Pinge yang sedang menggeliat. Menata diri sebagai desa wisata yang berpotensi menarik pengunjung. Ditunjuknya banjar kecil di Desa Baru, Marga, Tabanan, Bali ini sebagai arena porprov khusus cabang olah raga balap sepeda, menjadi keberuntungan. Banjar kecil yang bersih, rapi dengan udaranya yang sejuk ini, mendapat berkah.
Atlit-atlit dan pengurus ISSI menginap di rumah-rumah penduduk yang memang sengaja dijadikan pondok wisata. Dan Desa Wisata Pinge akan lebih dikenal sebagai destinasi yang layak disinggahi.
Jumat, 13 September 2019, kampung yang biasanya sepi ini mendadak bergemuruh karena menjadi arena balap sepeda kategori roadrace. Tabanan sedang punya hajatan. Menjadi tuan rumah porprov 2019. Seorang teman mengirimi saya video serunya balapan sepeda di kampung ini. Memutar dari banjar Pinge-Baru-Apuan-Pinge sebanyak 20 kali. Saya tidak sempat nonton karena pas hari kerja.
Sehari sebelumnya nomer ITT diadakan, start dari depan monumen Margarana dan finis di Munduk Andong Kaje. Medan yang didominasi oleh tanjakan-tanjakan. Sungguh sayang memang, Tabanan paceklik medali di cabor ini. Radit, atlit belia dari Tegal Jadi, yang merupakan wakil andalan Tabanan, harus puas berada di posisi ke lima, dengan selisih waktu tertinggal 5 menit 26 detik dari juara pertama.
Tapi mengingat usia Radit yang memang masih sangat muda, dia mungkin masih punya potensi untuk bersaing merebut medali lagi dua tahun. Tergantung nanti pembinaan dan latihan ke depan.
Desa Apuan
Yang tersisa adalah nomer criterium, yang diadakan di seputaran Desa Apuan. Ini adalah lomba terakhir di cabor balap sepeda. Kebetulan diadakan hari minggu. Jadi banyak orang yang bisa nonton.
Hari minggu pagi itu, 15 September 2019, Desa Apuan nampak ramai. Para atlit, ofisial, panitia dan wasit menyiapkan diri. Para atlit mondar-mandir mencobai lintasan, sambil melakukan pemanasan sebelum otot-otot disiksa sampai batas tertentu. Lalu lintas disterilkan. Polisi banyak berjaga.
Lintasan balapan adalah jalan mulus di depan Pura Natar Sari ke selatan, belok ke kanan, terus sampai di depan jalan menuju Pinge, balik lagi ke timur. Terlihat memang lintasan balapannya kurang layak, karena jalan itu dibagi dua sehingga sirkuit menjadi sangat sempit. Tikungan juga menjadi sangat tajam yang membahayakan para pembalap.
Para penonton sempat melontarkan kritik, karena sebenarnya masih banyak jalan bagus dan lebih lebar yang bisa dipakai sebagai lintasan. Kabarnya sebelumnya sempat mau diadakan di Kediri, di Jalan Ngurah Rai, jalan besar di utara patung Soekarno. Kalau dibagi dua pun, jalannya masih terasa lebar, jadi aman untuk mengadu kecepatan. Tapi entah kenapa dibatalkan pihak panitia.
Lomba pagi tadi sempat mengalami penundaan satu jam karena kabarnya terjadi perdebatan di antara panitia tentang lintasan itu. Tapi akhirnya lomba tetap diadakan.
Diawali balapan di nomer putri. Sorak-sorai para supporter dan pelatih menghidupkan suasana. Penduduk desa yang awam tentang dunia sepeda juga ikut menonton. Banyak juga orang yang terjebak di tempat itu, tidak tahu ada acara balapan porprov, padahal sudah ada petunjuk bahwa jalan di-stop sementara waktu. Sehingga mereka tidak bisa melintas, kemudian ikut berbaur menjadi penonton. Sungguh meriah.
Yel-yel terdengar saat para pembalap melintas di depan para penonton. Balapan di nomer putri ini harus memutari sirkuit sebanyak 26 kali. Jalan cenderung mendatar. Ada tanjakan ringan di sebelah barat pertigaan Desa Apuan yang juga menguras tenaga. Setelah memutar beberapa lap, peleton mulai terpencar-pencar.
Dua atlit putri Badung memimpin membuntuti marshal yang mengendarai sepeda motor. Jauh meninggalkan peleton. Kalau tidak terjadi halangan, emas dan perak sudah di tangan. Akhirnya, setelah menyelesaikan 26 kali putaran, Rosa Handayani, atlit putri Badung meraih emas. Perak diraih rekannya sesama atlit Badung. Mereka menang dengan mudah. Sementara perunggu dibawa pulang atlit Karangasem.
