrol bersama saya di kantin.
Kami bercerita banyak hal yang ujung-ujungnya pembicaraan perihal perekrutan PNS. Saya menyampaikan belum siapnya saya menjadi seorang PNS (walaupun sudah sempat tidak lolos). Saya mengatakan alasannya yaitu masih ingin gradag–grudug seperti sekarang. Ulang-alik ke tempat-tempat yang menyenangkan, bertemu teman-teman dan yang terpenting saya masih perlu belajar banyak hal.
Teman saya itu tersenyum sumringah, ia seolah menyetujui perkataan saya itu sebelum kata-kata selesai saya ucapkan. Benar saja dia berpendapat sama, “Aku pikir hanya aku yang tidak siap menjadi PNS,” ujarnya. Kami sepakat ini bukan perihal idealisme atau apa pun yang berbau ideologis. Alasannya sederhana, hanya masih ingin seperti sekarang. Belajar dari banyak pertemuan.
Jam kerja dan administrasi yang begitu rumit dalam bayangan kami begitu menyeramkan dan akan menyita waktu untuk bersenang-senang—untuk mengikuti kegiatan yang kami mau. Tak bisa rasanya dipungkiri bila kesibukan menjadi Pegawai Negeri Sipil akan mengikis waktu dan keinginan untuk gradag-grudug dan belajar, meskipun menjadi PNS bukan berarti tidak bisa gradag-grudug dan belajar.
Bagi seorang yang lambat seperti saya, akan menjadi sesuatu yang sangat sulit belajar di tengah-tengah kesibukan administrasi dan mengurusi banyak hal itu. Saya yakin, di waktu senggang, yang saya pilih palingan istirahat, hari-hari berjalan dengan sangat mekanis. Saya juga akan hanya menunggu waktu pensiun dan menunggu tabungan semakin mekar.
Beberapa orang PNS yang pernah saya jumpai menjadi bayangan diri saya di masa depan. Lagi-lagi bayangan itu memunculkan ketakutan, sebab saya belum siap seperti itu. Di saat yang sama, rasa cemas saya muncul sebab taruhan harus dipertanggungjawabkan. Memilih jalan sendiri atau mengikuti saran banyak orang.
Saya sangat yakin, orang-orang yang memberi saran itu pasti berharap sesuatu yang baik. Mereka ingin memastikan saya mempunyai masa depan yang pasti. Terlebih, saya seorang lulusan dari Universitas Pendidikan yang berarti besar kemungkinan masa depan saya adalah seorang pengajar walaupun tidak semua lulusan Universitas pendidikan menjadi seorang pengajar.
Sempat terbayang, saya meminta waktu barang sebentar untuk menikmati kegiatan yang masih asik itu. Seperti yang teman saya katakan, “Kelak kalau sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil waktu nogkrong, ngobrol sambil ngopi seperti saat ini akan sulit dicari. Apalagi sudah menikah,” katanya, “Pasti banyak hal yang harus dipikirkan.”
Tapi sekali lagi di tengah kegelisahan akan masa depan, PNS memang jawaban yang memberi gambaran pasti. Mungkin anggapan saya benar, menjadi PNS itu sangat menjamin masa depan. Mungkin terkesan munafik jika mengatakan tidak ingin menjadi PNS, saya sendiri akan menerima seandainya terpilih. Toh sekarang saya sudah mempersiapkan berkas-berkas untuk melamar PNS karena saran orang tua. [T]