3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Konflik Kasta dan Adat Dalam Kesusastraan Bali Modern

Gde Aryantha SoethamabyGde Aryantha Soethama
October 13, 2019
inOpini
Konflik Kasta dan Adat Dalam Kesusastraan Bali Modern

Gde Aryantha Soethama (duduk paling kanan) saat menjadi pembicara dalam acara Seminar Internasional Sastra Indonesia di Bali 10-13 Oktober 2019

71
SHARES

Kritikus sastra Bali modern, Nyoman Darma Putra, mengungkapkan kegundahan sastrawan Bali menghadapi kenyataan sekitar, banyak yang dikembangkan menjadi karya fiksi dengan latar belakang konflik kasta dan adat. Darma mencatat, kegalauan itu sudah muncul sejak tahun 1926, tatkala majalah Surya Kanta yang terbit di Bali Utara memuat drama berjudul “Kesetiaan Perempuan”. Sejalan dengan makin banyaknya lahir pengarang Bali, karya- karya yang menggarap masalah kasta dan adat pun kian ramai. Majalah Surya Kanta dikenal kukuh menentang feodalisme dan menyajikan pemikiran reformis, terbit dari Oktober 1925 sampai September 1927.

Mengapa pengarang Bali getol menggarap masalah adat dan kasta? Mengapa mereka seperti memiliki kesepakatan atau keterikatan untuk terus menerus mengungkap masalah-masalah tradisi itu tanpa khawatir terjadi kejenuhan? Apa yang mereka cari dari tema-tema yang monoton itu? Mengapa tema adat dan kasta memiliki daya pikat luar biasa bagi pengarang Bali?

Bali sering dipuji karena memiliki masyarakat dengan komunitas saling menghargai, penuh tenggang rasa, hidup dalam pola keseimbangan antara alam, pribadi-pribadi dan Tuhan. Namun sejak lama pula orang-orang tahu kehidupan adat dan kasta di Bali adalah sumber konflik di tengah masyarakat. Konflik-konflik adat itu bentuknya beraneka ragam, sangat kompleks, berlarut-larut, dan sering tergelincir menjadi dendam atau pertentangan sangat tajam antar-kelompok. Banyak warga desa adat yang terjebak dalam perselisihan ruwet yang sangat peka, yang kalau dirunut awal penyebabnya hanyalah masalah sepele, seperti perselisihan anak muda yang kemudian membawa-bawa nama desa adat.

Kehidupan adat dan kasta di Bali memang kaya ketenteraman, namun juga kaya konflik. Seorang pengarang sangat membutuhkan konflik agar cerita tampil memikat. Dalam pelajaran mengarang prosa paling dasar pun sudah diketengahkan, cerita yang datar, tanpa konflik, tak akan pernah menarik, pasti menjemukan. Sebaliknya, cerpen, novel, roman, yang sangat kaya konflik, memiliki peluang besar menjadimasterpiece. Konflik dianggap esensi sebuah cerita. Jika si pengarang lihai, ia bisa mengolah konflik itu menjadi bermacam sumber pertentangan, bermacam gaya pertikaian, yang kalau diramu dengan penokohan, akan menjadi cerita penuh pesona yang sangat menggairahkan untuk dikunyah pembaca sampai habis. Kisah Mahabharata atau perang mahadahsyat Bharatayudha, adalah contohnya.

Sungguh tak mudah mencari tema cerita yang kaya konflik. Banyak pengarang berhari- hari mencari inspirasi untuk mendapatkan konflik itu, namun tak kunjung memperolehnya. Sementara masalah adat dan kasta di Bali justru menyuguhkan konflik yang kompleks itu, yang memiliki peluang lebar untuk dimekarkan dalam cerpen atau novel.

Konflik-konflik adat dan kasta itu tidak terpaku sebagai pertentangan antar-individu, atau antar-kelompok, namun juga menjadi konflik terbuka dengan konflik batin tokoh-tokoh cerita. Keberhasilan meramu konflik-konflik adat dengan konflik batin ini tentu menghasilkan cerita yang khas daya tariknya. Seperti itulah antara lain keunggulan yang dimiliki cerpen “Ketika Kentongan Dipukul di Balai Banjar” karya Nyoman Rastha Sindu yang dinobatkan sebagai cerpen terbaik majalah sastraHorison tahun 1969.

Tatkala buku antologi cerpenis Bali dalam bahasa Inggris,Bali Behind the Scene, yang dikerjakan oleh penerjemah Vern Cork, diluncurkan di Ubud, Agustus 1996, seorang kolektor lukisan, pemilik museum dan galeri, Sutedja Neka, berbincang dengan pemerhati kebudayaan Bali, Putu Suasta, ketika rehat minum jus. Sutedja Neka berkata pada Suasta, bahwa peluncuran antologi pengarang Bali dalam bahasa Inggris itu merupakan peristiwa besar, karena baru kali itu diperkenalkan aneka karya fiksi tentang Bali oleh orang Bali atau mereka yang bermukim lama di Bali.

