Banyak teman bertanya kepada saya—mulai dari seputar perkuliahan, organisasi, hingga kenapa masih jomlo. Pertanyaan seputaran perkuliahan dan organisasi, tidaklah sulit bagi saya menjawabnya, karena merupakan bagian dari pengalaman ataupun kejadian yang digeluti hampir setiap saat.
Pertanyaan terakhir, “kenapa masih jomlo?”, nampaknya agak sedikit sulit bagi saya menjawabnya. Sebab, apabila saya beralasan bahwa jomlo adalah prinsip yang saya pegang teguh, ciee, tentu terdengar lucu apabila alasan model begini keluar dari mulut setiap orang (bukan hanya saya). Alaaaah, itu alasan basi, bilang aja kalo kamu ga’ laku. Mampus saya!
Begini, kita kembali dulu ke sejarah. Salah satu Bapak Bangsa kita, yaitu Bung Hatta pernah berikrar bahwa, dia tidak akan menjalin hubungan asmara dengan wanita mana pun kecuali bangsa kita tercinta ini sudah terbebas dan merdeka dari genggaman kolonialisme barat. Ini nyata, Bung. Jika tidak percaya, silakan cari tahu sendiri. Inilah prinsip sejati, prinsip yang hanya ada pada lelaki yang berpandangan ke depan.
Ini sama halnya dengan ikrar Mahapatih Majapahit yang terkenal itu, Gadjah Mada. Hanya saja Gadjah Mada manganggap wanita itu tidak penting sama sekali, buktinya selama Gadjah Mada hidup, tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Gadjah Mada mempunyai pasangan hidup. Maka dari itu dalam sumpahnya Gadjah Mada mempertaruhkan buah kesukaannya untuk mementingkan kepentingan negara dan bangsa.
Bagaimana kedudukan pacaran bagi Bung Hatta? Pentingkah? Atau karena memang beda konteks antara zaman dulu dengan zaman sekarang? Mungkin, wajar bagi pemuda zaman dulu tidak memikirkan soal pacaran karena hanya fokus pada perjuangan pembebasan, sehingga banyak teman saya beranggapan begitu. Selebihnya saya tidak tahu latar belakang salah satu Bapak Bangsa ini tidak mau berpacaran, yang jelas beliau lebih mengutamakan perjuangan untuk bangsa dari pada hal remeh-temeh seperti pacaran.
Prinsip Bung Hatta sedikit tidaknya mengajarkan kita betapa pentingnya mengejar terlebih dahulu apa yang dicita-citakan. Tentu, usaha tersebut harus dilakukan dengan bersungguh-sungguh, apalagi cita-cita ingin membangun bangsa. Tidakkah kalian sadar, wahai kawan-kawanku? Bangsa kita saat ini tengah berada pada krisis moral dan toleransi, sehingga menimbulkan berbagai macam konflik yang mengancam keutuhan bangsa dan negara. Bukankah begitu?
Negara saat ini sangat-sangat membutuhkan sosok yang revolusioner, Kawan. Masihkah kita acuh tak acuh terhadap permasalahan yang terjadi dalam negeri ini dan lebih mementingkan urusan bedak, lipstick, dan segala macam perlengkapan kosmetik pacar? Ehe. (Jadi sok-sokan bicara tentang negara, dasar!!).
Urusan pacaran, boleh-boleh saja. Asal kawan-kawan sekalian tidak menjadi budak olehnya, karena memang hidup adalah pilihan—orang bijak mengatakan, Life is a choices. Tapi terkadang pacaran itu bisa membikin orang setengah gila bahkan sangat gila–kegilaannya melebihi gilanya orang gila. Misalnya, ketika si cowok mengatakan putus kepada si cewek. Dampaknya, si cewek rela tidak makan seharian bahkan rela melukai anggota tubuhnya. Hadeeh, gilanya sudah keterlaluan!
Inilah yang saya katakan bahwa orang-orang semacam ini masuk dalam kategori gila dan budak cinta. Jangan salah, kalangan terpelajar pun termasuk, loh.. Ini bukan berarti saya mempengaruhi anda untuk tidak pacaran.
Ini menarik! Berkaitan dengan putus cinta, saya jadi ingat satu nama tokoh, Ir. Soekarno. Bapak pendiri bangsa pada masa remajanya, pernah menaruh perasaan kepada perempuan Belanda. Soekarno hampir tergila-gila oleh perempuan Belanda itu, namun hubungan mereka terhalang oleh ayah dari perempuan Belanda itu, karena ayahnya sangat jijik dan benci melihat bangsa pribumi. Cinta Bung Karno kandas di sini, si perempuan tadi diberangkatkan oleh ayahnya kembali ke Belanda. Pupuslah cinta Bung Karno.
Di sisi lain ada dampak positif juga bagi Soekarno, dia menjadi lebih fokus mengejar cita-citanya dalam memperjuangkan hak pribumi dan terbukti beliaulah yang menjadi motor pembebasan rakyat dari cengkraman penjajah hingga dinobatkan sebagai presiden pertama Republik Indonesia. Begitu mulia, Kawan. Ternyata putus cinta juga ada dampak positifnya. Bagaimana dengan kamu? Putus cintamu jangan sampai membikin kamu ga‘ makan seharian ya.
Sampai saat ini saya belum pernah merasakan bagaimana indah (jelek)-nya pacaran, boro-boro pegang tangan cewek. Sebenarnya banyak wanita yang saya suka, banyak sekali. Apalagi wanita Bali yang sungguh indah luar biasa itu. Tapi harus diakui, saya mempertahankan prinsip untuk menjomlo ini karena tiada lain hanya untuk menyembunyikan ketidaklakuan diri saya di hadapan para wanita.
Jadi, antara jomlo dan tidak jomlo, itu adalah pilihan masing-masing–life is a choices. Yang terpenting jangan sampai karir dan cita-cita kawan-kawan semua terganggu hanya dikarenakaan masalah sepele tentang cinta. Pesan saya untuk yang jomlo, jangan terpuruk karena kesendirianmu. Bangsa ini berdiri karena kita bersatu, bukan berdua. Dan untuk yang tidak jomlo, silakan nikmati kenikmatanmu asalkan jangan sampai kelewatan, jangan pernah mau menjadi budak cinta, dan jangan pernah jadikan alasan bahwa cinta menghambatmu untuk berekspresi.
Salam untuk para jomlo… [T]