Selanjutnya nomer putra dimulai. Para penonton lebih serius. Memperbaiki tempat duduk mereka. Siap-siap dengan smartphone di genggaman, untuk membidik momen terbaik. Beberapa orang membawa kamera DSLR, untuk meyakinkan gambar-gambar terbaik. Secanggih-canggih sebuah smartphone, belum bisa menggeser fungsi sebuah kamera digital.
Ada rasa was-was, karena tikungan sirkuit begitu tajam. Semoga tidak terjadi apa-apa. Ini adalah balapan putra, tentu lebih kenceng dan berani. Dan biasanya laki-laki lebih krosokan. Tapi ternyata mereka sangat profesional. Di tikungan tajam mereka hati-hati, kemudian saat jalan datar dan lurus mereka memacu kecepatan. Syukurlah sampai lomba selesai, tidak terjadi apa-apa.
Cuma tadi ada insiden yang tak disangka. Seorang nenek tiba-tiba menyebrang jalan. Pas rombongan pembalap datang dengan kecepatan tinggi. Di tengah jalan terlihat tubuh nenek itu diapit para pembalap. Sungguh mengerikan. Stang-stang sepeda hanya beberapa senti dari tubuhnya. Untunglah beliau tenang, sehingga selamat. Sedikit saja, bisa fatal. Orang-orang terkejut dan berteriak dengan spontan. Para penonton meneriaki marshal yang menjaga lintasan, yang begitu teledor dan tidak konsentrasi.
Dari pinggir jalan kelihatan wajah sang marshal merah. Malu dan menyesal. Mungkin dalam hati mengutuki keteledorannya. Menjadi marshal harus selalu konsentrasi. Bisa dibayangkan, sedikit saja salah, satu pembalap menyenggol tubuh nenek tadi, pastilah semua peserta jungkir balik.
Selama 36 putaran itu, atlit Denpasar Kevin Dani Maulana memimpin jauh sendirian. Kevin yang bertubuh kecil, lajunya melesat seperti kijang. Mengendarai roadbikeberwarna hitam dengan tulisan merek Cervelo warna putih besar, Kevin terus memacu kecepatan. Jerseynya yang berwarna hitam dipadu putih, helem yang putih bersih, kelihatan sepadan dengan roadbikeyang dia pakai. Yel-yel yang menyebut namanya terus bergema.
Radit
Beberapa atlit mengalami overlap, gugur dan harus keluar lintasan. Kevin terus jauh memimpin. Di belakangnya ada peleton dari atlit Badung, Denpasar, Buleleng dan Tabanan. Peserta Tabanan yang tersisa hanya Radit. Sebelumnya ada Diva, tapi kemudian harus keluar lintasan karena gugur. Radit harus berjuang sendirian, bersaing dengan atlit-atlit lain yang lebih senior darinya. Sedangkan Ngurah, atlit cilik dari Selemadeg yang ikut membela Tabanan, harus gigit jari tidak bisa turun balapan karena kesalahan teknis.
Sesekali Radit sempat melaju dari peleton. Untuk dua lapdia sempat memimpin bersama salah satu atlit Badung. Harapan medali perak atau perunggu bisa dia bawa pulang. Tapi sisa lap masih banyak. Lawan-lawannya mulai bangkit dan berusaha mengejar. Radit kembali tertelan ke dalam peleton. Agaknya dia kelelahan. Melaju sendirian dari peleton dan melawan arah angin sendirian, membuat energinya terkuras.
Dia membutuhkan pemulihan, untuk menyiapkan energi pada sprint terakhir yang akan menentukan raihan medali. Tapi sampai putaran terakhir, energinya betul-betul telah habis. Saat sprint terakhir pada lapke 38 atau putaran penghabisan, dia tidak bisa melaju. Medali perak dan perunggu jatuh di genggaman atlit Badung.
Sungguh miris. Tak ada tersisa medali untuk tuan rumah. Satu-satunya berita hiburan adalah saat kabar Dewa Putu Prana Angira berhasil meraih perak di nomer downhill. Iya, satu-satunya medali di cabor balap sepeda untuk kabupaten tercinta kita, Tabanan.
Tapi tidak apa-apa. Lawan-lawan memang sungguh tangguh. Tugas ISSI Tabanan nanti untuk melecut diri, agar bisa menghasilkan serdadu-serdadu siap tempur untuk dua tahun lagi. Tidak boleh patah semangat. Asa selalu ada ketika kita mau berusaha.
Sepuntul-puntul tiuk, yen sube terus sangih, pasti lakar mangan. [T]