Putu Suasta melengkapi pendapat Sutedja Neka itu dengan mengatakan, bahwa karya-karya fiksi tentang Bali dalam bahasa asing (Inggris) sudah lumayan banyak, namun harus diakui tidak sebanyak karya nonfiksi. Banyak antropolog, sosiolog, dokter, ahli linguistik, penulis pariwisata, penari, sejarawan, koreografer, musisi, yang menulis kehidupan masyarakat Bali dalam bahasa asing. Banyak diantara buku itu yang dicetak ulang berkali-kali, menjadi best seller,bahkan menjadi buku klasik, tersebar luas, dicari-cari oleh mahasiswa, para pakar, dan pembaca umum dari berbagai bangsa.

Tapi, mengapa sedikit cerpenis, novelis asing yang menulis tentang Bali? Kesulitan apakah yang mereka hadapi? Padahal cukup banyak pengarang asing yang pernah tinggal lama di Bali. Mereka justru kemudian menulis catatan perjalanan atau tulisan yang mengarah pada pengkajian antropologi atau sosiologi yang cenderung menjadi tulisan populer.

Adat istiadat Bali, tentu termasuk hal ihwal kasta di dalamnya, punya keunikan sangat menarik untuk diamati, namun justru tidak gampang untuk ditulis dalam bentuk fiksi oleh orang luar. Dalam karya nonfiksi si penulis bisa berdiri bebas dengan kacamata objektivitas, menulis dengan kaidah yang sudah teruji, dengan teori-teori klasik atau modern yang sudah mereka kuasai. Mereka punya jarak dengan objek yang ditulis, karena mereka menggunakan pengamatan tanpa perlu melibatkan perasaan. Kalau ingin sukses menulis cerpen atau novel tentang komunitas di Bali, mereka mesti melibatkan perasaan.

Karena adat istiadat Bali kompleks dan ruwet, perlu waktu pendalaman cukup lama untuk bisa masuk memahaminya, agar bisa menghadirkan tokoh cerita yang terlibat dalam kemelut konflik adat dan kasta itu. Soal pematangan inilah yang menyebabkan karya-karya pengarang fiksi dari Barat tentang China atau Jepang tidak sanggup menyuguhkan irama seindah kalau ditulis sendiri oleh pengarang China atau Jepang. Karya-karya Pearl S. Buck tentang masyarakat Tiongkok tidak seindah karya pengarang China. Shogun karya James Clavel kalah indah dan kalah memikat tinimbang Musashi atau Oshin, tidak sekuat karya-karya Yasunari Kawabata dan Yukio Mishima.

Itulah kelebihan karya fiksi. Ia menjadi karya otentik, khas, karena tidak seperti karya ilmiah yang menggunakan metode sudah ada milik orang lain. Karena itu, karya-karya yang punya orientasi kultural tampaknya jauh lebih bagus kalau digarap oleh mereka yang mengalaminya langsung, oleh mereka yang lahir dan dibesarkan di lingkungan yang mereka tulis.

Ditilik dari peluang untuk menghasilkan cerita yang bagus, sebenarnya bersyukurlah para pengarang Bali, karena mereka memiliki adat istiadat yang tak hanya terus menerus menjadi penyangga harmoni kehidupan, tetapi juga merupakan sebuah warisan yang memiliki banyak titik terciptanya konflik. Namun, kendati konflik-konflik itu sudah tersedia di depan hidung seorang pengarang, tetap saja dituntut keterampilan tinggi untuk menuliskannya untuk menjadi cerita memikat, tidak terjerembab menjadi cerita hasutan. Salah menuliskan, konflik adat dan kasta yang menarik dari kaca mata pengarang fiksi, bisa menjadi alat memperparah keadaan anti-kemapanan.

Sebaliknya, keberhasilan mengangkatnya menjadi cerita menarik, akan meluruskan kekeliruan pemahaman tentang nilai-nilai tradisi, dan memperjelas pengertian posisi dan peran kasta. Ia akan menjadi kisah-kisah kemanusiaan tentang masyarakat yang memperjuangkan harkat dan kebebasan mereka. Sebab, banyak adat istiadat ketinggalan zaman yang dipertahankan, tanpa diiringi kemampuan mengaktualisasikannya, yang justru memperkeruh keadaan, dan menyuburkan feodalisme.[T]

*Tulisan ini disampaikan Gde Aryantha Soethama dalam Seminar Internasional Sastra Indonesia di Bali yang diselenggarakan di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar-Bali, 10-13 Oktober 2019

Tags: balikonflikkonflik adatsastrasastra bali modernSeminar Internasional Sastra Indonesia di Bali
Previous Post

[Pidato Umbu Landu Paranggi] – KemBali ke Bali: KemBali ke Kedalaman Akar-Dasar Sastra

Next Post

Upah Tenaga Kerja, “Upah Besi” dan Hukum Pasar

Gde Aryantha Soethama

Gde Aryantha Soethama

Dikenal sebagai wartawan kawakan, penulis esai dan cerpen. Bukunya Bolak Balik Bali ditetapkan sebagai buku nonfiksi terbaik oleh Pusat Bahasa (2006). Kumpulan cerpennya Mandi Api meraih penghargaan Khatulistiwa Literary Award (2006). Tahun 2016 diberi penghargaan Kesetiaan Berkarya oleh Kompas.

Next Post
Belajar Menawar Harga-harga di Pasar Tradisional

Upah Tenaga Kerja, “Upah Besi” dan Hukum Pasar

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co